Halaman

Minggu, 14 Januari 2018

Islam di Yunani

Secara geografis, Yunani berada di ujung paling selatan Semenanjung Balkan.

Yunani atau Greece adalah salah satu negara yang namanya di dalam kosa kata bahasa Indonesia sama sekali berubah dari nama resminya. Konon penyebutan nama Yunani untuk negara Greece ini terkait dengan penyebutan bangsa Arab terhadap negara itu merujuk kepada wilayah Ioaninna atau Janina yang merupakan wilayah Greece yang paling dekat dengan wilayah kekuasaan Islam yang sudah sampai di Anatolia (Turki) pada masa itu.

Yunani atau Greece dikenal sebagai negeri para Dewa, Beribukota di Athena yang juga merupakan nama salah satu Dewa Dewi nya bangsa Yunani. Negeri yang dulunya merupakan wilayah kekuasan Kekaisaran Byzantium (Romawi Timur) dan kini menjadi sebuah Republik di benua Eropa satu satunya yang di ibukota negaranya tidak memiliki satupun masjid.

Dua tetangga yang tak pernah benar benar rukun tampaknya cukup cocok menggambarkan hubungan antara Turki dan Yunani, sejarah masa silam mau tidak mau terbawa bawa ke masa modern saat ini. Yunani yang notabene merupakan negara kelanjutan dari Byzantium di era modern sedangkan Turki tak lain adalah kelanjutan dari pusat Emperium Usmaniyah, terus saja menjadi sentimen hubungan diantara keduanya.

Bagaimanapun sejarah menceritakan bahwa Istanbul dulunya adalah Konstantinopel pusat kekuasaan Emperium Byzantium yang kemudian ditaklukkan oleh Emperium Usmaniyah menandainya berahirnya sejarah panjang Byzantium. Romantisme kejayaan masa lalu adalah hal yang lumrah bagi peradaban manapun.

Pemanadangan sebuah desa muslim di kawasan Hamlet kidaris yang dihuni muslim Pomak, salah satu kawasan tempat tinggalnya minoritas muslim di Yunani di pegunungan Radhopi dekat perbatasan dengan Bulgaria. 

Muslim di Yunani

Muslim memang merupakan minoritas di Yunani. Merujuk kepada hasil sensus di tahun 1991, jumlah muslim di negara itu tercatat sejumlah 97,605 jiwa atau sekitar 0.91% saja dari keseluruhan penduduknya. Sedangkan data kementrian luar negeri Amerika Serikat menunjukkan angka yang lebih besar, Muslim Yunani berjumlah sekitar 140.000 jiwa atau setara dengan 1,24% dari keseluruhan penduduk Yunani.

Muslim Yunani terkonsentrasi di wilayah Western Thrace (Thrace bagian barat) yang berada di wilayah utara Yunani berbatasan langsung dengan Turki, dan dulunya memang pernah menjadi bagian dari wilayah emperium Usmaniyah Turki. Seperti wilayah wilayah lain yang pernah menikmati masa jaya bersama emperium Usmaniyah, muslim di Western Thrace Yunani inipun terdiri dari berbagai suku bangsa berbaur menjadi satu.

Diantara mereka dari suku bangsa Turki, Bulgaria yang berbicara bahasa Pomaks dan sebagian kecil ada juga keturunan orang Yunani yang ber-Islam dimasa kekuasaan Usmaniyah. Identitas asli dari muslim di Western Thrace Yunani ini memang menjadi perdebatan antara pihak Turki dan Yunani.

Pihak Turki beranggapan bahwa Muslim di Western Thrace sebagian besar adalah orang orang Turki, sedangkan pihak Yunani berpendirian bahwa Muslim Western Thrace merupakan muslim dari etnis Pomak dan penduduk pribumi yang kemudian masuk Islam serta menggunakan bahasa dan budaya Turki di masa kekuasaan Usmaniyah.

Argumen diantara kedua pihak tersebut tampaknya beraroma kewilayahan, mengingat bahwa penyebutan identitas sendiri bagi muslim di Western Thrace Yunani ini berkaitan langsung dengan klaim wilayah tersebut oleh pihak Turki. Dari Pihak Yunani tentunya tidak mau mengakui bahwa muslim di Western Thrace sebagai orang Turki karena hal itu malah mendukung klaim dari pihak Turki atas wilayah tersebut.

