Sabtu, 29 Maret 2025

Masjid Jami Indrapura Pertama dan Tertua di Kabupaten Batubara

Masjid Jami' Indrapura.
 
Masjid Jami’ Indrapura adalah masjid tua bersejarah di kabupaten Batubara provinsi Sumatera Utara. lokasinya berada di Dusun satu Desa Tanah Merah kecamatan Air Putih kabupaten Batubara provinsi Sumatera Utara.
 
Masjid ini disebut sebut sebagai masjid tertua di kabupaten Batubara dibangun pada masa kesultanan Indrapura dan kini berstatus sebagai benda cagar budaya. Di komplek masjid ini terdapat komplek pemakaman raja Indrapura diantaranya Makam Datuk Abdul Wahab dan pemakaman umum, selain itu juga terdapat Kantor Kedatukan Tanah Datar.
 
Masjid Jami Indrapura
Desa Tanah Merah, Kecamatan Air Putih
Kabupaten Batu Bara, Sumatera Utara 21256


Sejarah Pembangunan
 
Situs bapedabatubara menyebutkan Masjid Indrapura dibangun dimasa penjajahan Belanda sekitar tahun 1920 sedangkan situs Simas Kemenag menyebutkan masjid ini dibangun tahun 1935, sedangkan sumber dari pengurus masjid menyebutkan dibangun tahun 1936 oleh Raja Kerajaan Tanjung.
 
Masih menurut pengurus masjid, status kepemilikan tanah tapak masjid ini masih merupakan milik dari keluarga Tanjung. Di pekarangan masjid ini terdapat makam para keluarga raja dan ada juga seorang pejuang kemerdekaan Republik Indonesia, Syarifuddin yang setiap tanggal 17 Agustus diadakan acara ziarah ke makam pahlawan tersebut.
 
Masjid Jami' Indrapura.

Namun demikian, Jurnal Ilmiah Teknik Unida Vol. 5 No. 2 Des 2024 menyebutkan bahwa Masjid Jami’ Indrapura didirikan pada tahun 1937 Masehi (1355 Hijriah) dan
merupakan masjid pertama sekaligus tertua di Kabupaten Batu Bara.
 
Masjid ini adalah peninggalan Kesultanan Indrapura pada masa pemerintahan Panglima Besar Tengku Busu Said Ahmad, yang merupakan putra kedua dari Said Osman Syahabuddin, seorang bangsawan Arab, dan Tengku Embung Badariah, putri Kesultanan Siak Sri Indrapura keempat.
 
Masjid Jami' Indrapura.

Arsitektur Masjid Jami’ Indrapura
 
Bangunan masjid ini memiliki luas 27x16 meter persegi, sedangkan luas lahannya mencapai 42x40 meter persegi. Terdiri dari bangunan utama masjid dan satu bangunan menara. Bangunan utama masjid dibangun dengan struktur dan berdinding kayu beratap seng. Atap tunggalnya dilengkapi dengan sebuah kubah bawang berbahan alumunium bediri diatas penopang berdenah sedi delapan.
 
Bangunan menaranya dibangun dari beton berdenah segi delapan dengan landasan berdenah segi empat, puncak menara dilengkapi dengan kubah bewarna hijau tanpa balkon namun ada celah untuk menempatkan pengeras suara.
 
Interior Masjid Jami' Indrapura.

Aktivitas Masjid
 
Kegiatan rutin masjid meliputi Pemberdayaan Zakat, Infaq, Shodaqoh dan Wakaf, penyelenggarakan kegiatan pendidikan (TPA, Madrasah, Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat), Menyelenggarakan Pengajian Rutin, Menyelenggarakan Dakwah Islam/Tabliq Akbar, Menyelenggarakan Kegiatan Hari Besar Islam, Menyelenggarakan Sholat Jumat, Menyelenggarakan Ibadah Sholat Fardhu
 
Badan Kemakmuran Masjid Jami Indrapura juga mengelola Raudhatul athfal (RA) Al-Kautsar, Akreditasi C dan Madrasah Diniyah Takmiliyah awaliiyah Al-kautsar.
 
