Halaman

Minggu, 23 Juni 2019

Menjejak Islam di Bhutan

Kerajaan Bhutan dikenal sebagai kerajaan Budha di sisi timur pegunungan Himalaya berbatasan dengan China di Utara dan India di Selatan. Kerajaan ini memiliki alam yang masih perawan dan mempesona dan kehidupan tradisional yang kuat hingga kerap kali digelari sebagai Kerajaan Shangri-La terahir di bumi.

Bhutan; The Last Shangri-La Kingdom

Bhutan merupakan salah satu dari sedikit Negara asia yang masih berbentuk kerajaan, bahkan bisa jadi menjadi satu satunya kerajaan yang masih eksis di bumi dengan tatanan tradisionalnya yang masih sangat kental. Modernisasi nyaris tak menyentuh kerajaan ini, namun penduduknya terkenal sebagai rakyat yang paling bahagia di Asia dan dunia. Indeks pembangunan negaranya didasarakan kepada indeks Gross National Happiness yang takkan ditemukan di GBHN Negara lain.

Wilayah kerajaannya terhimpit diantara India dan Tibet (yang kini dikuasai China). India menjadi satu satunya pintu masuk dan keluar dari Bhutan melalui kota Phuentsholing yang berbatasan langsung dengan kota Jaigaon di provinsi Benggala Barat, India. Perbatasan mereka di utara dengan Tibet sudah lama ditutup rapat sejak Tibet di kuasai China dan berujung sengketa perbatasan antara Bhutan dengan China.

Karena posisi strategisnya kota Phuentsholing menjadi ibukota perdagangan bagi Bhutan, bank Negara bahkan berkantor di kota itu. Gerbang perbatasan Bhhutan dan kantor imigrasi kedua Negara berdiri disana, meski penduduk kedua Negara memiliki hak istimewa dalam melintasi perbatasan, berbeda dengan pengunjung dari Negara lain yang harus mengurus izin yang cukup rumit untuk bisa masuk ke wilayah Bhutan.

Kehidupan masyarakat begitu kental dengan dogma agama Budha sebagai agama resmi Negara dan mereka sangat menghormati raja dan keluarganya. Alam mereka masih perawan, dengan landscape pegunungan Himalaya timur yang memukau, kehidupan sederhana pedesaan dapat ditemukan dibagian manapun Negara ini yang terkenal dengan ribuan kuil kuil kuno bertebaran dari puncak gunung hingga dinding dinding batu terjal pegunungan.

wilayah Kerajaan Bhutan berada diperbatasan antara China dan India.
Keindahan panorama kerajaan ini dipadu dengan kehidupan tradisional penduduknya tak pelak memuatnya mendapatkan julukan dengan berbagai nama negeri dongeng. Bhutan sendiri secara harpiah bermakna “Negeri Naga Petir’ sedangkan penduduknya menyebut Negara mereka “Rakyatnya menyebut kerajaan mereka sebagai “Druk Yul” yang berarti “Negeri Naga”, kamu akan dengan mudah menemukan gambar naga di bendera dan lambang kerajaannya. Dan diantara para pengelana dan pengembara tak segan segan menyebut Kerajaan Bhutan sebagai “The Last Shangri-La Kingdom” atau “Kerajaan Shangri-La terahir”

Angin perubahan di negeri Naga Petir

Raja Jigme Singye Wangchuk menjadi raja Bhutan terahir yang berkuasa dengan kekuasaan mutlak sebagai raja pemegang tampuk kepala Negara sekaligus kepala pemerintahan. Namun secara mengejutkan beliau mengumumkan akan melepaskan jabatannya di tahun 2008, tak hanya itu, beliau juga berencana memangkas kekuasaan absolut raja, membuka jalan bagi pemilihan umum untuk memilih perdana menteri dan DPR sebagai penggerak roda pemerintahan.

