Surau Lubuk Bauk (📷 IG @galihwwardhana) |
Surau Lubuk Bauk atau kadang
keliru disebut sebagai Masjid Lubuk Bauk terletak di Nagari Lubuk Bauk,
Kecamatan Batipuh Baruh, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat. Surau ini
didirikan pada 1896 memakai nama tempat berdirinya dan rampung pada 1901.
Tidak banyak yang mengetahui
Surau Lubuk Bauk ini, namun setelah menjadi salah satu lokasi syuting film
Tenggelamnya Kapal Van der Wijk, masjid ini kembali dikenal oleh masyarakat
se-nusantara. Film tersebut yang diangkat dari karya novel Buya Hamka. Kabarnya
di sini Buya Hamka belajar mengaji dan tidur di surau dekat rumahnya.
Surau Nagari
Lubuk Bauk
Batipuh Baruah, Batipuh,
Kabupaten Tanah Datar
Sumatera Barat 27125
Meskipun hanya sebentar, yaitu
dari tahun 1925 hingga tahun 1928, Hamka remaja yang berasal dari Tanjung Raya,
Kabupaten Agam, menjadikan surau kuno tersebut sebagai tenpat untuk mengaji dan
sekaligus rumah untuk menimba ilmu. kini ruas jalan yang membentang di depan surau ini dinamai Jl. Dr.
Hamka.
Pembangunan Surau
Lubuk Bauk
Surau Lubuk Bauk atau kadang
keliru disebut sebagai Masjid Lubuk Bauk terletak di Nagari Lubuk Bauk,
Kecamatan Batipuh Baruh, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat. Surau ini
didirikan pada 1896 memakai nama tempat berdirinya dan rampung pada 1901.[1]
Menurut ceritanya, surau ini
dibangun oleh para ninik mamak yang berasal suku Jambak, Jurai Nan Ampek Suku
sekitar tahun 1896 dan diperkirakan selesai tahun 1901. Tanah surau ini berasal
dari wakaf Datuk Bandaro Panjang.
Sebagaimana umumnya surau di
Minangkabau, keberadaan surau ini dikhususkan sebagai pusat pendidikan
non-formal setempat. Letaknya berdampingan dengan Masjid Al-Ula yang
menyelenggarakan salat jemaah, dikelilingi rumah penduduk, dan dibatasi jalan
raya di sebelah utara.
Arsitektur Surau Lubuk
Bauk
Surau ini dibangun sepenuhnya
dengan bahan utama kayu Surian dengan luas 154 meter persegi dan tinggi
bangunan sampai ke puncak kurang lebih 13 m dengan corak bangunan dari Koto
Piliang yang dapat dilihat dari susunan atap dan adanya menara. Dengan material kayu konstruksinya
tidak mengalami kerusakan berarti walaupun beberapa kali dilanda gempa besar
dan angin kencang.
Bangunan-nya berdenah bujur sangkar,
dengan luas 154 meter persegi. Ada 30
tiang kayu penyangga berbentuk segi delapan yang menopang bangunan dan saling
terhubung dengan sistem pasak tanpa paku besi. Lantai satu memiliki denah berukuran 13 x 13
meter. Letaknya ditinggikan sekitar 1,4 meter dari permukaan tanah, membentuk
kolong. Kolong bangunan ditutup membentuk lengkungan-lengkungan yang pada
bagian atasnya dihiasi ukiran berpola tanaman sulur-suluran.
Mihrab dibuat menjorok ke luar
berukuran 4 x 2,5 meter dinaungi atap gonjong, bentuk atap yang terdapat pada
rumah gadang. Pada setiap sisi ruangan, terdapat jendela, kecuali pada mihrab. Pintu masuk terletak di sisi timur sejajar dengan
mihrab. Di atas pintu (ambang pintu) terdapat tulisan basmalah yang dibuat
dengan teknik ukir dan di belakangnya ditutup dengan bilah papan.
Pada sebelah kanan pintu,
terdapat tangga yang mengubungkan ke lantai dua. Lantai ini berdenah 10 × 7,50
meter. Di tengah-tengah ruangan lantai dua, terdapat tiang dengan tangga
melingkar untuk ke lantai tiga, yang memiliki denah lebih sempit berukuran 3,50
× 3,50 meter.
