Masjid Jami' Kuala Lumpur, Masjid pertama dan tertua di kota Kuala Lumpur, Malaysia |
Masjid Jami’ Kuala Lumpur diketahui merupakan masjid tertua
di kota Kuala Lumpur, Ibukota Negara Malaysia. Area di sekitar masjid ini
merupakan cikal bakal kota metropolitan Kuala Lumpur sekaligus menjadi bagian
tertua dari kota ini. Konon, kondisi daerah disekitar masjid ini yang merupakan
pertemuan antara dua sungai atau Kuala (atau tempuran dalam istilah Jawa dan
Sunda) yang berlumpur lah yang kemudian menjadi nama dari Ibukota Negara
Malaysia ini.
Masjid tua ini memiliki beraneka
ragam varian nama sebutan mulai dari Masjid Jamek, Jami Masjid, Jamek
Mosque, Masjid Jame, Jalan Tun Perak Jamek Mosque, Masjid al-Jami' dan Friday
Mosque of Kuala Lumpur namun lebih dikenal dengan nama Masjid Jami’ Kuala
Lumpur.
Sejak dibangun tahun 1897, bentuk
masjid ini tetap dipertahankan sebagaimana aslinya meskipun kini Masjid Jami’
Kuala Lumpur terlihat seperti istana liliput diantara gedung gedung jangkung
yang begitu sangar berdiri disekitarnya. Mirip dengan suasana Masjid
Hidayatullah di kawasan Setia Budi Jakarta Selatan.
Sejak
dibangun tahun 1897 (kira kira sezaman dengan Sultan Abdul Samad
Building), Masjid Jami’ Kuala Lumpur ini menjadi masjid utama di kota Kuala
lumpur untuk penyelenggaraan sholat Jum’at dan aktivitas ke-Islaman, dan dengan
sendiri nya juga berfungsi sebagai “Masjid Nasional” pada saat Malaysia merdeka
di tahun 1957. Baru kemudian dengan selesainya pembangunan Masjid
Negara di tahun
1967 fungsi sebagai masjid utama dan Masjid Nasional berpindah ke Masjid
Negara.
Hampir
semua bangunan dan aset nasional Malaysia menyandang kata “Negara” yang
bermakna sebagai milik “Kerajaan / Negara / Federasi” Malaysia secara Nasional,
untuk membedakannya dengan kata “Negeri / Kesultanan” yang bila di Indonesia
kira kira sama dengan atau setingkat “provinsi” yang dipimpin oleh “Sultan” atau
“Gubernur” dan posisi yang setingkat dengan-nya.
Seperti
contoh Masjid
Negara di Kuala Lumpur, kata “Negara” pada nama masjid
tersebut bermakna sebagai masjid “Nasional” Malaysia, begitupun dengan “Zoo
Negara” (Kebun Binatang Nasinal), “Perpustakaan Negara” (Perpustakaan
Nasional) dan sebagainya.
Foto lama Masjid Jami' Kuala Lumpur yang berada di pertemuan dua sungai, perhatikan tangga melingkar yang menghadap ke arah sungai, merupakan akses bagi para pengguna transportasi sungai. |
Sejarah Pembangunan Masjid Jami’ Kuala Lumpur
Pembangunan
Masjid Jami’ Kuala Lumpur ini dilakukan oleh pemerintah Inggris di tahun 1857
yang kala itu berkuasa di Malaysia. Sumber sumber lain menyatakan bahwa masjid
ini dibangun tahun 1909 dan dibuka secara resmi oleh Sultan Selangor pada
tanggal 23 Desember 1909. Pembangunan masjid ini di danai oleh pemerintah
kolonial Inggris, Kesultanan Selangor dan masyarakat muslim setempat secara
swadaya.
Arthur Benison Hubback ditunjuk sebagai arsitek pembangunan masjid ini dalam kapasitasnya
sebagai arsitek
kota dan sebelumnya bertugas di India yang
saat itu juga merupakan wilayah jajahan Inggris. Di Kuala Lumpur beliau bekerja di departemen pekerjaan
umum dan sekaligus ditunjuk untuk mengawasi proyek pembangunan masjid ini.
Lokasi
masjid ini berada di pusat kota pada sebuah tanjung di pertemuan
Sungai Klang dan Sungai
Gombak pada hari ini menjadi Jalan Tun Perak. Dibangun di
lahan bekas pemakaman Melayu sebelum kawasan tersebut menjadi kawasan
perkotaan. Pada masa itu areal ini belum seramai saat ini dan
cukup terpencil dengan letaknya yang berada di lahan pertemuan dua sungai yang
membentuk sebuah tanjung / kuala.
