Masjid Selimiye, Edirne, Turki |
Masjid Selimiye atau dalam Turki disebut dengan
Selimiye Camii dan dalam Bahasa Arab disebut dengan Jami’ Salimiyah, adalah
masjid bersejarah peninggalan emperium Usmaniyah (Turki Usmani) di kota Edirne.
Masjid ini dibangun atas perintah Sultan Selim II karenanya dinamai Masjid Selimiye.
Pembangunannya dilaksanakan antara tahun 1568 sampai 1574 dan dirancang oleh arsitek Mimar Sinan.
Masjid Selimiye merupakan salah
satu dari mahakarrya Mimar Sinan yang dikenal sebagai arsitek terbesar emperium
Usmaniyah. Bangunan masjid ini pernah dikonservasi tahun 1954-1971 dan masih
berfungsi hingga hari. Sebagai sebuah mahakarya masjid ini diabdikan dalam
lembaran uang kertas pecahan 10.000 lira Turki lira dari 1982-1995. Komplek
Masjid Selimiye ini juga telah
didaftarkan sebagai Situs Warisan Dunia UNESCO pada tahun 2011.
Keseluruhan komplek masjid ini seperti komplek
masjid masjid Turki lainnya disebut sebagai Külliye, semacam Islamic Center, terdiri dari bangunan
masjid sebagai pusatnya di dukung dengan bangunan bangunan lainnya termasuk kompleks
madrasah, perpustakaan,
rumah sakit, dan Hamam (pemandian
umum khas Turki). Ditambah
lagi dengan Pusat pengkajian dan pembelajaran Hadist, kantor pengurus dan pengelola serta jejeran
pertokoan.
Karya Monumental Mimar Sinan
Karya Mimar Sinan memang dikenal luas sebagai
ciri khas dari masjid masjid dari era Emperium Usmaniyah dengan ciri yang
sangat kental dan langsung dapat dikenali dari bentuk dan bentuk bangunan
masjidnya. Hampir keseluruhan masjid masjid besar dari era ini ditandai dengan
bangunan masjid yang tinggi besar, kubah berukuran besar mendominasi atap
bangunan masjid dan menara yang ramping menjulang tinggi dan runcing seperti
sebatang pensil.
Kubah Masjid Selimiye ini dirancang dengan
bentuk kubah bertingkat tingkat, kubah utama ditopang oleh beberapa bangun semi
kubah. Kubah utama masjid ini setinggi 43,24 meter dengan diameter 32,25 meter,
sedangkan beratnya mencapai 2000 ton. Struktur atapnya yang bertingkat tingkat
ini, dari luar tampak seakan berdinding berlapis lapis dengan beberapa penopang
dinding berukuran besar disetiap sisi dan sudut bangunan. Dibagian atas nya
diletakkan kubah berukuran lebih kecil. Struktur ini sebenarnya adalah struktur
penyanggah atap masjid, struktur dindingnya yang tampak berlapis dibangun
dengan keperluan untuk menahan beban 2000 ton struktur atap betonnya.
Begitupun dengan lengkungan lengkunan besar
yang tampak baik dari luar maupun dari dalam masjid juga merupakan struktur
penyanggah atap, semacam tiang gantung untuk menahan beban struktur diatasnya.
Di setiap sisi bawah lengkungan besar tersebut ditempatkan jendela jendela kaca
berukuran besar selain sebagai sumber cahaya dan keindahan namun juga berfungsi
untuk mengesankan ruangan yang lebih besar dari aslinya. Total keseluruhan ada
384 Jendela di masjid ini sehingga, pencahayaan di masjid Selimiye ini disebut
sebut lebih baik dibandingkan dengan di (masjid) Hagia Sophia dan Masjid
Sulaymaniye.
