Halaman

Sabtu, 07 Oktober 2017

Masjid Agung Manonjaya Tasikmalaya

Ba'da Sholat Jum'at di Masjid Manonjaya.

Masjid Agung Manonjaya dibangun pada tahun 1837 M, ada pula yang menyebutkan dibangun pada tahun 1832 M, menjadikan masjid ini sebagai masjid tertua di Tasikmalaya. Masjid kebanggaan warga Tasikmalaya, Jawa Barat, ini terletak di Dusun Kaum Tengah, Desa Manonjaya, Kecamatan Manonjaya, Tasikmalaya. Lokasi masjid ini berbatasan dengan jalan Tangsi disebelah utara, sebelah selatan berbatasan dengan jalan Kauman dan Markas Komando Militer 0612 Manonjaya, sebelah timur Sekolah Dasar Negeri 11 Manonjaya dan alun-alun.

Masjid Bersejarah

Pemerintah Republik Indonesia menetapkan Masjid Manonjaya menjadi kawasan cagar budaya (purbakala) yang wajib dilindungi dan dilestarikan, berdasarkan UU Kepurbakalaan pada 1 September 1975 bersama sama dengan Masjid Agung Sumedang. Keputusan ini diperkuat lagi melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 5 Tahun 1992 yang menyatakan bahwa Masjid Agung Manonjaya sebagai bangunan cagar budaya yang harus terus dilestarikan.

Masjid Agung Manonjaya
Jl. RTA Prawira Adiningrat, Manonjaya
Manonjaya, Tasikmalaya, Jawa Barat 46197



Arsitektur Yang Unik

Masjid Agung Manonjaya memiliki luas sekitar 1.250 meter persegi, berdiri di atas lahan seluas 6159 meter persegi dikelilingi oleh pagar tembok. Paras bangunan ditinggikan sekitar 1 meter diatas tanah, berpondasi massif dan berdenah bujursangkar. Struktur bangunannya ditopang oleh 60 tiang yang disebut dalem swindak. Diantara tiang tiang tersebut ada yang berdiameter 50-80 sentimeter yang terletak di beranda masjid.

Tepat di depan beranda itu juga bisa menikmati keindahan dan kekokohan dua buah menara yang pada masa lalu biasa digunakan muazin untuk mengumandangkan azan ke seluruh pelosok kota. Kedua menara itu persis mengapit pintu gerbang utama yang menghadap langsung ke alun-alun Manonjaya.

Arsitektur Masjid Agung Manonjaya ini memadukan desain Eropa dengan aristektur tradisional Sunda dan Jawa. Nuansa tradisional itu sangat terasa dengan bentuk dari elemen bangunan, seperti ruang shalat untuk wanita, serambi (pendopo) di sebelah timur, dan mustaka (memolo) dari tanah liat yang konon merupakan peninggalan dari Syekh Abdul Muhyi, ulama asal Pamijahan, Tasikmalaya Selatan.

Atap antik Masjid Agung Manonjaya

Beberapa unsur bangunan yang sangat khas dan melambangkan percampuran unsur tradisional dengan Eropa klasik itu adalah atap tumpang tiga, serambi (pendopo), dan struktur saka guru yang terdapat di tengah-tengah ruang shalat. Kekhasan lainnya dari masjid ini adalah keberadaan tiang saka guru yang berjumlah 10 buah.

Konstruksi tiang-tiang saka guru tampak berbeda dibandingkan konstruksi serupa yang lazim ada di bangunan masjid-masjid masa lalu dan masa kini. Bila Masjid Agung Demak menggunakan tiang saka guru yang terbuat dari kayu, sebaliknya tiang saka guru Masjid Manonjaya ini menggunakan material pasangan batu bata. Masing-masing tiang saka guru berbentuk persegi delapan dengan diameter 80 cm.

Seperti umumnya masjid-masjid yang dibangun di masa lalu, Masjid Agung Manonjaya ini juga menggunakan bahan-bahan yang terbuat dari kayu jati, kapur, dan tanah liat. Ketiga material itu digunakan sebagai bahan struktur rangka dan campuran tembok masjid.

Masjid Agung Manonjaya di sekitar tahun 1890-1921

Kekhasan lainnya dari masjid ini adalah keberadaan mustaka (memolo) di atas atap tertinggi masjid. Keberadaan memolo ini menunjukkan betapa besarnya pengaruh kebudayaan Jawa di tanah Sunda sekalipun. Konsep memolo itu merupakan adaptasi dari bangunan saktal yang ada di kawasan Jawa Tengah dan Jawa Timur pada masa Hindu.

Dari total luas lahan sekira 6.159 m2, terbagi menjadi beberapa bagian yaitu bangunan utama masjid dengan luas sekitar 637,5 m2 dan bangunan tambahan 289,5 m2. Denah ruang utama persegi panjang berukuran 22,8 × 16,7 m dan dibatasi oleh dinding. bangunana utama dilengkapi dengan pintu di sisi timur, utara, dan selatan, masing-masing pintu terdiri atas dua daun pintu. Dinding timur terdapat pintu utama dan merupakan batas dengan serambi timur.

