Portugal. |
Islam Pernah 'Menguasai' Portugal Bila ditarik lebih ke belakang, Islam dan
Portugal sebenarnya memiliki sejarah yang panjang. Dan, sejarah itu berkaitan
erat dengan penguasaan kaum Muslimin di Andalusia antara abad 7 dan 8 M. Situs
wikipedia menyebutkan, tentara Islam pernah menaklukkan Portugal di bawah
pimpinan panglima Musa bin Nashir. Kaum Muslim kemudian menyebut wilayah itu al
Garb al Andalus (Andalusia Barat).
Penguasaan ini diteruskan oleh Abdul Aziz, putra Musa bin Nashir. Di bawah
kendalinya, tentara Islam secara bertahap menaklukkan kawasan yang lebih luas
sehingga Portugal takluk. Menurut situs historymedren, wilayah itu lantas
dibagi dua oleh tentara Islam, yakni yang berada di sepanjang Sungai Duoro dan
Sungai Tagus. Kawasan di Sungai Duoro beriklim dingin serta sulit membuka lahan
perkebunan, dan ini tidak disukai kaum Muslim. Ini berbeda dengan wilayah
Sungai Targus yang suhunya lebih hangat serta tanahnya subur.
Kaum Muslim kemudian mengonsentrasikan keberadaan mereka di sini dan
selanjutnya 'menghidupkan' kota-kota yang ada. Sebagian penduduk setempat pun
beralih ke agama Islam. Dan, oleh pemerintah kekhalifahan, beberapa tokoh
masyarakat (yang menjadi mualaf) diangkat menduduki jabatan di tingkat lokal.
Meski demikian, kaum Muslimin tetap memberikan kebebasan bagi penduduk yang
beragama non-Muslim. Orang-orang Yahudi tidak diusik, bahkan diberikan peranan
penting pada sektor perdagangan dan ekonomi.
Berangsur, wilayah al Garb al Andalus tumbuh dengan pesat di berbagai
bidang. Sekolah-sekolah yang mempelajari ilmu pengetahuan umum dan agama banyak
didirikan, ladang pertanian memberikan panen memuaskan, irigasi dibangun di
banyak tempat dan sebagainya. Pendek kata, kemakmuran tercipta. Tak hanya itu,
umat Islam juga mengenalkan seni arsitektur dan kaligrafi yang bernilai tinggi,
dan hal tersebut diterapkan pada sejumlah bangunan.
Bahasa Arab digunakan dalam komunikasi sehari-hari, baik di kota maupun di
desa. Sejarawan termuka, Al Idrisi, mengisahkan, ketika itu penduduk Kota Selpa
yang non-Muslim sekalipun, berbicara dengan bahasa Arab. ''Pengaruh itu masih
bisa dirasakan hingga kini, di mana terdapat sekitar 600 kosakata Arab yang
diadopsi ke dalam bahasa Portugis,'' urai situs historymedren .
Selama 250 tahun situasi kondusif berlangsung. Sampai memasuki paruh abad
ke-11, para penguasa lokal yang merasa sejahtera, tidak lagi setia kepada
kekhalifahan. Mereka membentuk raja-raja kecil, seperti di Badajoz, Merida,
Lisbon, dan Evora. Perpecahan terjadi. Situasi tersebut membuka peluang bagi
kaum Visigoth Kristen yang selama ini hidup di kawasan pegunungan untuk
berkonsolidasi. Mereka lantas melakukan ofensif dan berlanjut hingga lepasnya
kekuasaan Islam di Andalusia.
Masuknya Kembali Islam ke Portugal
Portugal atau Portugis dikenal secara luas di buku buku sejarah Nasional Indonesia
sebagai salah satu negara kolonial yang pernah menguasai sebagian dari wilayah
Nusantara di masa lalu. Selain wilayah Nusantara, Portugal juga pernah menjajah
beberapa negara di bagian bumi yang lain. Ketika masa kolonialisme berahir,
Portugal memiliki kedekatan dengan negara-negara bekas jajahannya. Banyak
penduduk negara jajahan yang bermigrasi ke Portugal, dengan membawa serta
tradisi, identitas, maupun agama yang mereka anut. Portugal pun menjelma
menjadi negara multietnis dan multiagama. Terdapat komunitas warga Afrika,
Amerika Latin, hingga Asia di sana. Pun halnya dengan agama, ada pemeluk Hindu,
Buddha, Sikh, Yahudi, serta Islam.
Masjid Agung Lisabon di Ibukota Negara Portugal. |
Jumlah umat Muslim diperkirakan mencapai 30 ribu jiwa. Mereka berasal dari
berbagai etnis, terutama dari Mozambik, Kenya, Makao, Pulau Goa di India,
bagian timur Indonesia, dan keturunan orang-orang Muslim India. Tak ketinggalan
kaum Muslimin yang datang dari Afrika Barat dan Timur Tengah, seperti Mesir,
Maroko, dan Aljazair. Ada pula para mualaf Portugal walaupun jumlahnya tidak
terlampau banyak. Kedatangan imigran Muslim ke Portugal mulai berlangsung
selepas Perang Dunia II.