Follow & Like akun Instagram kami di @masjidinfo dan @masjidinfo.id
🌎 gudang informasi masjid di Nusantara dan mancanegara.
------------------------------------------------------------------
 
Baca Juga
 
 
Rujukan
 
Jurnal Ilmiah Teknik Unida Vol. 5 No. 2 Des 2024


Sabtu, 22 Maret 2025

Masjid Jami’ Ambon

Masjid Jami' Ambon.

Masjid Jami' Ambon merupakan salah satu masjid tertua di kota Ambon sekaligus menjadi bangunan ikonik sejarah Islam dan sejarah kota Ambon yang tetap dipertahankan bentuk aslinya sejak dibangun hingga saat ini. Faktor sejarah pula yang menjadi salah satu alasan mengapa masjid ini tetap dipertahankan meskipun disebelahnya telah dibangun masjid yang lebih besar yakni Masjid Raya Al Fatah.
 
Masjid Jami Ambon tetap digunakan untuk sholat berjama’ah sehari hari meskipun setelah pendirian Masjid Al-Falah. Namun karena lokasinya yang bersebelahan maka untuk sholat Jum’at dipusatkan di Masjid Raya Al-Fatah.
 
Masjid Jami’ Ambon
Jl. Sultan Babullah Kel Honipopu, Sirimau, Kota Ambon, Maluku
 

Bangunan masjid Jami Ambon yang kini berdiri merupakan bangunan yan g dibangun sejak tahun 1936 hingga 1940 dan sudah di renovasi 2 kali, namun bentuk asli dari masjid yang dibangun pertama kali tetap terjaga.
 
Sejarah Masjid Jami Ambon
 
Masjid Jami Ambon pertama kali didirikan pada tahun 1860 M di atas tanah wakaf yang diberikan oleh seorang janda bernama Kharie. Pembangunannya dipimpin oleh H. Abdul Kadir Hatala. Saat itu masjid ini berupa bangunan semi permanen beratap rumbia dengan tiang dan dinding kayu.
 
H. Abdul Kadir Hatala kemudian menjadi imam pertama masjid ini, Setelah wafat, beliau digantikan oleh H Ahmad Hatala, yang merupakan adiknya. Dan kemudian setelah Ahmad Hatala juga meninggal, jabatan imam diganti dengan Haji Ahmad Oei.
 
Masjid Jami' Ambon (kiri) dan Masjid Raya Al-Fatah (kanan) yang dibangun kemudian. Kedua masjid ini masih difungsikan sebagaimana biasa kecuali untuk sholat Jum'at dan sholat dua hari raya dipusatkan di Masjid Raya Al-Fatah.

Pada tahun 1898 atau 36 tahun setelah dibangun, bangunan masjid awal tersebut tidak lagi mampu menampung jemaah yang terus bertambah, maka dibangun lah bangunan masjid baru yang lebih besar dengan atap seng.
 
Pada tahun 1933, kota Ambon dilanda banjir akibat meluapnya Sungai Wai Batu Gajah. Sedemikian dahsyatnya banjir tersebut sehingga menghanyutkan rumah-rumah penduduk di kiri dan kanan sungai tersebut. Termasuk masjid yang berbentuk semi permanen ini, ikut hancur pula diterjang banjir bandang.
 
Bangunan Masjid Modern dibangun
 
Pembangunan kembali masjid baru yang bangunannya lebih permanen, dilaksanakan pada tahun 1936 dengan dana yang bersumber dari swadaya murni masyarakat muslim Pulau Ambon. Pembangunannya melibatkan tukang asal Padang bernama Zainudin Wiwih. Pembangunan masjid baru tersebut dirampungkan pada tahun 1940, menjelang masuknya tentara Jepang ke Indonesia.
 
