Halaman

Minggu, 26 November 2017

Masjid Al-Nur Christchurch Selandia Baru

Masjid Al-Nur Christchurch Selandia Baru

Masjid Al-Nur adalah masjid di kota Christchurch, Selandia Baru (New Zealand) lokasinya berada di 101 Deans Avenue in Riccarton berseberangan dengan taman Hagley Park South. Masjid ini merupakan masjid pertama dengan fasilitas lengkap yang berfungsi penuh di wilayah selatan pulau Selandia Baru.

Masjid Al-Nur tak pelak lagi menjadi pusat aktivitas ke-Islaman bagi komunitas muslim di Chrustchurch dan lebih luas lagi di kawasan Canterbury dengan jumlah anggota komunitas yang cukup besar dan terus berkembang.

Masjid Al Noor  
Masjid di Christchurch, Selandia Baru
Alamat: 101 Deans Ave, Riccarton, Christchurch 8011, Selandia Baru
Telepon: +64 3-348 3930



Masjid ini terbuka bagi semua kalangan baik muslim maupun non muslim di Selandia Baru, baik untuk beribadah atau sekedar berkunjung hingga maupun untuk mendapatkan informasi dan pengetahuan tentang Islam dan muslim.

Selama lebih dari 20 tahun masjid Al-Nur melayani kunjungan dari berbagai komunitas termasuk kunjungan dari murid murid sekolah dasar maupun sekolah menengah pertama bersama guru guru mereka, para mahasiswa dari berbagai universitas, peneliti, aktivitis kampus, civitas akademika, turis maupun dari lembaga pemerintahan dengan berbagai keperluan.

Masjid Al-Nur Christchurch Selandia Baru

Aktivitas Masjid Al-Nur

Masjid Al-Nur menjadi pusat aktivitas muslim di Christchurch untuk pelaksanaan sholat lima waktu berjamaah, sholat jum’at, shokat idul fitri dan Idul Adha, termasuk juga penyelenggaraan kelas pendidikan Islam, hingga aktivitas aktivitas sosial seperti pernikahan, penyelenggaraan jenazah dan sebagainya. 

Pengelolaan Masjid Al-Nur

Masjid Al-Nur Christchurch dikelola oleh Asosiasi Muslim Cantenbury (The Muslim Association of Canterbury-MAC) yang merupakan induk organisasi bagi berbagai organisasi Islam di Selandia Baru. The Muslim Association of Canterbury (MAC) pertama kali dibentuk tahun 1977 dii Christchurch, Selandia Baru (New Zealand) sebagai sebuah organisasi nirlaba bagi semua muslim di Selandia Baru.

Tujuan utama pembentukan MAC ini tentu saja adalah untuk mengajak seua muslim di Selandia Baru bersama sama beribadah kepada Allah sebagaimana tuntunan Al-Qur’an dan Sunnah Rosulullah S.A.W. Serta memfasilitasi saling pengertian dan kerjasama yang baik antara kaum muslim dengan masyarakat luas.

Masjid Al-Nur Christchurch Selandia Baru

Untuk itu, MAC senantiasa memperbaiki dan mempromosikan pemahaman Islam yang lebih baik kepada kaum muslimin maupun kepada kalangan non muslim serta berkontribusi bagi masa depan yang lebih baik serta kemanusiaan.

Bank Details
Muslim Association Canterbury Bank of New Zealand  
Account number 02-0800-0041468-01
Postal Address
Muslim Association Canterbury 101 Deans Avenue
Riccarton Christchurch 8011 03 3483930

Baca Juga


Sabtu, 25 November 2017

Masjid Djama’a al-Djedid Aljir, Aljazair

Masjid Al-Jadid Aljir, Aljazair

Masjid Al-Jadid dalam bahasa Inggris disebut dengan nama The Djama’a al-Djedid, sedangkan dalam bahasa setempat disebut dengan nama Jamaa al-Jadid sedangkan dalam bahasa Turki disebut dengan nama Yeni Camii yang berarti Masjid Baru, adalah masjid kuno di kota Aljir, ibukota negara Aljazair.

Masjid ini dibangun pada tahun 1660 Masehi atau 1770 Hijriah dan Pada masa penjajahan Prancis di Aljazair masjid ini disebut dengan nama Mosquée de la Pêcherie atau Masjid di dermaga nelayan (the Mosque of the Fisherman's Wharf).

Kubah utama masjid ini dibangun cukup tinggi hingga mencapai ketinggian 24 meter di topang dengan empat pilar penyangga dengan dasar bundar besar dan dilengkapi dengan tatakan seperti umpak. Di ke empat penjuru masjid di tutup dengan empat kubah setengah bundar berdenah dasar octagonal.


Tarikh pembangunan masjid ini disebutkan dalam sebuah plakat yang ditempatkan diatas pintu masuk utama masjid ini, disebutkan disana bahwa masjid ini dibangun pada tahun 1770 Hijriah atau tahun 1660 Masehi, oleh Haji Habib yang merupakan Gubernur Aljazair, yang ditunjuk oleh pemerintahan Dinasti Usmaniyah yang berpusat di Istanbul, Turki.

Pada masa itu, wilayah Aljazair merupakan bagian dari wilayah kekuasaan Dinasti Usmaniyah. Haji Habib sendiri merupakan anggota pasukan khusus Infanteri Dinasti Usmaniyah yang disebut Janissary atau Yanisari atau dalam bahasa Turki disebut yeniçeri, yang berarti Pasukan Baru.

Pasukan ini merupakan pasukan elit pertama di Eropa yang dibentuk dimasa kekuasaan Sultan Murad I (1362–89) sebagai pasukan pengawal pribadi Sultan dan memang dilatih berkemampuan khusus sebagai pasukan yang memiliki loyalitas tinggi dan hanya patuh kepada perintah Sultan.

