Halaman

Sabtu, 24 Februari 2018

Masjid Camlica Istanbul

Masjid Camlica di puncak Bukit Camlica di kota Istanbul, Turki.

Masjid Camlica adalah Masjid terbesar di Istanbul, Turki dan seluruh kawasan Asia Minor. Disebut dengan nama Masjid Camlica karena memang berada di puncak tertinggi bukit Camlica (Camlica Hill) di kota Istanbul. Rencana pembangunannya diumumkan ke publik pada bulan Mei 2012 oleh perdana menteri Turki Recep Tayyip Erdogan dan disebutnya akan menjadi landmark baru bagi kota Istanbul.

Camlica Hill atau Bukit Camlica berada diperbatasan dengan distrik Üsküdar, di sisi wilayah Anatolia kota Istanbul, dekat dengan jembatan suspensi pertama Istanbul. Bukit Camlica terlihat dari selat Bosphorus dan Laut Marmara, salah satu tempat pavorit di kota Istanbul dan juga merupakan salah satu puncak tertinggi di yang paling menawan diseluruh kota Istanbul.



Bukit Camlica terbadi dua bagian yakni "Büyük Çamlica" dan "Kücük Çamlica", yang berarti “Bukit Besar dan Bukit Kecil. Buyuk Camlica setinggi 267 meter dari permukaaan laut sedangkan Kucuk Camlica setinggi 228 meter dari permukaan laut.

Bila diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia secara harfiah “Camlica” berarti Bukit Cemara (Cam dalam bahasa Turki berarti Cemara). Sejarawan Turki Ismail Hakki Konyali menyebutkan bahwa para pemukim pertama di kawasan itu menanami bukit ini dengan pohon pohon cemara begitu rapat, saking rapatnya pepohonan tersebut, sampai sampai sinar matahari terhalang oleh dedauanan pohon pohon cemara. Selain itu di bukit ini juga tumbuh beraneka macam bunga bunga beraneka warna yang begitu menawan.

Dimasa lalu para Sultan Usmaniyah menaruh perhatian tersendiri kepada bukit Camlica seperti contoh, Sultan Murat IV memerintahkan pembangunan rumah peristirahatan musim panas nya di bukit ini, kemudian Sultan Mehmet IV yang digelari sebagai “sang pemburu” karena kegemarannya berburu, pun, membangun loji perburuannya di bukit ini dan juga memperbaiki tempat pemandian air panas alami di Buyuk Camlica. Dimasa kekuasaan Sultan Selim III bukit Camlica menjadi tempat rekreasi bersama dengan selat Bosphorus dan Kagithane.

Sebelum dibangun masjid Camlica, bukit Camlica tempat masjid ini berada sudah terlebih dahulu memiliki sebuah menara kota yang menjulang, namun kini menara tersebut tampak begitu mungil dibandingkan dengan masjid ini (menara tampak di bagian belakang masjid).

Menariknya lagi, pada masanya, Kaisar Jerman Wilhelm II juga begitu terkesan dengan Bukit ini, sampai sampai beliau menyampaikan keinginannya kepada Sultan Sultan Abdulhamit Han untuk membangun sebuah monumen di bukit tersebut, namun hal itu ditolak dengan halus oleh Sultan mengingat di sana sudah ada makam dari Ivaz Fakih yang sangat dihormati oleh rakyat Turki. Sebagai ganti nya Keiser Wilhelm II kemudian memerintahkan membangun air mancur di pelataran Sultan Ahmet Square sebagai hadiah untuk Sultan.

Gagasan Presiden Erdogan

Berbeda dengan para pendahulunya, Presiden Turki Erdogan membangun masjid dengan ukuran yang tak biasa besarnya di puncak bukit Camlica ini. Sebuah bangunan masjid yang tidak saja menjadi masjid terbesar di kota Istanbul tapi juga masjid terbesar di Turki dan seluruh wilayah Asia kecil.

Bangunan masjid Camlica dibangun dengan gaya arsitektur klasik Turki Usmani dengan ciri utama berupa bangunan tinggi besar, kubah kubah besar di atap masjid dan menara yang menjulang. Dibangun untuk menampung Jemaah sebanyak 37.500 orang sekaligus, dengan ketinggian kubahnya mencapai 72 meter dan tinggi masing masing menaranya mencapai 107.1 meter, masjid Camlica terlihat nyaris dari seluruh bagian kota Istanbul.

Masjid Camlica dan gambar rekaan 3D pada tahapan rancangan. 