Masjid Selimiye, Edirne, Turki |
Menara dan Pelataran
Masjid Selimiye memiliki empat menara tinggi
yang dibuat begitu ramping menjulang seakan menusuk langit. Menara menara ini
pada masanya memang digunakan sebagai tempat muazin mengumandangkan azan dari
balkoni yang sengaja dibangun untuk keperluan itu. Dimasa kini hal tersebut
sudah digantikan dengan sistem tata suara elektronik sehingga muazin tidak lagi
perlu memanjat menara saat akan mengumandangkan azan.
Masjid Selimiye memiliki pelataran tengah yang
terbuka yang berada di lingkungan masjid dikelilingi serangkaian koridor
beratap kubah kubah berukuran kecil, area ini juga merupakan area sholat
tambahan pada saat ruang sholat di dalam masjid sudah tidak dapat menampung
keseluruhan Jemaah.
Bila di tanah jawa pelataran tengah ini semacam
alun alun, namun alun alun memiliki multi fungsi sedangkan area pelataran di
masjid ini hanya untuk keperluan peribadatan, meski diluar waktu sholat memang
kerap kali digunakan oleh para Jemaah untuk bersantai di ruang terbuka.
Interior Masjid Selimiye |
Area pelataran tengah di dominasi oleh bentuk
bentuk lengkungan yang menghubungkan antar pilar pilar beton dan pilar pilar
batu pualam. Corak warna batu lengkungannya belang belang mengingatkan pada
pola yang sama di istana Alhambra dan Cordoba di Spayol yang dibangun pada masa
Abasiyah. Corak demikian juga dapat ditemukan di Masjidil Haram yang pada
masanya memang pernah berada di bawah kekuasaan Emperium Usmaniyah . Corak
demikian itu kemudian menyebar keseantero masjid di berbagai belahan dunia termasuk
di Indonesia.
Hampir setiap detil bangunan masjid ini
ditangani dengan cermat, begitu banyak profil dari batu batu alam yang
digunakan untuk memperindah masjid ini, bahkan sekujur empat badan menaranya di
hais dengan batu alam berprofil hingga ke ujung menara.
Mimar Sinan menyelaraskan dengan apik setiap
transisi pertemuan antar struktur dengan seni Muqornas berupa ukiran batu alam
berbentuk stalaktit (bantu menggantung) dengan denah sarang lebah, butuh
ketelitian yang kesabaran yang tinggi dalam proses pembuatan semua karya seni
tersebut pada zaman dimana proses pertukangan maupun manufaktur dengan
teknologi permesinan belum secanggih saat ini.
Aerial view Masjid Selimiye |
Kubah utama masjid yang berukuran besar di
atapnya itu menghasilkan ruang utama di bawahnya di dalam masjid, sedangkan
bangun semi kubah yang berada dibawah kubah utama menghasilkan ruang ruang
ceruk berukuran besar di ke empat sisi di dalam masjid, salah satu cerukan itu kemudian
di-olah sedemikian rupa untuk difungsikan sebagai mihrab. Sisi yang berseberangan
menjadi tempat pintu utama sedangkan dua sisi di kiri dan kanan menjadi pintu samping.
Mihrab, Mimbar dan Mahfil
Mihrab di masjid ini dibangun seperti sebuah
gapura paduraksa berukuran besar yang menempel ke tembok, dibuat dari bahan batu
berukir, ruang mihrabnya berupa cerukan ke dalam tembok dengan dua bentuk pilar
di sisi kiri dan kanannya. Mimbarnya dibangun cukup tinggi sebagai tempat
khatib menyampaikan kutbah, lokasinya tidak disamping mihrab tapi justru berada
agak ke tengah di samping pilar besar sebelah kanan.
Di depan mimbar ini tepat dibawah kubah utama, dibangun
satu tempat khusus berupa panggung berukir sebagai tempat muazin meneruskan
suara imam agar terdengar oleh seluruh Jemaah. Jangan lupa pada masa itu belum
ada perangkat pengeras suara. Tempat ini dalam Bahasa Turki disebut Mahfill.***
Baca Juga
good
BalasHapus