Eksterior Masjid Al-Jadid

Pembangunan masjid Al-Jadid ini dibangun dengan gaya arsitektur masjid masjid Usmaniyah baik dari bentuk struktur bangunan maupun ornamen nya namun mengingat lokasi pembangunannya yang berada di wilayah Afrika utara, budaya lokal turut mempengaruhi seni bina masjid ini.

Hasilnya adalah sebuah masjid yang cukup unik dengan penggabungan beberapa tradisi seni bina bangunan masjid, termasuk juga penggunaan beberapa elemen dari gaya arsitektur Andalusia dan Italia yang pada saat itu juga berpengaruh di kawasan Afria Utara.

Lokasi masjid ini berada di ujung barat dari Place des Martyrs, sedangkan sisi kiblatnya bersebelahan dengan sisi utara dari Boulevard Amilcar Cabral, tempat dimana Masjid Agung Almoravid Aljazair (The Almoravid Grand Mosque of Algiers) juga berada terpaut hanya sekitar 70 meter ke arah timur dari Masjid Al-Jadid ini.

Sisi tenggara masjid ini tak seberapa jauh dari ruas jalan pelabuhan nelayan kota Aljir, itu sebabnya masjid ini juga seringkali secara tak resmi juga disebut dengan the Mosque of the Fisherman's Wharf atau masjid di pelabuhan nelayan, dan faktanya masjid ini memang banyak digunakan oleh para nelayan yang beraktifitas di lokasi tersebut.

Interior Masjid Al-Jadid

Seperti halnya dengan Masjid Ketchaoua (1612), Masjid Al-Jadid ini sesungguhnya juga berada di dalam wilayah Casbah Almohad kota Aljir yang sebagian besar mengalami kehancuran dimasa penjajahan Prancis di Aljazair di abad ke 18.

Secara umum masjid ini berukuran lebar 27 meter (timur barat) dan panjangnya 48 meter (utara-selatan), arah bangunannya sendiri sedikit miring hingga 28 derajat terhadap kutub utara selatan menyesuaikan dengan garis kiblat, sisi kiblat masjid ini berada di sisi selatan bangunan, mengingat bahwa lokasi Ka’bah di kota Mekah berada di selatan negara Aljazair.

Jejeran tiang tiang penyangga atap di dalam masjid ini membentuk tiga lorong memanjang dan lima lorong sejajar dengan garis shaf masjid. Lorong bagian tengah masjid ini menjadi titik tengah tempat pintu masuk utama berada segaris dengan mihrab.

Ada delapan tiang besar di dalam masjid ini masing masing tiang berukuran sekitar dua meter persegi, masing masing tiang dihubungkan dengan lengkungan beton sekaligus menjadi penopang struktur atap diatasnya. Masing masing lengkungan ini mencapai ketinggian sekitar 9 meter dari permukaan lantai pada bagian lengkungan tengahnya yang merupakan bagian tertinggi.

Kubah utama masjid ini berdiameter sekitar 10 meter, dasar kubahnya menjulang sekitar 8 meter dari penopang tertingginya bertumpu di atas tiang tiang masjid. Puncak tertinggi kubah utama masjid ini mencapai 24 meter. Struktur penopang kuba masjid ini juga berbentuk bundar dilengkapi dengan empat jendela di empat sisi untuk penerangan di siang hari.

Mimbar dan mihrab masjid ini ditempatkan tepat dibawah kubah utama masjid. Karena letak kubah utama masjid ini tidak berada di tengah tengah bangunan, namun lebih berada di atas lorong shaf terdepan pada sumbu tengah bangunan, dan bukan pada sisi tembok sisi kiblat di bagian terdepan masjid.

Masjid Al-Jadid di malam hari

Seiring dengan pembangunan kota Aljir berakibat pada semakin tingginya permukaan jalan raya di sekitar masjid ini menyebabkan lantai masjid ini lebih rendah dari permukaan jalan raya dan karenanya kemudian pintumasuk masjid ini dilengkapi dengan beberapa anak tangga untuk masuk ke masjid. Saat ini lantai bawah masjid ini sudah berada lima meter lebih rendah dari permukaan jalan raya.

Hampir keseluruhan tembok luar masjid Aljadid di cat dengan warna putih dari tembok hngga kubah nya kecuali sedikit saja beberapa bagian diberikan sedikit ornament dengan warna berbeda. Satu hal yang menarik dari Masjid Al-Jadid ini adalah bahwa meskipun secara umum bangunan masjid ini dibangun dengan gaya Usmaniyah namun teramat berbeda dengan bangunan menaranya.

Bangunan menara masjid ini justru dibangun dengan gaya Afrika Utara, berupa bangunan menara berdenah segi empat, tidak seperti gaya menara Usmaniyah yang bundar, tinggi dan lancip. Pada mulanya menara masjid ini hanya setinggi 13 meter saja, namun kemudian dibangun lebi tinggi hingga 25 meter dari permukaan tanah Place des Martyrs seiring dengan semakin tingginya permukaan jalan raya.

Bangunan menara ini terdiri dari tiga lantai yang dihubungkan dengan tangga tertutup di dalam menara. Pada tingkat ke tiga nya ditempatkan sebuah jam berukran besar. Jam ini ditempatkan oleh Bournichon, yang diambil dari Palais Jénina. Menara masjid ini juga dilengkapi dengan balkoni yang ditempatkan di bagian teratasnya. Bentuk menar seperti ini memang tidak lazim bagi sebuah bangunan masjid dari era dinasti Usmaniyah dan itu justru menjadi salah satu keunikan dari masjid Al-Jadid di Kota Aljir, Aljazair ini.***

------------------------------------------------------------------
Follow & Like akun Instagram kami di @masjidinfo
🌎 gudang informasi masjid di Nusantara dan mancanegara.
🌎 informasi dunia Islam.
------------------------------------------------------------------

Baca Juga

Minggu, 19 November 2017

Masjid Ketchaoua Aljazair

Masjid Ketchaoua landmark kota tua Casbah, Aljir. 