Masjid Çamlıca juga dilengkapi dengan berbagai fasilitas termasuk museum, galeri seni, perpustakaan umum, ruang konfrensi serta area parkir underground. Lebih menariknya lagi masjid yang sebegini megah dirancang oleh dua arsitek perempuan yakni Bahar Mızrak dan Hayriye Gül Totu, dan proyek pembangunannya menghabiskan dana sebesar TL 150 juta Lira Turki atau setara dengan ($66.5 juta dolar).

Pembangunan masjid ini tidak saja sebagai tempat ibadah, namun juga bagian dari upaya pemerintah Turki untuk menunjukkan keagungan Negara itu kepada dunia terutama kekuatan ekonomi dibawah pimpinan Erdogan.***

Baca Juga



Sabtu, 17 Februari 2018

Islam di Republik Gabon


Masjid Hassan II di kota Libreville, lokasinya berdiri berada di belakang istana kepresidenan Republik Gabon (bila dipandang dari arah laut). Masjid dengan gaya Maroko ini memang dibangun oleh Kerajaan Maroko pada tahun 1983. Merupakan Masjid terbesar di Gabon dengan kapasitas mencapai 5000 jemaah sekaligus. Raja Maroko Muhammad VI pernah singgah untuk menunaikan sholat di Masjid ini dalam rangkaian kunjungannya resmi nya ke Republik Gabon, Burkina Faso dan Senegal tahun 2005 lalu. (foto dari panoramio)


Apa dan dimanakah Gabon berada ?

Gabon adalah sebuah Negara Republik di pantai barat benua Afrika bagian tengah, bertetangga dengan Guyana Katulistiwa dan Kamerun disebelah utara, Republik Kongo di sebelah timur hingga ke selatan, dan tentu saja sebelah baratnya adalah wilayah pantai sepanjang 810km yang menghadap ke Samudera Atlantik. Gabon adalah bekas jajahan Prancis dan memperoleh kemerdekaanya 17 August 1960. Karenanya bahasa Prancis merupakan bahasa resmi Negara, sedikit sekali penduduknya yang mampu berbahasa Inggris. Republik Gabon ber-Ibukota di Libreville.

Luas Negara Gabon adalah 267,667 km2 berada dalam urutan ke 77 luas Negara di dunia, terdiri dari wilayah daratan seluas 257,667 km2 dan perairan seluas 10,000 km2. Negara ini beriklim tropis, letaknya berada beberapa derajat disebelah selatan garis Katulistiwa kira kira sama seperti letak pulau Jawa terhadap garis Katulistiwa. Titik terendahnya berada di permukaan samudera Atlantik (0 m) dan titik tertingginya berada di puncak gunung Iboundji (1,575 m).

Penduduk nya yang sedikit dengan sumber daya alam yang cukup melimpah, sebagian besar bahkan belum tersentuh, menjadikan Republik Gabon sebagai salah satu Negara Afrika yang paling makmur dan memiliki stabilitas politik yang baik serta membuat Negara ini sebagai salah satu Negara yang mampu menjaga keaslian hutan hujan tropis berikut kekayaan biodiversity-nya.

Islam di Republik Gabon

Merujuk kepada the-world-factbook-cia, penduduk Gabon terdiri dari bebeberapa suku, yakni Suku bantu, termasuk empat kelompok suku utama masing masing adalah Fang,  Bapounou, Nzebi, dan Obamba), lalu ditambah suku suku Afrika dan Eropa, sebanyak 154.000 jiwa termasuk 10,700 orang Prancis dan 11.000 jiwa warga dengan kewarganegaraan ganda.

Islam merupakan agama minoritas di Republik Gabon. 55% hingga 75% penduduk Gabon memeluk agama Kristen disusul penganut Animisme, sedangkan pemeluk Islam kurang 1% dari total penduduk Gabon yang berjumlah 1,608,321 (July 2012). Meski demikian beberapa sumber lain menyebutkan bahwa angka dibawah 1% tersebut sudah lama terlampaui.

Gabon, salah satu Republik di panta barat benua Afrika.

Diperkirakan saat ini ada sekitar 12 persen penduduk Gabon sudah memeluk Islam meskipun disebutkan juga bahwa 80-90% dari jumlah itu adalah orang asing. Lebih lanjut disebutkan bahwa komposisi pemeluk agama di Gabon terdiri dari 70% Kristen (Katholik dan Protestan), 12% Islam, 10% masih menjalanjan kepercayaan tradisional dan 5% sisanya sama sekali tidak beragama.

