Ba'da Sholat Jum'at di Masjid Manonjaya. |
Masjid Agung Manonjaya dibangun pada
tahun 1837 M, ada pula yang menyebutkan dibangun pada tahun 1832 M, menjadikan
masjid ini sebagai masjid tertua di Tasikmalaya. Masjid kebanggaan warga
Tasikmalaya, Jawa Barat, ini terletak di Dusun Kaum Tengah, Desa Manonjaya,
Kecamatan Manonjaya, Tasikmalaya. Lokasi masjid ini berbatasan dengan jalan
Tangsi disebelah utara, sebelah selatan berbatasan dengan jalan Kauman dan
Markas Komando Militer 0612 Manonjaya, sebelah timur Sekolah Dasar Negeri 11
Manonjaya dan alun-alun.
Masjid
Bersejarah
Pemerintah Republik Indonesia menetapkan
Masjid Manonjaya menjadi kawasan cagar budaya (purbakala) yang wajib dilindungi
dan dilestarikan, berdasarkan UU Kepurbakalaan pada 1 September 1975 bersama sama
dengan Masjid Agung Sumedang. Keputusan ini diperkuat lagi melalui Keputusan
Presiden (Keppres) Nomor 5 Tahun 1992 yang menyatakan bahwa Masjid Agung
Manonjaya sebagai bangunan cagar budaya yang harus terus dilestarikan.
Masjid Agung Manonjaya
Jl. RTA Prawira Adiningrat, Manonjaya
Manonjaya, Tasikmalaya, Jawa Barat 46197
Arsitektur Yang
Unik
Masjid Agung Manonjaya memiliki luas
sekitar 1.250 meter persegi, berdiri di atas lahan seluas 6159 meter persegi
dikelilingi oleh pagar tembok. Paras bangunan ditinggikan sekitar 1 meter
diatas tanah, berpondasi massif dan berdenah bujursangkar. Struktur bangunannya
ditopang oleh 60 tiang yang disebut dalem swindak. Diantara tiang tiang
tersebut ada yang berdiameter 50-80 sentimeter yang terletak di beranda masjid.
Tepat di depan beranda itu juga bisa
menikmati keindahan dan kekokohan dua buah menara yang pada masa lalu biasa
digunakan muazin untuk mengumandangkan azan ke seluruh pelosok kota. Kedua
menara itu persis mengapit pintu gerbang utama yang menghadap langsung ke
alun-alun Manonjaya.
Arsitektur Masjid Agung Manonjaya ini memadukan
desain Eropa dengan aristektur tradisional Sunda dan Jawa. Nuansa tradisional
itu sangat terasa dengan bentuk dari elemen bangunan, seperti ruang shalat
untuk wanita, serambi (pendopo) di sebelah timur, dan mustaka (memolo) dari tanah liat yang konon merupakan
peninggalan dari Syekh Abdul Muhyi, ulama asal Pamijahan, Tasikmalaya Selatan.
Atap antik Masjid Agung Manonjaya |
Beberapa unsur bangunan yang sangat khas
dan melambangkan percampuran unsur tradisional dengan Eropa klasik itu adalah atap
tumpang tiga, serambi (pendopo), dan struktur saka guru yang terdapat di
tengah-tengah ruang shalat. Kekhasan lainnya dari masjid ini adalah keberadaan
tiang saka guru yang berjumlah 10 buah.
Konstruksi tiang-tiang saka guru tampak
berbeda dibandingkan konstruksi serupa yang lazim ada di bangunan masjid-masjid
masa lalu dan masa kini. Bila Masjid Agung Demak menggunakan tiang saka guru
yang terbuat dari kayu, sebaliknya tiang saka guru Masjid Manonjaya ini
menggunakan material pasangan batu bata. Masing-masing tiang saka guru
berbentuk persegi delapan dengan diameter 80 cm.
Seperti umumnya masjid-masjid yang
dibangun di masa lalu, Masjid Agung Manonjaya ini juga menggunakan bahan-bahan
yang terbuat dari kayu jati, kapur, dan tanah liat. Ketiga material itu
digunakan sebagai bahan struktur rangka dan campuran tembok masjid.
Masjid Agung Manonjaya di sekitar tahun 1890-1921 |
Kekhasan lainnya dari masjid ini adalah
keberadaan mustaka (memolo) di atas atap tertinggi masjid. Keberadaan memolo
ini menunjukkan betapa besarnya pengaruh kebudayaan Jawa di tanah Sunda
sekalipun. Konsep memolo itu merupakan adaptasi dari bangunan saktal yang ada
di kawasan Jawa Tengah dan Jawa Timur pada masa Hindu.
Dari total luas lahan sekira 6.159 m2,
terbagi menjadi beberapa bagian yaitu bangunan utama masjid dengan luas sekitar
637,5 m2 dan bangunan tambahan 289,5 m2. Denah ruang utama persegi panjang
berukuran 22,8 × 16,7 m dan dibatasi oleh dinding. bangunana utama dilengkapi
dengan pintu di sisi timur, utara, dan selatan, masing-masing pintu terdiri
atas dua daun pintu. Dinding timur terdapat pintu utama dan merupakan batas
dengan serambi timur.