Sebuah masjid di desa di kawasan Xanthi, Western Thrace, tempat tinggalnya minoritas muslim di Yunani.

Pertukaran Penduduk Tahun 1923

Minimnya muslim di Yunani tak bisa lepas dari sejarah masa lalu. Dua negara ini (Turki dan Yunani) menandatangani perjanjian Treaty of Lausanne di tahun 1923 tentang pertukaran penduduk diantara kedua negara tersebut paska perang Balkan.

Dalam kesepakatan itu, 1,5 juta orang orang Greek Anatolian atau orang Yunani yang tinggal di semenanjung Anatolia yang merupakan wilayah Turki harus meninggalkan wilayah itu ke wilayah territorial Yunani.

Perjanjian itu mengecualikan wilayah Western Thrace, 3000 orang Turki di Pulau Rhodes, dan 200 orang Turki di pulau Kos. Pulau Rhodes dan Kos dikecualikan dari perjanjian itu karena pada saat perjanjian itu ditandatangani kedua pulau itu sedang berada di bawah kekuasaan Italia.

Perjanjian itu juga mengatur perpindahan penduduk Turki yang beragama Kristen Ortodok Yunani dipindahkan ke wilayah Yunani terpisah dari wilayah Istanbul Yunani (Konstantinopel), Imbros ((Gökçeada) and Tenedos (Bozcaada), dan semua orangTurki yang tinggal di Yunani dipindahkan ke Turki terpisah dari Muslim Yunani di wilayah Thrace Yunani.

Konsekwensinya adalah bahwa muslim yang tinggal di wilayah Western Thrace dan Pulau Rhodes menjadi minoritas muslim yang tinggal di wilayah Yunani. Dan Western Thrace menjadi semacam kantung wilayah muslim di Yunani. Muslim di Western Thrace ini mencapai 28,88% dari keseluruhan populasi wilayah itu.

Western Thrace adalah wilayah di Yunani berbatasan langsung dengan Turki dan Bulgaria yang menjadi semacam wilayah kantung bagi komunitas muslim di Yunani, wilayah ini menjadi konsentrasi bagi muslim Yunani sejak perjanjian pertukaran penduduk antara Yunani dan Turki paska perang Balkan.

Western Thrace terbagi kedalam 5 daerah (regional unit) yakni; regional unit Kavala, Drama, Evros, Radopi dan Xanthy. Dari lima Regional unit tersebut tiga diantaranya dengan populasi muslim yang cukup tinggi. Muslim di Regional Unit Radopi mencapai 51,77% dari keseluruhan penduduknya, 41,19% di Xanthy dan 4,65% di regional unit Evros.

Penduduk yang tak Homogen

Pertukaran penduduk yang dilakukan diantara kedua negara itu tidak menghadirkan komposisi penduduk yang tidak homogeny dalam etnis. Baik Muslim yang dipindahkan ke wilayah Turki dari Yunani, begitupun sebaliknya, penduduk Kristen yang dipindahkan dari wilayah Turki ke wilayah Yunani.

Umat Kristen yang dipindahkan ke Yunani dari Turki terdiri dari beragam etnis tidak saja dari ernis Yunani termasuk yang mereka yang berbicara dalam bahasa Georgia, Arab bahkan berbahasa Turki. Begitupun muslim yang dipindahkan ke Turki dari wilayah Yunani tidak semuanya meruapakan orang Turki, diantara mereka ada etnis Albania, Bulgaria, Vlach, termasuk juga orang Yunani dari etnis Vallahades dari daerah western Greek Macedonia.

Hal tersebut terjadi dalam kaitannya dengan system Millet yang dipakai di masa kekuasaan Usmaniyah Turki, dimana kesetiaan kepada agama dan negara sulit untuk dibedakan karena agama yang menjadi hukum negara, dan dalam hal ini Turki dan Yunani merupakan Bapak dari berbagai suku bangsa yang ada di wilayah ini dalam pertaliannya dengan agama.

Di tahun 1922, minoritas muslim yang tinggal di Western Thrace, bagian utara Yunani, ada sekitar 86,000 jiwa. Terdiri dari empat kelompok etnis yakni, Turki (biasa disebut dengan Western Thrace Turks), Pomaks (Muslim Slavia yang berbahasa Bulgaria), Muslim Roma, dan Muslim Yunani. Masing masing kelompok ini memiliki budaya dan bahasa mereka sendiri. 