Kehidupan beragama di Gabon cukup baik. Pemerintah memberikan kebebasan kepada rakyatnya untuk memeluk agama dan keyakinannya masing masing, setidaknya sampai tahun 2007 tidak ada laporan apapun tentang pelanggaran hak atas kebebasan beragama. Meski tidak ada dukungan dana apapun dari pemerintah untuk lembaga lembaga pendidikan swasta baik lembaga pendidikan keagamaan yang di dominasi oleh sekolah Kristen (Katolik dan Protestan) maupun lembaga pendidikan sekuler. Namun pemerintah tetap mewajibkan semua lembaga tersebut untuk mengikuti silabus pendidikan sesuai standar pemerintah.

Secara resmi pemerintah mengakui hari hari besar keagamaan sebagai hari libur nasional termasuk Idul Fitri dan Idul Adha. Televisi nasional milik pemerintah juga menyediakan jam tayang gratis bagi para tokoh agama untuk menyiarkan agama mereka masing masing, termasuk bagi tokoh muslim disana. Meskipun sempat ada keluhan dari kelompok denominasi Protestan yang menuduh stasiun televisi pemerintah tidak adil dalam menerapkan jam tayang gratis yang dimasa lalu pemerintah dan militer lebih mengutamakan Katholik dan Islam.

foto mantan presiden Omar Bonggo


Perkembangan Islam di Gabon cukup baik. Ber-Islamnya presiden Gabon kedua Omar Bonggo sejak tahun 1973 tentunya turut memberikan pengaruh bagi perkembangan Islam di Negara tersebut baik langsung ataupun tidak langsung. Keluhan yang disampaikan oleh perwakilan Protestan terkait hak tayang gratis di saluran televisi nasional negara tersebut yang dinilainya lebih condong kepada ummat Katholik dan Islam menunjukkan bahwa Islam bersama Katholik memang mendapatkan ‘sesuatu’ dari penguasa pemerintahan dan militer setempat.


Pada bulan Juni tahun 2004 yang lalu untuk pertama kalinya diselenggarakan Konfrensi Nasional Muslim Gabon di Ibukota Negara, Libreville, dibuka oleh Presiden Majelis Tinggi Islam Gabon (Supreme Council for Islamic Affairs of Gabon - CSAIG) Ali Bonjo dan turut dihadiri oleh Uskup Agung Lebreville serta Pimpinan Gereja Anglican setempat. Konfrensi Nasional Muslim Gabon pertama tersebut mengusung tema ‘United for the sake of a flourishing and tolerant Islam’ atau dalam bahasa Indonesia nya “Bersatu Untuk Perkembangan Islam dan Toleransi”.

Perhelatan nasional tersebut merupakan hal yang positif bagi ukhuwah Islamiah, tak kurang 34 komunitas Muslim dari berbagai daerah di Republik Gabon turut serta dalam konfrensi tersebut dan turut menandatangan nota kesepakatan untuk senantiasa melakukan koordinasi dalam setiap langkah kerja. Di dalam struktur Majelis Tinggi Islam Gabon. Presiden Gabon, Haji Ali Bonggo Ondimba sendiri bertindak sebagai Penasehat khusus, sedangkan jabatan Chaiman sekaligus sebagai imam Besar Gabon dijabat oleh Ismael Oceni Ossa.

Dipimpin Presiden Mualaf

Setelah merdeka dari Prancis di tahun 1960, Gabon dipimpin oleh presiden pertamanya bernama Gabriel Léon M'ba. Di bulan Februari 1964 Jean-Hilaire Aubame melakukan kudeta terhadap pemerintahan Léon M'ba meski kekuasaanya tak berlangsung lama karena di intervensi oleh pemerintah Prancis. Léon M'ba menjabat sebagai presiden Gabon hingga wafat karena penyakit kanker di bulan November 1967 dan digantikan posisinya oleh wakil presiden Albert-Bernard Bongo yang dikemudian hari masuk Islam dan mengganti namanya menjadi Haji Omar Bonggo Ondimba atau lebih dikenal sebagai Omar Bonggo.

Albert-Bernard Bongo atau Haji Omar Bonggo Ondimba menjadi salah satu kepala Negara dengan masa jabatan terlama di dunia. Beliau mendominasi kekuasaan politik Negara Gabon selama empat dekade (1967-2009), sebelum menjabat sebagai presiden pun dia sudah  berada di jajaran puncak kekuasaan sebagai wakil presiden yang dijabatnya dari tahun 1960 ketika Gabon merdeka hingga tahun 1967.