Pada masa itu, masjid Jami berada diatas sebidang tanah curam. Jembatan dan jalan yang ada saat ini berada dibawahnya. Setelah ditimbun barulah seperti saat ini. Masjid Jami adalah yang kedua di Kota Ambon, setelah masjid Hatukau di Batu Merah, yang saat ini bernama masjid An-Nur. Lokasi sekitar Masjid Jami dulunya ditumbuhi pepohonan dan bambu.

Masjid Jami' Ambon sekitat tahun 1970-an.
 
Zainudin membangun Masjid Jami Ambon, setelah berhasil menyelesaikan masjid Kailolo di Maluku Tengah. Zainudin merupakan orang yang sangat berjasa dalam proses pembangunan Masjid Jami. Dibantu masyarakat, Masjid Jami kembali diisi oleh warga untuk melaksanakan sholat berjamah. Karena pada saat itu, hanya Masjid  Agung An'Nur Negeri Hatukau (Batumerah) dan Masjid Jami yang mempunyai kapasitas daya tampung untuk sholat berjamaah.
 
Menjelang berakhirnya Pemerintahan Kolonial Belanda di Maluku, tentara Belanda yang bersiap menghadapi kedatangan balatentara Jepang dengan cara membuka keran minyak yang berada di sebelah hulu Sungai Wai Batu Gajah sehingga permukaan sungai digenangi oleh minyak yang terbakar. Akibatnya, masjid itu pun turut terbakar. Namun, umat Islam di Ambon segera membangun kembali masjid yang terbakar itu,
 
Masjid Jami’ Ambon selamat dari bom sekutu dimasa perang dunia kedua, manakala pasukan sekutu membombardir kota Ambon, meskipun bangunan disekitar masjid ini porak poranda dihantam bom masjid ini tetap utuh.
 
Begitu pula ketika pecah pemberontakan kaum separatis RMS (Republik Maluku Selatan), mereka pernah pula seenaknya memasuki bangunan suci umat Islam itu dan menangkap empat orang yang berada di dalamnya, termasuk seorang khatib masjid.

Masjid Jami Ambon dipotret sekitar tahun 1970-an (Forman, Harrison). Suasana kota yang belum seramai saat ini, Jalan Sultan Babullah didepan masjid masih berupa jalan tanah dan tanah kosong disamping masjid kini berdiri Masjid Raya Al-Fatah.
 
Masjid yang terletak di dekat sungai dan menghadap ke tepi laut, pernah mengalami kerusakan akibat diterjang ombak danbadai. Sampai kini, Masjid Jami Ambon menjadi salah satu tempat berkunjung wisatawan karena perannya yang bersejarah itu, terutama kaum muslimin yang berkunjung ke kota Ambon, pasti menyempatkan shalat di masjid ini.
 
Tahun 2004 masjid ini direnovasi dengan melakukan penggantian lantai masjid, atap, menara, dan juga kubah masjid, tanpa merubah bentuk aslinya.
 
Pengelolaan Masjid
 
Sejak tahun 1940, Masjid Jami Ambon dikelola oleh sebuah yayasan yang baru dibentuk pada tahun itu juga. Di samping untuk shalat Jumat, shiolat dua hari raya, dan shalat lima waktu, Masjid Jami Ambon ini juga dimakmurkan dengan berbagai kegiatan keagamaan
 
Karena daya tampung masjid belum memadai, sementara jumlah jamaah semakin membludak maka pengurus masjid mengusahakan untuk memperluas bangunan masjid, pada tahun 1960 Penguasa Perang Daerah Maluku menghibahkan lahan tanah yang letaknya berdekatan dengan masjid.

Masih asli. Dapat langsung dibandingkan foto masjid ini dimasa kini dengan foto sebelumnya, tidak ada perubahan berarti pada bangunan masjid ini.

Namun, kerena masjid ini memiliki sejarah khusus kemudian diputuskan untuk membangun masjid baru (yang kini dikenal sebagai Masjid Raya Al-Falah)  dengan ukuran lebih besar dilahan hibah tersebut tanpa mengusik bangunan asli Masjid Jami’ Ambon
 
Arsitektur Masjid Jami Ambon
 
Masjid yang kemudian menjadi cikal bakal berdirinya Masjid Raya Alfatah, terdiri dari 9 pintu utama berukuran panjang 3 meter dengan lebar skeitar 2 meter. Enam pintu utama berjejar dari samping kiri dan kanan bangunan masjid. Sementara tiga lainya menghadap depan.
 