B
Salah satu potret desa muslim di wilayah Xanthi, Western Thrace, Yunani.

Bila merujuk kepada perjanjian Lausanne pasal 45, muslim di western Thrace ini secara resmi disebut dengan “kelompok minoritas muslim” namun kemudian secara tidak resmi disebut dengan “minoritas muslim” saja sebagai satu kesatuan. Merujuk kepada pemerintah Yunani, Muslim yang berbicara bahasa Turki di wilayah ini mencapai 50% disusul kemudian oleh Muslim berbahasa Pomaks 35% dan Muslim Roma 15%.

Pemerintah Yunani enggan menyebut 50% tersebut dengan sebutan “Muslim Turki” namun menyebutnya dengan “Muslim berbahasa Turki” dengan anggapan bahwa tidak semua kelompok muslim ini adalah orang Turki namun juga terdapat ernis lain termasuk ernis Yunani yang kemudian memeluk Islam dan menggunakan tradisi dan bahasa Turki.

Muslim Yunani Saat ini

Minoritas muslim di Yunani mendapatkan hak yang sama dengan mayoritas penduduk Yunani lainnya, termasuk hak terhadap pelindungan dari tindakan diskriminasi dan kebebasan menjalankan agama yang diatur dalam pasal 5 dan pasal 13 konstitusi Yunani. Di Wilayah Thrace sendiri kini ada tiga kemuftian, sekitar 270 orang imam dan sekitar 300 masjid.

Di bidang politik, muslim minoritas di Yunani terwakili di parlement, saat ini diwakili oleh anggota PASOK Çetin Mandacı dan Ahmet Hacıosman. Dalam pilkada tahun 2002 yang lalu terpilih sekitar 250 orang muslim duduk di bangku konsul di tingkat kota dan prefectural, bahkan wakil prefect (semacam wakil gubernur) di Unit Regional Rhadopi adalah seorang muslim. Organisasi activist hak azazi terbesar di antara minoritas muslim Turki di Yunani adalah "Turkish Minority Movement for Human and Minority Rights"

Pendidikan

Di wilayah Thrace terdapat 235 sekolah dasar bagi kelompok minoritas, yang menggunakan bahasa pengantar Yunani dan bahasa Turki. Disana juga terdapat dua SMP masing masing di Xanthi dan di Komotini, tempat dimana penduduk minoritas ini terkonsentrasi. Untuk daerah daerah terpencil di pegunungan daerah Xanthi dimana sebagian besar etnis Pomak tinggal, pemerintah Yunani menyediakan sekolah menengah pertama dengan bahasa Yunani, namun pendidikan agama disampaikan dalam bahasa Turki dan pelajaran AlQur’an disampaikan dengan bahasa Arab.

Bangunan Masjid Hasan Pasha atau dikenal dengan nama Masjid Chania di pulau Crete, Yunani. bangunannya masih terawatt karena memang di konservasi oleh pemerintah Yunani namun sudah tidak difungsikan sebagai masjid melainkan sebagai sebuah galeri seni.

Bahasa Pomak yang secara esensial dianggap sebagai dialek Bulgaria, tidak digunakan dalam system pendidikan di Yunani. Pemerintah  membiayai ongkos transport dari dan ke sekolah bagi murid sekolah yang tinggal di daerah terpencil dan pada tahun akademik 1997-1998 pemerintah setempat telah mengucurkan dana sekitar  USD 195,000 untuk biaya transportasi dimaksud.

Ada dua sekolah tinggi agama Islam di Yunani, masing masing di Komotini, dan di Echinos (kota kecil di Xanthi regional unit, yang meyoritas dihuni oleh muslim Pomak), dibawah undang undang nomor 2621/1998, kualifikasi dua sekolah tinggi ini diakui dan disejajarkan dengan pendidikan tinggi keagamaan (seminari) yang dikelola oleh pihak gereja Orthodox Yunani. Dan 0,5% bangku perguruan tinggi Yunani disediakan bagi penduduk minoritas. Semua institusi pendidikan dimaksud didirikan oleh Pemerintah.