Masjid Ketchaoua adalah masjid tua di kota Aljir (Algiers), Ibukota Aljazair (Algeria), masjid ini berdiri di daerah Casbah di dalam kota Aljir dan dibangun dimasa kekuasaan dinasti Usmaniyah di abad ke 17 masehi, dan telah terdaftar oleh UNESCO sebagai warisan budaya dunia.

Masjid ini berdiri di bagian anak tangga pertama Casbah yang memang memiliki banyak anak tangga, yang secara logistik dan simbolis merupakan titik perhatian pada masa pra-kolonial bagi kota Aljir. Bangunan masjid ini dikenal luas keunikannya karena memadukan gaya arsitektur Bangsa Moor (Maroko) dan gaya arsitektur Byzantium (Romawi Timur).

Bangunan asli masjid ini awalnya dibangun tahun 1612, namun kemudian di ubah fungsi menjadi Katedral St Philippe di tahun 1845 pada masa penjajahan Prancis di Aljazair hingga tahun 1962, dan di tahun 1962 juga dikembalikan lagi fungsinya sebagai masjid.


Meskipun telah melewati rentang waktu begitu lama hampir selama empat abad dan sempat dialih fungsi menjadi gereja, masjid ini masih menunjukkan kemegahannya yang asli dan menjadi salah satu objek wisata sejarah paling penting di Aljazair.

Casbah, tempat masjid ini berdiri, merupakan bagian paling bersejarah di Aljir, letaknya berada di sisi utara kota, terpaut sekitar 250 meter sebelah barat dari Masjid Agung Aljazair, tempatnya berdiri juga berdekatan dengan istana uskup Aljazair dan gedung perpustakaan Nasional.

Sejarah Masjid Ketchaoua

Sejarah Masjid Ketchaoua tak dapat dipisahkan dari sejarah kota kuno Casbah yang Dibangun di situs bekas tempat berdirinya Icosium, pemukiman orang orang Phoenisia di masa lalu. Pada saat pembangunannya oleh dinasti Usmaniyah di abad ke 17 masehi, Casbah merupakan bagian inti kota.

Eksterior Masjid Ketchaoua

Lokasinya sangat strategis, berdiri megah di anak tangga pertama Casbah yang mengarah ke lima gerbang kota di distrik-nya para aristokrat, yang merupakan tempat tinggalnya orang orang kaya dan keluarga kerajaan, para tokoh politik dan para pelaku bisnis terkemuka pada masa itu.

Casbah sendiri berarti benteng, berdiri di tepian laut mediterania. Sebuah kota islam yang unik yang memposisikan Masjid Ketchaoua di tengah tengah nya. Posisi masjid ini juga menjadi titik temu dari persimpangan jalan dari bagian bawah Casbah menuju ke 5 gerbang kota Aljir, seperti telah disebutkan tadi.

Masjid ini terlihat jelas dari pulau tempat berdirinya pos dagang orang orang Charthaginia di abad ke 6. Sedangkan kota kota Aljazair sendiri baru dibangun oleh orang orang Zirid pada abad ke 10, dan selama berabad abad setelah itu penguasa tempat ini silih berganti dari bangsa Birbir, Romawi, Romawi Timur (Byzantium), Arab dan Spanyol pun meninggalkan pengaruhnya disini

Ada juga yang menyatakan bahwa masjid ini telah dibangun pada abad ke 14 masehi, namun dokumen dokumen resmi yang ditemukan menunjukkan bahwa masjid ini baru dbangun di tahun 1612 (abad ke 17). Namun demikian memang ada proses pembangunan kembali oleh Hasan Pasha, merujuk kepada inskripsi peringatan di abad ke 18 (tahun 1900-an) pada saat masjid ini disebut sebagai sebuah “keindahan tak tertandingi”.

Interior Masjid Kechaoua

Di ubah menjadi Katedral lalu menjadi Masjid Lagi

Di tahun 1838 masjid ini di ubah menjadi Katedral St. Philippe oleh penjajah Prancis yang pada saat itu menjajah Aljazair dan pada tahun 1840 secara resmi lambang salib di letakkan di puncak bangunannya oleh Marshal Sylvain Charles Valée, seiring dengan jatuhnya kota Constantin ke tangan Prancis.

Dan ketika Aljazair memperoleh kemerdekaannya di tahun 1962, bangunan ini dikembalikan lagi ke fungsinya semula sebagai Masjid Ketchaoua, dan dinyatakan sebagai bangunan penting bagi budaya dan agama, serta telah memperkaya khasanah catatan sejarah tentang masjid ini yang disebut sebut sebagai ‘masjid yang di ubah menjadi gereja dan menjadi masjid kembali”.

Pengembalian fungsinya sebagai masjid dilaksanakan di tahun pertama kemerdekaan Aljazair dalam sebuah upacara resmi yang dipimpin oleh Tawfiq al Madani, selaku Menteri urusan pelabuhan, dan diselenggarakan di Ben Badis Square (sebelumnya disebut dengan Lavigere).

Momemtum tersebut digambarkan sebagai “Penaklukkan kembali keaslian Aljazair sebagai simbol tertinggi dari pemulihan integritas nasional”. Terpisah dari masjid Ketchaoua, Casbah juga masih memiliki sisa reruntuhan Citadel, bangunan masjid tua yang lainnya, istana bergaya Usmaniyah serta reruntuhan perkotaan tradisional masa lalu.

Arsitektur

Pintu masuk utama masjid ini dilengkapi dengan 23 anak tangga. Pada pintu masuknya terdapat portico berornamen, yang ditopang oleh empat kolom dari batu marmer bercorak hitam. Didalam masjid terdapat jejeran arcade yang dibangun menggunakan kolom kolom batu marmer putih. Keindahan ruangan masjid ini, menara dan langit langitnya di aksentuasi dengan sentuhan seni plester semen bergaya Moor.