Portugal merupakan negara sekuler. Seperti halnya di banyak negara Eropa,
mereka memisahkan secara tegas aspek keagamaan dengan pemerintahan. Meski
begitu, negara tetap memberikan perhatian terhadap kehidupan agama dan hubungan
antarumat beragama. Ada dua aturan pokok yang berlaku: Pertama, perjanjian
khusus ( concordata ) tahun 1940 dengan Keuskupan Roma. Hal itu terkait
mayoritas penduduk (84,5 persen) menganut agama Katolik Roma. Kedua,
undang-undang kebebasan beragama. Diterbitkan sejak 2001, peraturan itu
bertujuan memberikan pengakuan serta hak-hak umat agama lain yang selama ini
tinggal di Portugal.
Periode tahun 80 sampai 90-an bisa dikatakan menjadi masa-masa penuh
harmoni dalam kehidupan masyarakat di Portugal. Umat Islam dan umat agama lain
bisa melaksanakan peribadatan dengan leluasa. Masjid, mushala, dan sekolah
Islam pun banyak didirikan.
Portugal lantas memiliki dua masjid jami dan 17 mushala, sebagian besar
terletak di Lisabon, Coimbra, Filado, Evoradi, dan Porto. Sekolah Dar al-Ulum
al-Islamiyyah melengkapi sarana pendidikan di Lisabon. Sekolah ini setingkat
dengan sekolah menengah pertama dan menengah atas. Di samping itu, sejumlah
masjid dan mushala turut membuka kelas halaqah tahfiz Alquran al-Karim, bahasa
Arab, dan ilmu-ilmu Islam. Kaum Muslim juga menerbitkan sejumlah jurnal
berbahasa Portugal dan berbahasa Arab seperti majalah Islam.
Kondisi Muslim Portugal Paska 9/11
Pada milenium baru, kondisinya berubah 180 derajat. Peristiwa 11 September
2001 di Amerika Serikat (AS), berimbas terhadap umat Islam di seluruh dunia,
tak terkecuali di Portugal. Harmonisasi terusik. Hal itu bukan disebabkan
pembatasan-pembatasan dari pemerintah, melainkan dari sikap sebagian warga
setempat yang mengaitkan Islam dengan kekerasan.
Sebuah kolom dalam surat kabar The Public agaknya bisa mewakili suasana
Islamofobia yang sedang melanda. Tulisan Dr Miguel Sousa Tavares, cendekiawan
setempat, misalnya, memuat judul yang dinilai provokatif; Islam, Terror and
Lies. Islam yang sebenarnya Tokoh lainnya tak jarang mengeluarkan pernyataan
yang mengarah pada intoleransi.
Awal tahun 2009, seorang pemimpin agama di Lisabon sempat memicu
kontroversi baru atas komentarnya terkait perkawinan antara Muslim dan
non-Muslim. Dia menyarankan agar wanita non-Muslim berpikir dua kali sebelum
menikah dengan pria Muslim. ''Anda hanya dapat berdialog dengan orang yang
bersedia berdialog. Dengan umat Muslim, dialog sulit dilakukan,'' kata pemimpin
agama ini.
Sejumlah kelompok hak asasi manusia memberikan kecaman. Mereka menilai
pernyataan itu tidak sejalan dengan semangat toleransi antarumat beragama yang
sedang terus dibina. Demikian halnya, umat Islam mengaku terkejut dengan
komentar itu. Namun, umat tidak lantas bereaksi berlebihan. Mereka justru
memilih menanggapi tudingan, stigma, dan kekhawatiran seperti itu tanpa emosi.
Menggiatkan dialog lebih diutamakan. Forum intelektualitas tersebut akan
sangat berperan dalam upaya memberikan penjelasan tentang nilai-nilai maupun
ajaran Islam yang sebenarnya. Salah satunya seperti dilakukan majalah Al
Furqan. Lewat tulisan Mohammed Youssuf Adamqy, pimpinan Al Furqan, misalnya,
mereka menjadikannya surat terbuka untuk menjawab artikel The Public tadi.
Menurut Mohammed Youssuf, peristiwa pengeboman yang terjadi, haruslah
dilihat secara orang per orang, dan jangan langsung digeneralisasi bahwa Islam
adalah agama teror. Sebaliknya, dia mengungkapkan bahwa inti ajaran Islam
justru menekankan cinta kasih. Dan, Muslim Portugal kini terus berjuang guna
menepis citra negatif Islam. Pesan-pesan penuh kedamaian serta yang menjauhkan
agama dari tindakan teror, bisa ditemui di masjid-masjid dan Islamic Center di
Portugal.
------------------------------------------------------------------
🌎 gudang
informasi masjid di Nusantara dan mancanegara.
🌎 informasi
dunia Islam.
------------------------------------------------------------------
Baca juga
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Dilarang berkomentar berbau SARA