Keluhan

Keluhan utama dari kelompok minoritas muslim Yunani terkait dengan penunjukan Mufti (pemimpin agama Islam), Pemerintah Yunan mulai menunjuk mufti bukan dengan melaksanakan pemilihan setelah wafatnya mufti sebelumnya di Komontini di tahun 1985 (hal ini melanggar Undang undang nomor 2345/1920 tentang keberlangsungan hidup kebudayaan), walaupun sesungguhnya hal yang dilakukan oleh pemerintah Yunani tersebut umum terjadi di Turki sekalipun, hal tersebut dilakukan mengingat Mufti juga memiiki fungsi Judisial dalam masalah rumah tangga dan hukum warisan, negara harus menetapkannya.

Namun demikian, pengamat hak azazi manusia menganggap hal tersebut melanggar isi perjanjian Lausanne yang memberi hak kepada minoritas muslim untuk mengornaisir dan melaksanakan urusan keagamaan tanpa campur tangan pemerintah. Meskipun tidak jelas benar apakah yang dimaksud termasuk dalam hal hukum warisan masuk dalam katagori urusan keagamaan.

Dalam pelaksanaannya ada dua mufti untuk masing masing wilayah, satu orang mufti ditunjuk oleh melalui keputusan presiden dan satu orang mufti dipilih oleh ummat Islam. Mufti terpilih untuk wilayah Xanthi adalah Mr, Aga, lalu pemerintah menunjuk Mr Sinikoğlu sebagai Mufti dari pihak pemerintah. Mufti terpilih untuk daerah Komotini adalah Mr Şerif dan pemerintah menunjuk Mr Cemali dari pihak pemerintah

Yeni Camii di Thesaloniki sempat menuai kontroversi manakala walikota setempat mengizinkan digunakannya kembali bangunan ini sebagai masjid meskipun hanya satu hari saja dalam setahun. Bangunan masjid ini kini difungsikan sebagai museum dan galeri seni.

Merujuk kepada pemerintah Yunani, pemilihan yang memenangkan Mr Aga dan Mr Şerif terdapat kecuangan dan teramat sedikit warga muslim yang ikut serta dalam pemilihan tersebut.  Upaya tersebut dianggap sebagai tindak pidana sebagaimana di atur dalam hukum pidana Yunani dan kedua mufti tersebut kemudian dituntut dan dijatuhi hukuman penjara dan denda. Namun manakala masalah tersebut sampai ke Pengadilan HAM Eropa, pemerintah Yunani justru di vonsi bersalah melanggar hak kebebesan beragama terhadap Mr Aga dan Mr Şerif.

Issue kontoversial lainnya dalah terkait dengan pasal 19 Undand undang kewarganegaraan Yunani yang membolehkan pemerintah mencabut kewarganegaraan bagi yang bukan etnis Yunani dan keluar negeri. Merujuk kepada data statistik, terdapat  46,638 Muslim (kebanykan dari mereka adalah muslim Turki) dari Thrace dan Pulau Dodecanese kehilangan kewarganegaraan mereka dari tahun 1955 hingga 1998 sampai kemudian aturan tersebut dihapuskan di tahun 1998. 

Kasus terahir adalah pelarangan pemerintah Yunani bagi penggunaan istilah “Turk” dan “Turkish” untuk menyebut minoritas muslim secara keseluruhan. Dampaknya adalah sejumlah organisasi termasuk organisasi "Turkish Union of Xanthi", dilarang oleh pemerintah karena menggunakan nama “Turkish” di organisasi mereka. Di tahun 2008 Pengadilan HAM uni Eropa memutuskan bahwa pemerintah Yunani telah melanggar kebebasan berserikat dan meminta untuk mencabut pelarangan terhadap organisasi tersebut, namun pemerintah Yunani enggan mematuhi keputusan tersebut.***

------------------------------------------------------------------
Follow & Like akun Instagram kami di @masjidinfo
🌎 gudang informasi masjid di Nusantara dan mancanegara.
🌎 informasi dunia Islam.
------------------------------------------------------------------

Baca Juga

Islam di Lithuania
Islam Di Estonia
Islam di Kostarika
Islam di Azerbaijan
Islam di Belarusia 


2 komentar:

Dilarang berkomentar berbau SARA