Masjid Kethaoua di abadikan dalam salah satu seri perangko Aljazair

Masjid ini kini terlihat jelas dari lapangan terbuka di Casbah, dengan pemandangan laut di sisi depan dan memiliki dua menara berdenah oktagonal yang mengapit pintu masuknya. Dengan sentuhan gaya Moor dan Byzantium menghadirkan pemandangan yang memukau.

Sebagian besar dari kolom kolom marmer putih masjid ini memang berasal dari bangunan asli. Dan uniknya di dalam salah satu ruangan masjid ini terdapat makam dari San Geronimo, dari masa penjajahan Prancis saat masjid ini dijadikan Katedral.

Restorasi

Restorasi terhadap masjid ini dilaksanakan pada tahun 2009 oleh Departemen Warisan Budaya Aljazair, meliputi perbaikan terhadap menara masjid, ruang tengah dan pembatas tangga di dalam masjid. Proyek restorasi tersebut direncakan akan rampung dalam waktu 12 bulan. Hal tersebut cukup mendesak karena salah satu dari menara masjid ini terancam runtuh sebagian.

Restorasi tersebut dijalankan dalam tiga tahap termasuk restorasi terhadap Casbah nya sendiri secara umum. Rencana tersebut telah diluncurkan sejak September 2008 meliputi renovasi sejumlah masjid kuno di Aljir serta mengubah beberapa rumah rumah tua di Casbah menjadi perpustakaan umum dengan dana awal yang dikucurkan mencapai 300 juta Dinar Aljazair.***

------------------------------------------------------------------
Follow & Like akun Instagram kami di @masjidinfo
🌎 gudang informasi masjid di Nusantara dan mancanegara.
🌎 informasi dunia Islam.
------------------------------------------------------------------

Baca Juga


Sabtu, 18 November 2017

Masjid Jamia Cape Town

Masjid Jamia atau Jamia Mosque atau juga seringkali disebut Masjid Ratu Victoria di Cape Town, Afrika Selatan 

Masjid Jamia atau Jamia Mosque atau juga disebut dengan Masjid Ratu Victoria adalah salah satu masjid tua di Afrika Selatan, dan merupakan bangunan kedua yang dibangun dari awal dengan peruntukan sebagai masjid setelah Masjid Awwal, serta merupakan masjid ke-empat di Boo Kap, Cape Town dan Afrika Selatan setelah Masjid Auwal (1794-1798), Masjid Palm Tree (1825) dan Masjid Nurul Islam (1844). 

Pembangunan masjid ini tak lepas dari angina kebebasan dari perbudakan yang semakin berhembus kencang di wilayah Capetown sejak wilayah itu diambil alih oleh Inggris dari tangan Belanda. Hal tersebut berdampak positif bagi perkembangan Islam dan masjid di seluruh wilayah Cape Town. Termasuk kemudian berdirinya Masjid Jamia ini dipertigaan jalan  Chiappini Street dan Castle Streets. Pembangunan masjid ini diperkirakan sudah dilaksanakan sebelum tahun 1850 dan sudah selesai dan digunakan sejak tahun tersebut.

Jamia Masjid
0A Chiappini St, Schotsche Kloof
Cape Town, 8001, Afrika Selatan



Hal ini berdasarkan kepada fakta bahwa ada beberapa laporan tertulis dari para pengelana Eropa yang menuliskan catatan perjalanan mereka mengunjungi masjid ini, salah satunya adalah kunjungan dari Mayson di tahun 1854 yang menerangkan bahwa masjid tersebut sudah berdiri sebagai sebuah masjid besar dengan menara dibangun dengan persetujuan dan dukungan yang baik dari pemerintah kota.

Dia juga menyatakan bahwa pembangunan masjid itu ditujukan bagi semua ummat Islam tanpa memandang perbedaan pandangan diantara kaum muslimin. Sebelumnya ditempat tersebut juga sudah ada masjid dengan ukuran lebih kecil. Dia juga menambahkan bahwa pada saat itu di Cape Town sudah terdapat 12 tempat yang difungsikan sebagai masjid, baik yang berlokasi di rumah para ulama maupun bangunan masjid sebenarnya.

Dan disetiap tempat yang difungsikan sebagai masjid tersebut dilengkapi dengan satu tempat yang disebut mihrab yang menandakan arah ke Mekah dan semuanya sangat bersih, imbuhnya. Masjid ini juga yang dikunjungi oleh Lady Duff Gordon pada hari Jum’at 21 Maret 1862. Catatannya menceritakan tentang indahnya masjid ini dan keramahan pengurus masjid menyambut kedatangannya menjelang pelaksanaan sholat Jum’at, serta menceritakan pengalamannya menyaksikan pelaksanaan sholat Jum’at di masjid ini.

Masjid Jamia Cape Town berada di persimpangan jalan Chiappini Street dan Castle Streets. (foto dari IG @rumin0) 

Hadiah Ratu Victoria

Lahan tempat masjid ini berdiri merupakan pemberian dari pemerintah Inggris di Afrika Selatan sebagai imbalan dari dukungan muslim Cape Town dalam perang perbatasan tahun 1846 melawan pasukan Xhosas. Ratu Victoria menunaikan janjinya memberikan lahan kepada kaum muslimin untuk membangun masjid termasuk juga ha katas lahan di Faure dekat dengan makam Sheikh Yusuf (Al-Makasari).

Lahan tersebut tadinya merupakan lahan milik pemerintah kota Cape Town dan diserahkan secara resmi kepemilikannya kepada Imam Abdul Wahab mewakili muslim Cape Town di tahun 1857. Dua bidang lahan tersebut diserahkan kepada Komunitas Muslim dan dipercayakan melalui Imam Abdul Wahab.

Karena lahan masjid ini merupakan hadiah dari pemerintah Inggris, tak heran bila di masjid ini ada lambang kebesaran kerajaan Inggris yang ditempatkan di atas mihrab masjid, dan ini merupakan masjid satu satunya masjid di dunia yang memiliki lambang kebesaran Prince of Wales di atas mimbar nya.