Seperti halnya 55%-75% penduduk Gabon, Presiden Albert-Bernard Bongo terlahir sebagai penganut Kristen sampai menjabat wakil presiden hingga menduduki jabatan presiden beliau masih mempertahankan agama lamanya. Interaksi dengan para pemimpin Negara Negara anggota OPEC yang mayoritas dihuni oleh Negara Negara muslim Teluk Arabia, memberinya kesempatan bergaul dengan para peminmpin Negara Negara Islam. Di tahun 1973 secara mengejutkan Albert-Bernard Bongo mengumumkan bahwa dirinya sudah masuk Islam dan setelah menunaikan Ibadah Haji mengganti nama nya menjadi Haji Omar Bonggo dan di tahun 2003 dia menambahkan Odimba dibelakang namanya.

Libreville

Sebuah keputusan kontroversional yang tak pelak mengundang aksi tak simpatik dari rakyatnya sendiri yang bahkan meminta dia mengundurkan diri dari jabatan presiden. Selama menjabat sebagai presiden selama hampir 42 tahun presiden Omar Bonggo memang banyak menuai kontroversi termasuk kebijakannya dibidang ekonomi. Namun secara keseluruhan Gabon mencapai prestasi sebagai salah satu Negara Afrika yang paling makmur.

Presiden Omar Bonggo begitu banyak mendapat kecaman dari lawan lawan politiknya termasuk kritikan tajam atas 7x hasil pemilu presiden yang memenangkannya dinilai penuh dengan kecurangan. Termasuk pemilu terahir tanggal 27 November 2005 ketika Omar Bonggo Bonggo memenangkan hingga 80% suara. Namun bukan lawan politik yang ahirnya melengserkan Omar Bonggo. Pada tanggal 8 Juni 2009 Omar Bonggo wafat di sebuah rumah sakit di Barcelona, Spanyol, akibat penyakit jantung yang sudah lama dideritanya.

Gabon dan Omar Bonggo dikenal luas di Negara Negara tetangganya sebagai tokoh kuat yang mampu menjadi juru damai dan memecahkan masalah masalah pelik di kawasan tersebut termasuk menjadi mediator dan penjaga perdamaian di Negara Negara konflik  Republik Afrika Tengah, Congo-Brazzaville, Burundi, dan Democratic Republic of Congo. Sebuah warisan yang sangat baik kepada putranya Ali Bonggo Ondimba yang kini meneruskan tahta Bapaknya sebagai presiden Gabon, sesuai dengan hasil pemilu 2009.

Stabilitas politik dan kekuatan ekonomi menjadikan Gabon sebagai Negara yang cukup disegani di kawasan serantau. Sudah sejak lama Negara ini memainkan peran penting dalam penyelesaian konflik di Republik Afrika Tengah yang masih bergolak hingga kini dengan membentuk Misi Pedamaian Economic Community of Central African States. Gabon juga merupakan aktor dibalik layar bagi terbentuknya Brigade Pasukan Cadangan sebagai penjaga perdamaian yang bermarkas di Gabon, dibawah naungan Organisasi Persatuan Afrika (African Union).

OKI dan Hubungan Gabon dengan Indonesia

Pemerintah Indonesia tidak memiliki kantor perwakilan di Republik Gabon, hubungan diplomatic  Indonesia dengan Republik Gabon diwakili oleh kedutaan besar Indonesia di Dakar, Ibukota Senegal. Kedutaan Besar Indonesia di kota Dakar ini sekaligus menjadi perwakilan Indonesia untuk Senegal, Gambia, Gabon, Pantai Gading, Sierra Leone dan Zaire.  Semua kepentingan pemerintah Indonesia dengan pemerintah Gabon ditangani oleh Kedubes RI di Dakar ini, termasuk pengurusan pemulangan Lima ABK Indonesia yang terdampar di kota Port Gentil, akibat ditelantarkan oleh perusahaan tempat mereka bekerja pada bulan Maret 2012 lalu.

Meski pemeluk Islam di Gabon minoritas, namun Gabon sudah bergabung dengan Organisasi Kerjasama Islam (OKI) sejak tahun 1974 atau setahun setelah Presiden Omar Bonggo menyatakan diri masuk Islam, dan turut berperan aktif dalam organisasi tersebut. Presiden Gabon saat ini, Ali Bonggo (putra dari Omar Bonggo) dalam berbagai kesempatan pertemuan sesama anggota OKI selalu menyerukan media dunia Islam untuk menjadi yang terdepan dalam mempromosikan dan menyebarluaskan nilai-nilai Islam yang benar. Sebab, inti dari stereotip negatif tentang Islam berawal dari kesalapahaman yang serius.***

Baca Juga