Bhutan; The Last
Shangri-La Kingdom
Bhutan merupakan salah satu dari
sedikit Negara asia yang masih berbentuk kerajaan, bahkan bisa jadi menjadi
satu satunya kerajaan yang masih eksis di bumi dengan tatanan tradisionalnya
yang masih sangat kental. Modernisasi nyaris tak menyentuh kerajaan ini, namun
penduduknya terkenal sebagai rakyat yang paling bahagia di Asia dan dunia.
Indeks pembangunan negaranya didasarakan kepada indeks Gross National Happiness
yang takkan ditemukan di GBHN Negara lain.
Wilayah kerajaannya terhimpit
diantara India dan Tibet (yang kini dikuasai China). India menjadi satu satunya
pintu masuk dan keluar dari Bhutan melalui kota Phuentsholing yang berbatasan
langsung dengan kota Jaigaon di provinsi Benggala Barat, India. Perbatasan
mereka di utara dengan Tibet sudah lama ditutup rapat sejak Tibet di kuasai
China dan berujung sengketa perbatasan antara Bhutan dengan China.
Karena posisi strategisnya kota Phuentsholing
menjadi ibukota perdagangan bagi Bhutan, bank Negara bahkan berkantor di kota
itu. Gerbang perbatasan Bhhutan dan kantor imigrasi kedua Negara berdiri
disana, meski penduduk kedua Negara memiliki hak istimewa dalam melintasi
perbatasan, berbeda dengan pengunjung dari Negara lain yang harus mengurus izin
yang cukup rumit untuk bisa masuk ke wilayah Bhutan.
Kehidupan masyarakat begitu
kental dengan dogma agama Budha sebagai agama resmi Negara dan mereka sangat
menghormati raja dan keluarganya. Alam mereka masih perawan, dengan landscape
pegunungan Himalaya timur yang memukau, kehidupan sederhana pedesaan dapat
ditemukan dibagian manapun Negara ini yang terkenal dengan ribuan kuil kuil
kuno bertebaran dari puncak gunung hingga dinding dinding batu terjal pegunungan.
wilayah Kerajaan Bhutan berada diperbatasan antara China dan India. |
Keindahan
panorama kerajaan ini dipadu dengan kehidupan tradisional penduduknya tak pelak
memuatnya mendapatkan julukan dengan berbagai nama negeri dongeng. Bhutan
sendiri secara harpiah bermakna “Negeri Naga Petir’ sedangkan penduduknya
menyebut Negara mereka “Rakyatnya menyebut kerajaan mereka sebagai “Druk Yul”
yang berarti “Negeri Naga”, kamu akan dengan mudah menemukan gambar naga di
bendera dan lambang kerajaannya. Dan diantara para pengelana dan pengembara tak
segan segan menyebut Kerajaan Bhutan sebagai “The Last Shangri-La Kingdom” atau
“Kerajaan Shangri-La terahir”
Angin perubahan di negeri Naga Petir
Raja Jigme Singye Wangchuk
menjadi raja Bhutan terahir yang berkuasa dengan kekuasaan mutlak sebagai raja
pemegang tampuk kepala Negara sekaligus kepala pemerintahan. Namun secara
mengejutkan beliau mengumumkan akan melepaskan jabatannya di tahun 2008, tak
hanya itu, beliau juga berencana memangkas kekuasaan absolut raja, membuka
jalan bagi pemilihan umum untuk memilih perdana menteri dan DPR sebagai
penggerak roda pemerintahan.
Keputusan yang diumumkannya di
hadapan 8.000 penggembala hewan yak, biksu, petani, dan siswa pedesaan pada 18
Desember 2005 dan disebarkan melalui harian Kuensel itu justru menuai keberatan
dari rakyatnya yang mengkhawatirkan akan terjadinya praktek KKN oleh para
pejabat dikemudian hari. Nyatanya, Dasho Jigme Khesar Namgyal Wangchuck, benar
benar menyerahkan kekuasaan kepada putra tertuanya yang masih bujangan ditahun
2006.
Raja Jigme Singye Wangchuk sudah
menjadi raja sejak usia 17 tahun menggantikan ayahandanya yang wafat di tahun
1972 sangat dicintai rakyatnya dan senantiasa hidup sederhana bersama ke empat
istrinya, lebih suka tinggal di rumah kayu khas Bhutan ketimbang tinggal di
Istana kerajaan di dalam benteng, tak pernah menjelaskan alasannya mundur dari
kekuasannya sebagai raja yang harusnya berkuasa seumur hidup.
Thimpu, ibukota dan kota terbesar di Bhutan. Gedung tertinggi di foto itu adalah pusat pemerintahan Bhutan. |
Dasho Jigme Khesar Namgyal
Wangchuck kini memerintah kerajaan Bhutan yang sudah mulai menerapkan sistim
demokrasi yang di inisiasi oleh ayahnya. Raja baru ini baru menemukan
permasurinya di tahun 2011, pernikahan mereka menjadi Royal Weding yang
menginspirasi kebahagiaan seisi negeri, foto pernikahan mereka bahkan
diabadikan dalam uang kertas 100 ngultrum Bhutan.
Seperti Apakah
Kerajaan Bhutan
Kerajaan Bhutan adalah salah satu
dari sedikit Negara di dunia yang benar benar tidak pernah mengalami penjajahan
oleh bangsa asing sepanjang sejarahnya. Wilayah mereka bahkan tak sempat
tersentuh oleh silih bergantinya emperium besar yang pernah berkuasa di India
maupun di China. Dinasti Islam Mughal yang merupakan dinasti Islam terbesar
yang pernah berkuasa di hampir seluruh wilayah anak benua India itu pun,
wilayahnya tak sampai menyentuh wilayah Bhutan.