Tahun pembangunan dan renovasi masjid 

Itu sebabnya masjid ini juga seringkali disebut dengan Masjid Ratu Victoria (Queen Victoria Mosque). Imam pertama masjid ini dijabat oleh Imam Abdulbazier, namun beliau memgang jabatan tersebut hanya beberapa bulan saja dan kemudian diserahkan kepada Imam Abdul Wahab di tahun 1852.

Imam M. Nacerodien selaku imam masjid ini di tahun 1976 menjelaskan bahwa beberapa bagian dari masjid ini masih asli sejak masjid dibangun, termasuk mimbar dan mihrabnya. Beliua juga menjelaskan bahwa masjid ini diresmikan pada tanggal 9 Nopember 1857. Menurut beliau hal tersebut sesuai dengan salah satu pasal di dalam Cape Argus bertanggal 9 November 1957 pada saat perayaan ke 100 tahun berdirinya masjid tersebut.

Mirip Gereja

Masjid masjid di Cape Town dibangun dengan bentuk yang tak jauh berbeda dengan masjid masjid di negara negara Islam di seluruh bagian dunia lainnya. Meskipun memang ada sedikit kemiripan dengan bentuk bangunan gereja. Belanda sendiri bahkan seringkali menyebut bangunan masjid dengan istilah ‘Islamsche Kerk’ (gereja orang Islam).

Perhatikan bentuk bangunannya dengan seksama, denah bangunannya memanjang dengan satu pintu akses di bagian depan ditambah satu beranda seperti layaknya sebuah gereja.

Beberapa sejarawan memberikan penjelasan sederhana untuk hal tersebut adalah karena memang para arsitek pembangun masjid tersebut atau para paenggambar rancangan masjid masjid tersebut kemunginan adalah orang orang non muslim yang bisa jadi bahkan belum pernah melihat masjid seumur hidup mereka, dan mereka merancang bangunan utama masjid seperti bangunan yang biasa mereka buat dengan penyesuaian segala sesuatunya sebagai sebuah masjid.

Masjid Untuk Semua Muslim

Seperti sudah disebutkan di awal tulisan ini, bahwa masjid Jamia ini dibangun dengan penekanan “untuk semua muslim” tanpa memandang mazhab dan perbedaan pandangan diantara kaum muslimin. Hal tersebut terjadi karena memang pada masa itu sedang terjadi semacam perselisihan diantara kaum muslimin disana terutama tentang perbedaan mazhab.

Jemaah muslim di Cape Town yang notabene merupakan muslim dari dan keturunan Indonesia menganut Mazhab Syafi’i dan kemudian terjadi ketidaksepahaman dengan para penganut mazhab Hanafi. Perselisihan tersebut mereda, konon setelah ditengahi oleh Ratu Victoria, salah satunya dengan membangun Masjid Jamia ini.

Dikemudian hari muslim bermazhab Hanafi membangun masjid mereka sendiri di sekitar tahun 1855 di Claremont, yang kini dikenal dengan nama Masjid Hanafi. Yang Insya Allah akan kita bahas pada tulisan berikutnya.

------------------------------------------------------------------
Follow & Like akun Instagram kami di @masjidinfo
🌎 gudang informasi masjid di Nusantara dan mancanegara.
🌎 informasi dunia Islam.
------------------------------------------------------------------

Baca Juga


Minggu, 12 November 2017

Masjid Haji Abdul Rahman, Kabul - Afganistan

Masjid Haji Abdul Rahman 

Masjid Haji Abdul Rahman atau dikenal juga dengan nama Masjid Agung Kota Kabul merupakan salah satu masjid terbesar di Afganistan dengan daya tampung mencapai hingga 10 ribu jemaah sekaligus. Berdiri megah di pusat kota Kabul, Ibukota Afganistan. Lokasi masjid ini berada di pusat komersil tersibuk di kota Kabul, dekat dengan Pashtunistan Square dan berseberangan dengan Plaza Hotel.

Masjid megah ini dirancang oleh arsitek Afganistan bernama Mir Hafizullah Hashimi. Proses pembangunannya dimulai di penghujung tahun 1990 manakala Taliban sedang berkuasa di negara tersebut namun kemudian sempat terbengkalai seiring dengan pecahnya perang saudara di negara itu yang bermula sejak tahun 2001.

Abdul Rahman Khan Jamia Masjid
Kabul, Afghanistan


Proses pembangunannya dilanjutkan tahun 2003 dengan bantuan dana dari pemerintah kerajaan Saudi Arabia dan keseluruhan pembangunannya selesai dilaksanakan pada tahun 2009, mundur dua tahun dari rencana. Masjid ini juga dilengkapi dengan Madrasah.

Nama masjid ini mengabadikan nama pengusaha Afganistan Haji Abrul Rahman yang merupakan pelopor pembangunan masjid ini dan beliau juga yang melaksanakan peletakan batu pertama pembangunan masjid ini di tahun 1990 namun beliau wafat sebelum pembangunan selesai dilaksanakan. Cucu beliau yang kemudian melanjutkan pembangunan masjid ini hingga selesai.

Masjid Haji Abdul Rahman dari arah taman Zarnegar Park.

Masjid Haji Abdul Rahman dirancang dengan bentuk masjid Modern dilengkapi dengan satu kubah besar di atap bangunan utama masjid, kemudian ditambah dengan beranda yang memanjang di belakang masjid dilengkapi dengan tiga kubah kecil di atapnya.

beranda masjid ini terhubung langsung dengan area pelataran di sisi belakang bangunan utama yang dikelilingi dengan koridor tertutup di sisi kiri dan kanan pelataran. masing masing koridor tertutup ini dilengkapi dengan tujuh kebah berukuran lebih kecil di atapnya.