Ukiran cap izin pemerintah Penjajah Belanda di Surau Lubuk Bauk |
Keunikan dari Surau Lubuk Bauk
adalah memiliki ukiran khas Minangkabau dan cap izin Belanda yang berupa
mahkota Kerajaan Belanda. Cap tersebut terukir pada dinding gonjong surau.
Setiap ukiran di surau, seperti ukiran motif kaluak paku, ukiran aka cino
hingga motif itiak pulang patang menyimpan arti filosofinya sendiri.
Berada di pinggir jalan raya
Batusangkar—Padang, bangunan surau terletak lebih rendah sekitar 1 meter dari
jalan raya. Dalam kompleks bangunan, terdapat tiga kolam atau disebut luhak
dalam bahasa setempat yang dulunya difungsikan untuk wudu. Selain itu, terdapat bangunan mirip
rangkiang yang digunakan untuk menaruh beduk.
Atap bangunan terbuat dari seng,
bersusun tiga. Tingkat pertama dan kedua berbentuk limas dengan permukaan
cekung, sedangkan tingkat ketiga berupa atap berdenah silang dengan gonjong di
empat sisinya. Terdapat semacam baluster di antara atap lantai satu dan lantai
dua.
Susunan atap dengan bangunan
menara tersebut melambangkan falsafah hidup masyarakat Minangkabau. Bahkan
diyakini dulunya oraganisasi Muhammdiyah sebelum berkembang di kauman Padang
Panjang, lebih dulu berkembang di Lubuk Bauk tersebut sehingga perannya
memiliki peran besar dalam melahirkan santri dan ulama yang selanjutnya menjadi
tokoh pengembang agama Islam di Sumatra Barat.
Pada bagian puncak, terdapat
elemen berupa semacam gardu, berdenah segi delapan berdinding kayu dengan
jendela-jendela semu yang diberi kaca di setiap sisinya. Struktur ini berfungsi
sebagai menara, yang dapat dinaiki melalui
tangga spiral di lantai dua. Atap mnara
dibuat bersusun membentuk kerucut dengan bentuk susunan buah labu dihiasi
kelopak daun mirip padmanaba pada bangunan Hindu. Eksterior berupa ukiran
Minang melekat pada dinding menara berupa pola tumbuhan pakis
yang didominasi wama merah, kuning, dan hijau.
Interior Surau Lubuk Bauk |
Penggunaan
Di Minangkabau, masjid merupakan
salah satu syarat berdirinya permukiaman atau nagari, sementara setiap suku
yang menghuni nagari biasanya memiliki surau. Oleh sebab itu, banyak masjid dan
surau di Minangkabau yang letaknya berdampingan. Keberadaan surau umumnya
dikhususkan sebagai pusat pendidikan non-formal.
Berdiri berdampingan dengan
Masjidil Ula yang didirikan pada 1898, Surau Lubuk Bauk digunakan terbatas
untuk tempat belajar mengaji anak-anak atau tempat pertemuan bagi masyarakat
setempat. Di ruang mengaji, terdapat sejumlah papan panjang (reha) yang ditata
melingkar menghadap ke papan tulis.
Peninggalan Sejarah
Dalam perkembangannya Surau Lubuk
Bauk tersebut termasuk salah satu benda peninggalan sejarah yang telah
dilakukan kajiannya pada tahun 1984 oleh Proyek Pemugaran dan Pemeliharaan
Peninggalan Sejarah dan Purbakala Sumatra Barat bahkan juga sudah dilaksanakan
pemugaran Surau Lubuk Bauk pada tahun anggaran 1992/1993.
Surau ini ditetapkan sebagai
cagar budaya di bawah pengawasan Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala
(BPPP) Batusangkar dan menjadi salah satu daya tarik wisata terkenal
di Tanah Datar.***
------------------------------------------------------------------
🌎 gudang
informasi masjid di Nusantara dan mancanegara.
🌎 informasi
dunia Islam.
------------------------------------------------------------------
Baca Juga
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Dilarang berkomentar berbau SARA