Keputusan yang diumumkannya di hadapan 8.000 penggembala hewan yak, biksu, petani, dan siswa pedesaan pada 18 Desember 2005 dan disebarkan melalui harian Kuensel itu justru menuai keberatan dari rakyatnya yang mengkhawatirkan akan terjadinya praktek KKN oleh para pejabat dikemudian hari. Nyatanya, Dasho Jigme Khesar Namgyal Wangchuck, benar benar menyerahkan kekuasaan kepada putra tertuanya yang masih bujangan ditahun 2006.

Raja Jigme Singye Wangchuk sudah menjadi raja sejak usia 17 tahun menggantikan ayahandanya yang wafat di tahun 1972 sangat dicintai rakyatnya dan senantiasa hidup sederhana bersama ke empat istrinya, lebih suka tinggal di rumah kayu khas Bhutan ketimbang tinggal di Istana kerajaan di dalam benteng, tak pernah menjelaskan alasannya mundur dari kekuasannya sebagai raja yang harusnya berkuasa seumur hidup.

Thimpu, ibukota dan kota terbesar di Bhutan. Gedung tertinggi di foto itu adalah pusat pemerintahan Bhutan.
Dasho Jigme Khesar Namgyal Wangchuck kini memerintah kerajaan Bhutan yang sudah mulai menerapkan sistim demokrasi yang di inisiasi oleh ayahnya. Raja baru ini baru menemukan permasurinya di tahun 2011, pernikahan mereka menjadi Royal Weding yang menginspirasi kebahagiaan seisi negeri, foto pernikahan mereka bahkan diabadikan dalam uang kertas 100 ngultrum Bhutan.

Seperti Apakah Kerajaan Bhutan

Kerajaan Bhutan adalah salah satu dari sedikit Negara di dunia yang benar benar tidak pernah mengalami penjajahan oleh bangsa asing sepanjang sejarahnya. Wilayah mereka bahkan tak sempat tersentuh oleh silih bergantinya emperium besar yang pernah berkuasa di India maupun di China. Dinasti Islam Mughal yang merupakan dinasti Islam terbesar yang pernah berkuasa di hampir seluruh wilayah anak benua India itu pun, wilayahnya tak sampai menyentuh wilayah Bhutan.

Secara geografis, Bhutan hanya bertetangga dengan Tibet (China) di Utara dan India disebelah selatan. Muka buminya di dominasi pegunungan, mulai dari rata rata ketinggian 200 meter dari permukaan laut di sebagian selatan negaranya hingga ke ketinggian 7000 meter dari permukaan laut di bagian utara-nya yang merupakan sisi timur Himalaya. Tak salah bila menyebut kerajaan ini sebagai kerajaan gunung atau bahkan ada yang menjulukinya sebagai salah satu negeri diatas awan.

Luas keseluruhan wilayahnya hanya 38.394 km2 atau setara dengan luas daratan provinsi Sulawesi Tenggara (38.067 km2). Sedangkan jumlah penduduknya sebanyak 727.145 (tahun 2017) jiwa atau sekitar 20% lebih sedikit dibandingkan seluruh penduduk di provinsi Papua Barat (915.400 jiwa)

Gangkar Puensum (7,570mdpl) di Dochula pass merupakan puncak tertinggi di Bhutan. Gunung ini terkenal sebagai gunung yang belum pernah ditaklukkan manusia pendaki manapun.
Penduduknya diwajibkan menggunakan busana tradisional dalam kehidupan mereka sehari hari. Orang asing tidak dapat berkunjung ke Bhutan melalui agen wisata yang ditunjuk oleh pemerintah dengan prosedur yang cukup rumit dan tidak dapat bebas berkelana sesuka hati kecuali ketempat tempat yang sudah diatur. Budha Vajrayana yang dianut oleh 74.8% penduduk merupakan agama resmi satu satunya yang diakui oleh Negara, disusul kemudian oleh Hindu (22,6%) yang menjadi minoritas utama di Negara itu. Ajaran Budha memang sudah dikenal oleh masyarakat Bhutan sejak abad ke 7 Miladiyah.