Masjid Haji Abdul Rahman dan bangunan tertinggi di kota Kabul

Sebuah gapura besar menjadi pintu masuk utama ke area pelataran masjid ini, dari pelataran Jemaah akan melintasi koridor panjang yang beratap membelah pelataran terbuka masjid, langsung ke pintu masuk utama bangunan masjid utama.

dua menara kembar beridiri di sisi kiri dan kanan bangunan masjid diantara bangunan utama dengan bangunan pelataran masjid. Keseluruhan ekterior masjid ini menggunakan warna senada yakni warna tanah kecoklatan di seluruh bangunannya.

Lokasi masjid ini berdekatan dengan Zarnegar Park yang berfungsi sebagai taman kota atau alun alun bagi kota Kabul, serta bersebelahan dengan komplek kantor walikota Kabul di sisi utaranya.***

------------------------------------------------------------------
Follow & Like akun Instagram kami di @masjidinfo
🌎 gudang informasi masjid di Nusantara dan mancanegara.
🌎 informasi dunia Islam.
------------------------------------------------------------------

Baca Juga


Sabtu, 11 November 2017

Masjid Juma Derbent Tertua di Rusia

Masjid Juma Derbent di Republik Dagestan, merupakan masjid tertua di Rusia

Masjid Juma Derbent | Derbent Juma Mosque | Derbentskaya Dzhuma Mechet' | Дербентская Джума Мечеть adalah masjid tua di kota Derbent di wilayah otonomi Republik Dagestan, Federasi Rusia. Masjid Derbent juga merupakan masjid tertua di wilayah Dagestan sekaligus tertua di wilayah pegunungan kaukasus utara dan Rusia. Pertama kali dibangun tahun 733 (115 Hijriah) pada saat kota Derbent berada di bawah kekuasaan Islam.

Selain masjid Juma, kota Derbent juga memiliki beberapa masjid masjid tua lainnya seperti Masjid Kyrhlyar dari abad ke 17, Masjid Bala dan Masjid Chertebe yang dibangun di abad ke 18, termasuk juga bangunan madrasah yang berasal dari abad ke 15.

Masjid Juma terletak di tengah tengah wilayah kota lama Derbent, yang telah menjadi ikon dari arsitektur kota kuno ini. Di dalam komplek masjid ini juga terdapat bangunan madrasah dan beberapa rumah rumah tua yang dulunya merupakan rumah para ulama tinggal.

Derbentskaya Dzhuma Mechet' | Дербентская Джума Мечеть
7 магал, д. 10, Derbent, Dagestan Republits, Rusia, 368600
djumamechet.ru
+7 872 404-63-68


Tentang Kota Derbent

Derbent adalah salah satu kota tertua di wilayah Republik Dagestan, Rusia. Kota yang memiliki sejarah panjang Islam di pegunungan Kaukasus. Sejarah panjang kota Derbent berkaitan dengan misi Islam yang berhasil menaklukkan Iran pada abad ke-7 masehi.

Derbent merupakan kota terbesar kedua di Republik Dagestan, lokasi kota ini berada di tepian laut Kaspia dan berbatasan langsung dengan republic Azerbaijan disebelah selatan. wilayah kota ini merupakan gerbang antara laut Kaspia dengan pegunungan Kaukasus menjadikan kota ini sebagai laluan selama berabad abad.

Kota Derbent juga disebut sebut sebagai kota tertua di Rusia berdasarkan temuan temuan terdokumentasi dari abad ke 8 sebelum masehi. Dan karena lokasi strategisnya sejarah kota ini penuh dengan pergantian kekuasaan diantara Persia, Arab, Mongol, Timurid, Shirvan dan kerajaan kerajaan Iran dan berahir di tangan Rusia melalui perjanjian Gulistan  antara Iran dan Rusia di tahun 1813.

Pelataran depan masjid Juma Derbent, pohon pohon di depan masjid ini konon bahkan lebih tua dari bangunan masjidnya sendiri karena sudah tumbuh dan berdiri disana sejak masa areal ini masih berupa kuil pemujaan dimasa pra Islam.

Sejarah Masjid Juma Derbent

Kekuatan Islam dimasa khulafaurrasyidin berhasil menguasai kota Derbent di tahun 654 dibawah komando Arab military leader Maslama Ibn Abd-al-Malik dan menyebut kota ini sebagai Bab al-Abwab seiring dengan keberhasil pasukan islam menaklukkan seluruh wilayah Persia.

Segera setelah itu, kota Derbent berubah menjadi kota penting di wilayah tersebut dan agama Islam mulai berkembang dikota ini dan wilayah sekitarnya. Dari sini wilayah Islam meluas hingga ke wilayah Kaukasus timur laut termasuk Turki, Azerbaijan dan Rusia.

Pada tahun 733, tujuh masjid dibangun di wilayah ini. Salah satunya adalah Masjid Juma, masjid tertua yang hingga saat ini masih berdiri kokoh. Masjid Juma yang dibangun pada 115 Hijriah atau 733-734 masehi dan merupakan masjid terbesar dan berfungsi sebagai masjid utama sekaligus merupakan bangunan terbesar di wilayah tersebut pada saat itu.

Bangunannya yang kokoh dan besar dan banyak ruangan, membuat masjid ini sempat di ubah menjadi penjara di masa Uni Soviet berkuasa.

Bangunan masjid ini berukuran panjang 68 m (timur – barat) dan lebar 28 m (utara-selatan) sedangkan tinggi kubah utamanya mencapai 17 m. dilengkapi dengan gedung madrasah dan bangunan bangunan rumah tempat tinggal para ulama di sekitar masjid.

Khalifah Harun Ar-Rasyid dari Dinasti Abasiyah (763-809) pernah tinggal di Derbent dan menjadikan kota ini memiliki reputasi yang sangat disegani sebagai pusat budaya dan perdagagangan. merujuk kepada sejarawan arab saat itu penduduk kota ini melampaui 50 ribu jiwa dan merupakan kota terbesar di Kaukasus di abad ke 9 masehi.