Sejarah Masjid
Agung Manonjaya
Keberadaan masjid tersebut tidak lepas
dari sejarah Tasikmalaya. Adanya Masjid Manonjaya ini, karena Manonjaya pernah
menjadi ibu kota Tasikmalaya. Pembangunan Masjid Agung Manonjaya terkait erat dengan perpindahan
Ibukota Kabupaten Tasikmalaya (saat itu masih bernama kabupaten Sukapura) dari
Sukaraja (dahulu bernama pasir panjang) ke Manonjaya (saat itu masih bernama
Harjawinangun) pada tahun 1832. Pada masa itu Sukpura dibawah pemerintahan
Bupati Wiradana VIII selaku bupati Sukapura ke VIII. Perencana dan penata
bangunan Masjid Agung Manonjaya adalah Patih Raten Tumenggung Danuningrat.
Masjid Agung Manonjaya dari arah jalan raya |
Perubahan nama dari Harjawinangun menjadi Manonjaya ditetapkan
dengan surat Keputusan Gubernur Jenderal Belanda (Besluit Gubernemen) Nomor 22
Tanggal 10 Januari 1839. Mulai saat itu, masyarakat Sukapura mulai membiasakan
diri menyebut kawasan tersebut menjadi Manonjaya. Terdapat beberapa variasi
angka tahun pembangunan masjid ini, kemungkinan besar karena tahun 1832
merupakan tahun perpindahan ibukota Kabupaten dan dimulainya pembangunan masjid
dan tahun 1837 merupakan tahun selesainya pembangunan masjid Agung Manonjaya.
Hal tersebut sejalan dengan plakat pembangunan yang ada
di masjid ini. Dari plakat yang dibuat oleh Depdikbud Kanwil Prop. Jabar
disebutkan bahwa; pembangunan masjid Agung Manonjaya dilaksanakan pada tahun
1837 oleh RT. Danuningrat. Kemudian pada tahun 1889 didirikan bangunan tambahan
oleh RTA Wiraadiningrat. Sedangkan perbaikan masjid pertama kali dilakukan
tahun 1974 dengan dana swadaya masyarakat dan bantuan dari Bapak H. Amir
Mavhmud. Perbaikan berikutnya dilakukan tahun 1977 dan tahun 1991 dengan dana
swadaya masyarakat. Perbaikan dengan dana APBN dri depdikbud dilakukan tahun
1991-1992. Dan diresmikan tanggal 18 Februari 1992 oleh Kepala bidang Muskala
Depdikbud Prop Jabar, Drs H. Arsim Nalan N.
Pembangunan yang dilakukan oleh RTA Wiraadiningrat tahun
1889 adalah menambahkan bangunan pendopo di depan bangunan utama, beranda
dengan pilar pilar beton bergaya Eropa di sisi depan bangunan dan penambahan
dua bangunan menara kembar disisi kiri dan kanannya. Pengaruh Eropa terlihat
kental pada sisi beranda masjid ini.
Masjid Agung Manonjaya pada saat proses renovasi paska gempa |
Renovasi
Paska Gempa 2009
Gempa 7.3 skala richter yang terjadi Rabu, 2
September 2009 menghancurkan masjid Agung Manonjaya. 61 tiang penyangga masjid ini tak mampu menahan kuatnya
gempa. Bagian depan masjid roboh seketika. Kayu-kayu penyangga atap masjid yang
berserakan. Untungnya, saat kejadian tak ada orang di dalam masjid. Kerusakan akibat
gempa tahun 2009 ini menimbulkan kerusakan parah pada bangunan masjid ini dan
sama sekali tidak aman untuk digunakan bagi kegiatan peribadatan. Proses
perbaikan berjalan lamban, Otoritas daerah tidak berani mengambil langkah
perbaikan mengingat bahwa masjid tersebut berstatus sebagai bangunan cagar
budaya milik negara dibawah tanggung jawab pemerintah pusat.
Setelah terbengkalai nyaris satu tahun lebih, tokoh
masyarakat setempat berinisiatif melakukan renovasi terhadap bangunan tersebut
dengan dana swadaya masyarakat, karena lambannya proses birokrasi terkait dana
pembangunan kembali masjid tersebut. Pemprop Jabar dan Pemkab Tasikmaya pernah
mengucurkan dana untuk pembangunannya namun karena lemahnya pengawasan
mengakibatkan proses pembangunan jauh dari harapan sehingga bebeberapa bagian
bangunan di bongkar dan dibangun ulang dengan dana swadaya. Hingga Bulan
Romadhan tahun 2012, tiga tahun paska gempa proses renovasi masjid ini baru
berjalan 60%, meski demikian warga disana sudah memanfaatkannya untuk aktivitas
peribadatan.***
------------------------------------------------------------------
🌎 gudang
informasi masjid di Nusantara dan mancanegara.
🌎 informasi
dunia Islam.
------------------------------------------------------------------
Baca Juga
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Dilarang berkomentar berbau SARA