Foto Masjid Jami' Kuala Lumpur saat ini dengan bangunan tambahan di kiri dan kanan bangunan lama, tangga melingkar yang sudah dipulihkan namun taman dengan pohon pohon kelapanya kini menghilang. |
Pemerintah Inggris membangun masjid Jami’ ini diperuntukkan
bagi pegawai negeri sipil berbangsa melayu /
muslim yang bekerja
bagi pemerintah jajahan Inggris ketika itu. Dari
daerah inilah kota
yang menjadi pusat pemerintahan jajahan dan kemudian semakin berkembang dan
menjadi kota Kuala Lumpur yang sekarang kita kenal.
Reka bentuk masjid Jami Kuala Lumpur ini mengikuti gaya
masjid masjid tradisional di wilayah India Utara, tempat dimana sang arsitek (Arthur Benison Hubback) sebelumnya tinggal dan bertugas untuk
pemerintah jajahan Inggris di India. Sebagaimana Masjid masjid di India, masjid
Jami Kuala Lumpur ini juga dilengkapi dengan halaman tengah atau “Sahn”.
Tak
mengherankan bila gaya arsitektur Islam Mughal (India) begitu kental pada
masjid ini. Reka bentuknya sangat mirip dengan Masjid Jami Delhi di Old Delhi
India atau Masjid Badshahi di Lahore Pakistan namun dalam ukuran yang lebih
kecil. Ada tiga kubah bawang di atap bangunan utama masjid dan ditambah dengan
area sahn atau pelataran tengah.
Masjid Jami' Kuala Lumpur di malam hari. |
Tiga kubah
bawang berukuran besar bertengger di atas bangunan utama ditambah dengan begitu
banyak menara menara kecil menghias bagian atap masjid ini. Ragam hias di luar
dan di dalam masjid ini juga begitu kental dengan sentuhan seni bina Islam
Mughal, yang kini sangat jarang ditemukan di masjid masjid yang dibangun di era
mideren. Dapat dikatakan bahwa Masjid Jami’ Kuala Lumpur ini merupakan contoh
terbaik dari arsitektur resmi pemerintah jajahan Inggris di Malaysia. Selain
sentuhan Mughal yang kental, masjid ini juga dipengaruhi oleh seni bina
bangunan Moor (Maroko).
Penggunaan
kombinasi warna batu merah dan putih sangat mirip dengan Masjid Agung di
Cordoba, Spanyol, begitu menyolok pada dinding eksterior masjid ini. Sedangkan
kemiripan dengan masjid masjid Maroko dapat ditemukan pada barisan tiang tiang
penyangga atap yang diberi lengkungan berpadu dengan kisi kisi serta detail
susunan bata merah, semen dan marmer.
Ke Masjid
Jami’ Kuala Lumpur Naik Sampan
Dari sebuah lukisan yang dibuat
oleh Dr Peter Barbor, cucu dari Arthur Benison
Hubback yang merupakan arsitek
masjid ini, tampak bahwa tangga tangga batu masjid ini dulunya dibuat sebagai
akses bagi para Jemaah yang menggunakan sampan (perahu) yang merupakan sarana
transportasi penting pada masa itu.
Masjid Jami' Kuala Lumpur di tahun 1910 |
Masjid Jami' Kuala Lumpur di tahun 2015, bandingkan suasana-nya dengan foto tahun 1910 di atas. |
Meski area tersebut sempat dijadikan taman
seiring dengan fungsinya yang tak lagi sebagaimana dulu, namun kemudian tangga
tangga tersebut di revitalisasi dan dikembalikan ke bentuknya semula. Di masa
lalu tangga tangga tersebut juga merupakan akses bagi Jemaah masjid untuk
berwudhu ke sungai.
Sejarawan Malaysia berupaya
memulihkan area sekitar masjid ini sebagaimana aslinya termasuk “memulihkan”
tangga tangga batu masjid ini yang mengarah ke sungai sebagai bagian dari upaya
konservasi, meskipun beberapa bagiannya ditemukan rusak akibat proses
pengerukan sungai selama beberapa dekade. Sejarawan setempat juga menyesalkan
ditebangnya beberapa pohon kelapa yang sudah berusia sangat tua dan sudah ada sejak
areal tersebut masih berupa pemakaman umum melayu.
Upaya konservasi masjid ini dan
seluruh areal disekitarnya termasuk bagian di sisi sungai, merupakan upaya
untuk mempertahankan ke-aslian masjid ini dan sekitarnya, yang tentu saja
teramat penting bagi sejarah kota Kuala Lumpur khususnya maupun bagi sejarah
Malausia umumnya.***
Baca Juga
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Dilarang berkomentar berbau SARA