Kekuasaan khalifah Islam bertahan di wilayah ini hingga lebih dari dua abad dan mulai melemah di penghujung abad ke 9. Kota Derbent menjadi pusat kekuasaan Ke-Emiran yang kemudian kekuasaan atas wilayah ini silih berganti sampai ahirnya menjadi wilayah Rusia di tahun 1813.

Mihrab dan mimbar masjid juma derbent

Masjid Juma Derben pernah mengalami restorasi ditahun 1368-1369 untuk memulihkan kondisinya akibat kerusakan karena gempa bumi oleh Baku Tazhuddin. kemudian perluasan dilaksanakan dan perbaikan keseluruhan komplek masjid ini pernah dilaksanakan tahun 1815.

Hingga 1300 tahun setelah berdirinya masyarakat masih bisa menikmati struktur asli dari masjid ini. sayangnya, perubahan politik menjadi sejarah kelam fungsi masjid sebagai tempat ibadah, pada tahun 1930 ketika Uni Soviet (USSR) menguasai wilayah ini.

Pemerintah Soviet yang komunis menjalankan kampanye anti agama. Pada tahun 1938, polisi rahasia Soviet (NKVD) menanggalkan semua atribut keislaman di Masjid Juma dan menjadikan masjid sebagai penjara kota hingga tahun 1943.

Salah satu ruang diantara lorong lorong di dalam masjid juma Derbent

Namun, pada 1943 pemerintah Soviet mulai membuat keputusan lunak, dengan mengembalikan masjid tersebut kepada ummat Islam dan membolehkan umat Islam menjadikan kembali Masjid Juma sebagaimana mestinya.

Saat ini, Masjid Djuma tetap berdiri dengan arsitektur aslinya dengan taman dan pohon rindang di lokasi masjid. Empat pohon besar berada disamping bangunan bermenara dan kubah ini. Jasa Masjid ini luar biasa besar dalam melahirkan ulama-ulama muslim yang mendakwahkan Islam ke wilayah Rusia dan Kaukasia.

Restorasi

Keseluruhan komplek masjid ini beserta kawasan kota tua derbent telah direstorasi oleh pemerintah federal Rusia di tahun 2015 yang lalu. restorasi terhadap masjid tertua di Kaukasus utara ini selesai pada tanggal 15 Juli 2015. Proses restorasi tesebut dilakukan untuk memulihkan kondisi masjid ini dan bangunan disekitarnya dengan tetap menjada ke asliannya. proyek restorasi tersebut dilakukan dalam rangkaian peringatan hari jadi kota Derbent yang ke 2000 tahun.

Tempat wudhu nya yang unik

Tidak hanya Komplek Masjid Juma Derbent yang di restorasi namun termasuk juga benteng Naryn-Kala dan kawasan disekitarnya termasuk jaringan jalan raya tua di sekitarnya sepanjang sekitar 20 Km. Restorasi tersebut melibatkan para ahli dari Akademi Ilmu Pengetahuan Rusia (Russian Academy of Sciences) para arkeolog serta sejarawan terkemuka.

Pemerintah Rusia menganggarkan 616.3 juta rubles dari anggaran belanja federal untuk proses restorasi kawasan bersejarah ini, dengan tujuan utamanya tentu saja adalah untuk mengkonservasi bangunan bangunan dan pendukungnya yang telah menjadi cagar budaya nasional Rusia.

------------------------------------------------------------------
Follow & Like akun Instagram kami di @masjidinfo
🌎 gudang informasi masjid di Nusantara dan mancanegara.
🌎 informasi dunia Islam.
------------------------------------------------------------------

Baca Juga


Senin, 06 November 2017

Masjid Nurul Islam Muka Kuning – Batam

Masjid Nurul Islam - Muka Kuning diantara sakura yang bermekaran.

Masjid Nurul Islam Muka Kuning ini menjadi salah satu masjid paling unik di Indonesia. Di masjid ini sholat Tarawih selama bulan Romadhon dilaksanakan dua ship untuk mengakomodir jemaah yang bekerja di ship yang berbeda. Saking ramainya, jemaah yang hadir saat sholat Tarawih memadati setiap jengkal lantai masjid hingga ke pekarangan dan tempat parkirnya.

Apa dan dimana Muka Kuning itu

Muka Kuning, adalah nama deerah di Pulau Batam, propinsi Kepulauan Riau. Daerah  itu kemudian disulap menjadi kawasan industri maju dengan nama Batamindo Industrial Park hasil kerja sama antara pemerintah Indonesia dan Singapura. Saya sendiri hingga kini belum tahu mengapa daerah itu diberi nama Muka Kuning.

Kawasan industri ini dibangun (tadinya di tengah hutan belantara pulau batam) dengan fasilitas lengkap. Infrastruktur sebagai kawasan industri sudah dipersiapkan sejak awal termasuk kawasan hunian bagi para pekerja nya yang ditempatkan ditengah tengah kawasan, biasa disebut dengan dormitory yang diperuntukkan bagi karyawan lajang. Ada blok khusus untuk para staf di Blok S dan blok khusus untuk karyawan yang sudah menikah (berkeluarga) di blok M.

Masjid Nurul Islam Muka Kuning Batam dari arah Gerbang utama Batamindo, terlihat menaranya yang menjulang diantara bunga sakura yang sedang bermekaran begitu indahnya.

Kawasan ini juga dilengkapi dengan fasilitas penunjang lainnya termasuk didalamnya adalah community center, supermarket, mini market, rumah sakit, pujasera dan tentu saja Masjid Nurul Islam. Satu lagi fasiltas penunjang yang begitu menarik minat kala itu adalah WARTEL, bagi anda yang seumuran saya pasti ingat apa itu wartel alias Warung Telekomunikasi. Maklumlah kala itu Hand Phone masih belum populer seperti sekarang ini, wartel adalah tumpuan harapan untuk berkomunikasi dengan sanak keluarga yang jauh dimata hingga rela antri hingga tengah malam.