Sejarah Masjid Agung Manonjaya

Keberadaan masjid tersebut tidak lepas dari sejarah Tasikmalaya. Adanya Masjid Manonjaya ini, karena Manonjaya pernah menjadi ibu kota Tasikmalaya. Pembangunan Masjid Agung Manonjaya terkait erat dengan perpindahan Ibukota Kabupaten Tasikmalaya (saat itu masih bernama kabupaten Sukapura) dari Sukaraja (dahulu bernama pasir panjang) ke Manonjaya (saat itu masih bernama Harjawinangun) pada tahun 1832. Pada masa itu Sukpura dibawah pemerintahan Bupati Wiradana VIII selaku bupati Sukapura ke VIII. Perencana dan penata bangunan Masjid Agung Manonjaya adalah Patih Raten Tumenggung Danuningrat.

Masjid Agung Manonjaya dari arah jalan raya

Perubahan nama dari Harjawinangun menjadi Manonjaya ditetapkan dengan surat Keputusan Gubernur Jenderal Belanda (Besluit Gubernemen) Nomor 22 Tanggal 10 Januari 1839. Mulai saat itu, masyarakat Sukapura mulai membiasakan diri menyebut kawasan tersebut menjadi Manonjaya. Terdapat beberapa variasi angka tahun pembangunan masjid ini, kemungkinan besar karena tahun 1832 merupakan tahun perpindahan ibukota Kabupaten dan dimulainya pembangunan masjid dan tahun 1837 merupakan tahun selesainya pembangunan masjid Agung Manonjaya.

Hal tersebut sejalan dengan plakat pembangunan yang ada di masjid ini. Dari plakat yang dibuat oleh Depdikbud Kanwil Prop. Jabar disebutkan bahwa; pembangunan masjid Agung Manonjaya dilaksanakan pada tahun 1837 oleh RT. Danuningrat. Kemudian pada tahun 1889 didirikan bangunan tambahan oleh RTA Wiraadiningrat. Sedangkan perbaikan masjid pertama kali dilakukan tahun 1974 dengan dana swadaya masyarakat dan bantuan dari Bapak H. Amir Mavhmud. Perbaikan berikutnya dilakukan tahun 1977 dan tahun 1991 dengan dana swadaya masyarakat. Perbaikan dengan dana APBN dri depdikbud dilakukan tahun 1991-1992. Dan diresmikan tanggal 18 Februari 1992 oleh Kepala bidang Muskala Depdikbud Prop Jabar, Drs H. Arsim Nalan N.

Pembangunan yang dilakukan oleh RTA Wiraadiningrat tahun 1889 adalah menambahkan bangunan pendopo di depan bangunan utama, beranda dengan pilar pilar beton bergaya Eropa di sisi depan bangunan dan penambahan dua bangunan menara kembar disisi kiri dan kanannya. Pengaruh Eropa terlihat kental pada sisi beranda masjid ini.

Masjid Agung Manonjaya pada saat proses renovasi paska gempa

Renovasi Paska Gempa 2009

Gempa 7.3 skala richter yang terjadi Rabu, 2 September 2009 menghancurkan masjid Agung Manonjaya. 61 tiang penyangga masjid ini tak mampu menahan kuatnya gempa. Bagian depan masjid roboh seketika. Kayu-kayu penyangga atap masjid yang berserakan. Untungnya, saat kejadian tak ada orang di dalam masjid. Kerusakan akibat gempa tahun 2009 ini menimbulkan kerusakan parah pada bangunan masjid ini dan sama sekali tidak aman untuk digunakan bagi kegiatan peribadatan. Proses perbaikan berjalan lamban, Otoritas daerah tidak berani mengambil langkah perbaikan mengingat bahwa masjid tersebut berstatus sebagai bangunan cagar budaya milik negara dibawah tanggung jawab pemerintah pusat.

Setelah terbengkalai nyaris satu tahun lebih, tokoh masyarakat setempat berinisiatif melakukan renovasi terhadap bangunan tersebut dengan dana swadaya masyarakat, karena lambannya proses birokrasi terkait dana pembangunan kembali masjid tersebut. Pemprop Jabar dan Pemkab Tasikmaya pernah mengucurkan dana untuk pembangunannya namun karena lemahnya pengawasan mengakibatkan proses pembangunan jauh dari harapan sehingga bebeberapa bagian bangunan di bongkar dan dibangun ulang dengan dana swadaya. Hingga Bulan Romadhan tahun 2012, tiga tahun paska gempa proses renovasi masjid ini baru berjalan 60%, meski demikian warga disana sudah memanfaatkannya untuk aktivitas peribadatan.***

------------------------------------------------------------------
Follow & Like akun Instagram kami di @masjidinfo
🌎 gudang informasi masjid di Nusantara dan mancanegara.
🌎 informasi dunia Islam.
------------------------------------------------------------------

Baca Juga



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Dilarang berkomentar berbau SARA