Adakah Muslim di Bhutan?

Sedikit sekali informasi yang tersedia mengenai keberadaan muslim di Bhutan. Kebijakan negaranya yang semi tertutup turut andil kepada kurangnya informasi menyangkut hal itu.   Menurut Adherents,com, muslim di Bhutan mencapai 5%. Sedangkan CIA factbook mengklaim bahwa ummat islam di Bhutan hanyalah kurang dari 1% dari total penduduknya di tahun 2009. Sedangkan lembaga riser Pew Reseach Centre memperkirakan bahwa muslim di Bhutan ada sekitar 1% atau sekitar 7000 jiwa dari keseluruhan penduduk negara terebut.

Perkembangan Islam di Bhutan cukup menarik bila mencermati data dari Pew Reseach Forum  yang menyebutkan bahwa pada 1990 terdapat sekitar 6.000 Muslimin di Bhutan. Kemudian, pada 2010 meningkat menjadi 7.000 jiwa dan pada 2030, diprediksi akan meningkat menjadi 9.000 jiwa.

Merujuk kepada republika, perkembangan Islam di Bhutan cukup sulit mengingat kebijakan Negara yang melarang dakwah Islam di wilayah Negara itu. Ditambah lagi dengan buruknya citra yang dimunculkan oleh media (barat) berdampak buruk terhadap pandangan masyarakat setempat terhadap Islam.

Haa Valey atau lembah Haa, salah satu landscape Bhutan yang menawan.
Menurut US Library of Congress, komunitas Muslim Bhutan baru mulai terlihat eksis pada 1989. Angkanya sangat kecil dan tak banyak mendapatkan hak kebebasan beragama. Sebagai negara yang menjadikan Buddha sebagai agama resmi negara, Bhutan tak banyak menerapkan kebebasan beragama bagi rakyatnya. Namun seiring dengan mulai diterapkannya sistim demokrasi, Bhutan mulai mengakui keberadaan agama Hindu disana sedangkan pemeluk agama lainnya termasuk Muslim Bhutan masih harus berjuang untuk mendapatkan pengakuan resmi dari Kerajaan.

Meski Islam tak diakui, bukan berarti Islam dilarang. Muslimin hidup sebagaimana rakyat Bhutan pada umumnya. Mereka memiliki hak sebagai warga negara serta memiliki hak untuk bekerja. Tradisi vegetarian masyarakat Bhutan justru memudahkan muslim disana mendapatkan makanan halal.

Baiknya tatanan masyarakat yang sudah berabad abad hidup taat pada raja di kehidupan tradisional, ditambah lagi dengan kebijakan pemerintahnya yang telah sejak lama secara resmi melarang peredaran tembakau dan kebijakan lain yang sejalan dengan ajaran Islam justru menjadi nilai tambah tersendiri bagi kehidupan muslim di Bhutan. Sehingga secara umum Muslim di Bhutan dapat menjalani kehidupan mereka dengan nyaman.

Namun demikian, dengan tidak diakuinya Islam oleh kerajaan berdampak langsung kepada tidak adanya organisasi induk yang mengayomi muslim disana, tidak ada lembaga verifikasi halal ataupun lembaga lembaga Islam lainnya yang menopang kehidupan muslim disana apalagi untuk mendirikan lembaga dakwah yang memang secara jelas dakwah Islam dilarang dinegara itu, dan sepertinya kebijakan itu juga berlaku bagi semua agama lain nya.***

Selanjutnya “Apakah Ada Masjid di Bhutan?”

------------------------------------------------------------------
Follow & Like akun Instagram kami di @masjidinfo dan @masjidinfo.id
🌎 gudang informasi masjid di Nusantara dan mancanegara.
------------------------------------------------------------------

Baca Juga


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Dilarang berkomentar berbau SARA