Sekitar tahun 1996 salah satu tetanggaku, Muslim Bangladesh, sempat terperangah ketika beliau ku ajak berangkat bareng untuk sholat hari raya di lapangan community Centre Muka Kuning, tak jauh dari Masjid ini. apa sebabnya ?. dia takjub menyaksikan begitu banyak kaum muslimin yang hadir disana. Lebih takjub lagi menyaksikan jemaah muslimah di bagian belakang yang memutih dengan mukenanya.

Masjid Nurul Nurul Islam dari arah barat

Dengan polos-nya dia bertanya “wanita ikut sholat hari raya di lapangan juga ?” dan dengan polos juga kujawab “ya iya dong, kok nanya nya begitu?”. “Di Bangladesh, wanita dilarang seperti itu. . .” ujarnya. “tapi disini boleh ya” lanjut dia. Sejujurnya waktu itu, aku memang agak kaget dengan penjelasan beliau. Tapi ya sudah lah. Seperti kata pepatah melayu, Lain lubuk lain ikan nya, begitupun lain ladang lain pula belalangnya.

Batamindo Industrial Park (BIP) – Muka Kuning ini bukanlah satu satunya kawasan industri di Pulau Batam, masih banyak sederet kawasan industri lainnya. Pulau Batam memang di kembangkan sebagai kawasan industri di masa pemerintahan Pak Harto dibawah kendali Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam atau Batam Industrial Development Authority disingkat BIDA atau lebih dikenal dengan “Otorita Batam” yang di ketuanya ditunjuk langsung oleh Presiden. Dikemudian hari Otorita Batam berubah menjadi Badan Penguasaan Batam (BP Batam) disahkan dengan Peraturan Pemerintah No. 46.[i]

Masjid Nurul Islam – Muka Kuning
Batamindo Industrial Park (Mukakuning)
Batam, Kepulauan Riau 29433, Indonesia[ii]




Masjid Nurul Islam yang diresmikan oleh Prof. DR. B.J. Habibie pada tanggal 26 Oktober 1991 menjadi sentral kegiatan ibadah dan dakwah yang dilakukan oleh para karyawan. Awalnya masjid ini memang satu satunya tempat ibadah di kawasan tersebut. Pada awalnya aktivitas di masjid ini ramai di setiap malam minggu dengan di isi berbagai kajian ke islaman. Dikemudian hari aktivitas dan program kerja masjid ini sudah semakin berkembang pesat dan dibentuk grup kerja yang diberi nama Nurul Islam Grup (NIG). Tentang profil dan apa saja aktivitas grup ini dapat langsung berkunjung ke situs internetnya di nurulislamgroup.co.id

Aku dan Masjid Nurul Islam

Remaja Masjid Nurul Islam ini memang sangat giat dan aktif. Secara pribadi saya sangat berterima kasih kepada para aktivis remaja Masjid Nurul Islam Muka Kuning, khusus-nya bagi yang aktif pada periode 1996-1997 dibawah pimpinan Sdr. Siswoyo[iii]. Saya tidak ingat satu persatu nama nama mereka, tapi saya tidak akan pernah lupa amal baik mereka semua. Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan Rahmat dan Hidayahnya untuk kita semua.

Nurul Islam dari sisi yang lain
  
Salah satu penggalan memori di masjid ini adalah ketika basah kuyup kehujanan saat sholat Jum’at. Hari itu cuaca cerah saat saya dan seorang teman berangkat ke masjid ini. tiba disana, bagian dalam masjid sudah penuh sesak begitupun halamannya, mau tak mau kami berdua kebagian tempat di luar masjid tepatnya di halaman rumput sebelah selatan masjid. Cuaca masih cerah saat khutbah dimulai dan perlahan mendung menjelang khutbah berahir.

Dan benar saja, mendung makin pekat saat sholat akan dimulai. Takbir pertama, guntur menggelegar hujan turun mendadak begitu deras dan lebih deras lagi air yang mengguyur kepalaku yang berdiri tepat dibawah cucuran atap masjid. Sekujur tubuh basah kuyup sejak rokaat pertama dan setiap kali sujud harus menahan nafas karena hamparan sajadah yang tergenang air hujan. Usai sholat, sesama jemaah yang kebagian sholat diluar sepertiku tidak hanya saling besalaman tapi juga saling ledek karena sama sama basah kuyup. Itu salah satu momen tak terlupakan di Masjid Nurul Islam yang satu ini.


Bukan tanpa alasan bila hari ini aku kangen tempat ini, mungkin karena sudah terlalu lama tak kembali kesana. Mungkin juga karena aku mulai lupa seperti apa suasana di dalamnya saat itu, apalagi kini. yang pasti sudah lama sekali berlalu. mungkin juga karena memang tak alasan untuk kembali. namun memang tak ada alasan untuk melupakan. Selamat Ulang Tahun untuk Jeanie Hanneke Diana. Terima kasih sudah menjadi salah satu saksi bahwa aku memang pernah ada di dunia ini.

Sakura di Masjid Nurul Islam


Pihak pengelola kawasan Industri Batamindo memang menanam berbagai jenis pohon untuk menghijaukan kawasan ini. salah satu jenis pohon yang ditanam disana adalah jenis sakura yang menghasilkan bunga yang sangat indah pada musim berbunga yang bertepatan dengan musim berbunganya sakura di Jepang. Kini bunga bunga indah itu menjadi keindahan tersendiri bagi warga Muka Kuning khususnya dan bagi warga Batam umumnya.

Sakura di halaman Masjid Nurul Islam, menara masjid di latar belakang
begini pemandangan di sepanjang jalan di depan masjid Nurul Islam saat sakura berbunga.
Masjid nurul Islam dari sisi selatan
Masjid Nurul Islam tampak keseluruhan dari sudut tenggara.

------------------------------------------------------------------
Follow & Like akun Instagram kami di @masjidinfo
🌎 gudang informasi masjid di Nusantara dan mancanegara.
🌎 informasi dunia Islam.
------------------------------------------------------------------