Ada 36 jendela kecil berbentuk kerucut (kubah) dipasang mengelilingi badan masjid. Bahan pintu maupun jendela dari kayu linggua dan kayu kani. Kedua jenis kayu diyakini tahan lama diantara jenis lainya. Juga terdapat dua kubah didepan pintu masuk, dengan tinggi sekitar 7-8 meter.
 
Mimbar Pemberian Bung Hatta
 
Mimbar asli Masjid Jami’ Ambon merupakan pemberian dari wakil Presiden Muhammad Hatta saat melakukan kunjungan pertama ke Ambon, tahun 1953. Namun setelah itu, mimbar tersebut diberikan ke Masjid Jami Tulehu.
 

Masjid Jami Ambon ditahun 1981

Gotong Royong Masyarakat Muslim dan Kristen
 
Dalam proses berdirinya, Umat Muslim dan Kristen secara bergotong royong menyelesaikanya. Tahun 1933 masyarakat Muslim dan Kristen tinggal dan berbaur, terutama disekitaran Silale. Masyarakat Kristen yang lebih banyak membantu pada saat itu berasal Negri Latuhalat dan Amahusu. Selain yang sudah menetap di Silale. Masyarakat Kristen membantu, baik dengan tenaga maupun bantuan makan dan minuman.
 
“Dulu di daerah Silale itu dihuni oleh orang Kristen seluruhnya. Jadi orang angkat pasir dari pantai ke lokasi pembangunan masjid, itu orang Kristen memberikan minuman-minuman (air) dan sebagainya. Ada yang datang dari Latuhalat, terutama Amahusu dan Benteng.
 
Tegel Lantai dari Italia
 
Sempat terjadi gejolak soal perbaikan lantai Masjid Jami yang dinilai sudah tidak layak lagi digunakan sebagai tempat sujud, belum lama ini. Banyak batangan tehel berukuran 20 x 40 cm yang telah rusak. Olehnya itu perlu diganti dengan tehel yang baru. Namun sebagian pengurus Masjid Jami menolak untuk dilakukan perbaikan. Mereka kuathir keaslian lantai akan pudar, jika tehel yang berasal dari Italia tahun 1933 itu diganti.

Masjid Jami' Ambon.

Tehel dari Italia itu merupakan usaha sendiri dari sang Tukang Zainudin. Namun atas berbagai pertimbangan, akhirnya tehel yang berwarna kuning kecoklatan ini dibongkar dan digantikan dengan tehel berukuran sedikit besar yang merupakan sumbangan dari seorang dermawan.  Beruntung tehel yang terpasang di 4 Tiang utama yang juga berasal dati negri Pizza ini masih tetap dipertahankan. Tehel untuk tiang ini, bercorak putih kebiruan.
 
Tehel Italia yang dulunya menutupi seluruh lantai masjid Jami itu, kini masih tersisa sekitar 5 meter, yang berada ditengah-tengah luas areal dalam lantai Masjid. Sebagian bahan luar negri yang masih ada, itu tetap akan dijaga sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari sejarah berdirinya Masjid Jami.
 
Disinggahi Buya Hamka
 
Masjid Jami memiliki banyak sejarah. Selain arsitektur bangunan yang masih tetap dipertahankan, Masjid ini juga pernah menjadi tempat persinggahan Ulama terkemuka, Buya Hamkah dalam perjalanan Dakwahnya. Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) pertama ini datang ke Kota Ambon sebelum didirikanya masjid raya Alfatah.
 
Follow & Like akun Instagram kami di @masjidinfo dan @masjidinfo.id
🌎 gudang informasi masjid di Nusantara dan mancanegara.
------------------------------------------------------------------
 
Baca Juga
 
 
Rujukan