Secara geografis, Bhutan hanya
bertetangga dengan Tibet (China) di Utara dan India disebelah selatan. Muka
buminya di dominasi pegunungan, mulai dari rata rata ketinggian 200 meter dari
permukaan laut di sebagian selatan negaranya hingga ke ketinggian 7000 meter
dari permukaan laut di bagian utara-nya yang merupakan sisi timur Himalaya. Tak
salah bila menyebut kerajaan ini sebagai kerajaan gunung atau bahkan ada yang
menjulukinya sebagai salah satu negeri diatas awan.
Luas keseluruhan wilayahnya hanya
38.394 km2 atau setara dengan luas daratan provinsi Sulawesi Tenggara (38.067
km2). Sedangkan jumlah penduduknya sebanyak 727.145 (tahun 2017) jiwa atau
sekitar 20% lebih sedikit dibandingkan seluruh penduduk di provinsi Papua Barat
(915.400 jiwa)
Gangkar Puensum (7,570mdpl) di Dochula pass merupakan puncak tertinggi di Bhutan. Gunung ini terkenal sebagai gunung yang belum pernah ditaklukkan manusia pendaki manapun. |
Penduduknya diwajibkan
menggunakan busana tradisional dalam kehidupan mereka sehari hari. Orang asing
tidak dapat berkunjung ke Bhutan melalui agen wisata yang ditunjuk oleh
pemerintah dengan prosedur yang cukup rumit dan tidak dapat bebas berkelana
sesuka hati kecuali ketempat tempat yang sudah diatur. Budha Vajrayana yang
dianut oleh 74.8% penduduk merupakan agama resmi satu satunya yang diakui oleh
Negara, disusul kemudian oleh Hindu (22,6%) yang menjadi minoritas utama di
Negara itu. Ajaran Budha memang sudah dikenal oleh masyarakat Bhutan sejak abad
ke 7 Miladiyah.
Adakah Muslim di
Bhutan?
Sedikit sekali informasi yang
tersedia mengenai keberadaan muslim di Bhutan. Kebijakan negaranya yang semi
tertutup turut andil kepada kurangnya informasi menyangkut hal itu. Menurut Adherents,com, muslim di Bhutan mencapai
5%. Sedangkan CIA factbook mengklaim bahwa ummat islam di Bhutan hanyalah
kurang dari 1% dari total penduduknya di tahun 2009. Sedangkan lembaga riser
Pew Reseach Centre memperkirakan bahwa muslim di Bhutan ada sekitar 1% atau
sekitar 7000 jiwa dari keseluruhan penduduk negara terebut.
Perkembangan Islam di Bhutan
cukup menarik bila mencermati data dari Pew Reseach Forum yang menyebutkan bahwa pada 1990 terdapat
sekitar 6.000 Muslimin di Bhutan. Kemudian, pada 2010 meningkat menjadi 7.000
jiwa dan pada 2030, diprediksi akan meningkat menjadi 9.000 jiwa.
Merujuk kepada republika,
perkembangan Islam di Bhutan cukup sulit mengingat kebijakan Negara yang
melarang dakwah Islam di wilayah Negara itu. Ditambah lagi dengan buruknya
citra yang dimunculkan oleh media (barat) berdampak buruk terhadap pandangan
masyarakat setempat terhadap Islam.
Haa Valey atau lembah Haa, salah satu landscape Bhutan yang menawan. |
Menurut US Library of Congress,
komunitas Muslim Bhutan baru mulai terlihat eksis pada 1989. Angkanya sangat
kecil dan tak banyak mendapatkan hak kebebasan beragama. Sebagai negara yang
menjadikan Buddha sebagai agama resmi negara, Bhutan tak banyak menerapkan
kebebasan beragama bagi rakyatnya. Namun seiring dengan mulai diterapkannya
sistim demokrasi, Bhutan mulai mengakui keberadaan agama Hindu disana sedangkan
pemeluk agama lainnya termasuk Muslim Bhutan masih harus berjuang untuk
mendapatkan pengakuan resmi dari Kerajaan.
Meski Islam tak diakui, bukan
berarti Islam dilarang. Muslimin hidup sebagaimana rakyat Bhutan pada umumnya.
Mereka memiliki hak sebagai warga negara serta memiliki hak untuk bekerja.
Tradisi vegetarian masyarakat Bhutan justru memudahkan muslim disana
mendapatkan makanan halal.
Baiknya tatanan masyarakat yang
sudah berabad abad hidup taat pada raja di kehidupan tradisional, ditambah lagi
dengan kebijakan pemerintahnya yang telah sejak lama secara resmi melarang
peredaran tembakau dan kebijakan lain yang sejalan dengan ajaran Islam justru
menjadi nilai tambah tersendiri bagi kehidupan muslim di Bhutan. Sehingga
secara umum Muslim di Bhutan dapat menjalani kehidupan mereka dengan nyaman.
Namun demikian, dengan tidak
diakuinya Islam oleh kerajaan berdampak langsung kepada tidak adanya organisasi
induk yang mengayomi muslim disana, tidak ada lembaga verifikasi halal ataupun
lembaga lembaga Islam lainnya yang menopang kehidupan muslim disana apalagi
untuk mendirikan lembaga dakwah yang memang secara jelas dakwah Islam dilarang
dinegara itu, dan sepertinya kebijakan itu juga berlaku bagi semua agama lain
nya.***
Selanjutnya “Apakah Ada Masjid di Bhutan?”
------------------------------------------------------------------
🌎 gudang informasi masjid di Nusantara
dan mancanegara.
------------------------------------------------------------------
Baca Juga
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Dilarang berkomentar berbau SARA