Halaman

Minggu, 02 Juli 2017

Masjid Besar Ainul Yaqin Sunan Giri, Gresik

Masjid Besar Ainul Yakin Sunan Giri dulunya berada di atas bukit Kedaton lalu dipindahkan ke Bukit Giri

Masjid Besar Ainul Yakin Sunan Giri atau biasa disebut Masjid Sunan Giri, terletak di komplek makam Sunan Giri di Bukit Giri, Kelurahan Giri, kecamatan Kebomas, Kabupaten Gresik provinsi Jawa Timur. posisinya hanya beberapa langkah disebelah makam Sunan Giri melewati jalan kecil disamping sejejeran makam makam tua. Untuk sampai ke masjid ini pengunjung akan melewati sebuah lorong yang dikiri kanannya dipenuhi kios kios pedagang menjajakan perlengkapan ibadah, cindera mata, dan barang-barang lainnya.

Kios-kios yang dikelola oleh Paguyuban Pedagang Lorong Masjid Sunan Giri. Semakin siang, semakin ramai peziarah yang berkunjung ke makam dan Masjid Sunan Giri ini, dan lorong ini pun bisa disesaki oleh para peziarah yang berlalu lalang. Makam Sunan Giri telah menjadi salah satu objek wisata rohani yang menarik para wisatawan dari berbagai pelosok tanah air.

Masjid Sunan Giri
Bukit Giri, Kebomas, Gresik, Jawa Timur 61124
GPS: -7.1691319, 112.6316857.



Butuh sedikit perjuangan untuk mencapai masjid ini. Dari area parkir kendaraan harus menapaki jalan mendaki sejauh kurang lebih satu kilo meter. Cukup melelahkan, bagi mereka yang tidak kuat jalan kaki, tersedia andong (delman) maupun ojek. Memasuki lokasi ada sekitar enam blok pemakaman yang terletak di kiri dan kanan pintu gerbang, juga di sisi tangga menuju masjid.

Sedangkan, makam utama tempat Sunan Giri dimakamkan terletak di areal sebelah kiri masjid. Ada sekitar 300 makam di sekitar kompleks Sunan Giri itu. Bentuk nisannya nyaris sama dan tanpa nama. Terbuat dari batu andesit, yang banyak digunakan pula untuk membuat candi atau arca di zaman kejayaan Hindu dan Budha.

Sejarah Masjid Sunan Giri

Kehadiran masjid ini tidak dapat dipisahkan dari sejarah penyebaran agama Islam di daerah Gresik, terutama yang dilakukan oleh Raden Paku Ainul Yaqin, salah seorang dari Wali Songo yang bergelar Sunan Giri. Masjid Sunan Giri didirikan pada 1544 atas prakarsa Nyi Ageng Kabunan (cucu Sunan Giri), lantaran setelah Sunan Giri meninggal pada 1506 banyak para peziarah berdatangan ke Makam Sunan Giri, dan para pengikutnya pun berpindah tempat dan tinggal di sekitar Bukit Giri, agar lebih dekat ke makam Sang Sunan.

Masjid Sunan giri jelang waktu magrib

Masjid tersebut sebenarnya adalah bangunan masjid dari komplek pesantren Sunan Giri di Bukit Kedaton yang dibangun tahun 1399 saka, pada saat itu pesantren Sunan Giri di Bukit Kedaton mengalami perkembangan pesat, sehingga kemudian dibangunlah sebuah musolla untuk shalat jamaah serta untuk kegiatan-kegiatan peantren. Tahun 1407 Saka/1481 Miladiyah dipugar dengan memperluas bangunan dan masjid itu dinamakan masjid Jamik.

Pada saat itu Sunan Giri diangkat sebagai penasihat oleh Raden Patah selaku Sultan Demak pertama, sekaligus sebagai ketua dari para wali maka langgar itu kemudian dijadikan masjid Jamik. Meskipun bangunan ini ukurannya relatif kecil namun cukup indah dan artistik penuh ukiran dan kaligrafi huruf arab serta ayat suci Al-Qur’an. Atap masjid terbuat dari sirip kayu, pondasinya terbuat dari batu-batu berukir sampai sekarang tetap dalam keadaan utuh di atas bukit Kedaton.

Setelah 10 tahun sunan Giri wafat, perhatian masyarakat beralih pada makam Sunan Giri, di Bukit Giri, maka terjadilah perpindahan penduduk, mereka banyak bertempat tinggal di Bukit Giri. Melihat hal itu maka tergeraklah hati Nyi Ageng Kabunan (cucu ketiga Sunan Giri yang menjanda) untuk memindahkan masjid dari Bukit Kedaton Kebukit Giri dekat makam Sunan Giri.

Mihrab Masjid Sunan Giri

Pemindahan dilakukan pada tahun 1544 Masehi.  Dalam waktu yang relatif singkat masjid berdiri dengan ukuran 150 m2. Masjid tersebut kemudian berganti nama menjadi Masjid Sunan Giri Ainul Yakin. Berdirinya masjid ini direkam dalam ukiran ber-aksara arab ditempatkan di atas pintu utama masjid. Tulisan tersebut berbunyi “Masjid ini dibangun oleh seorang janda (perempuan) cucu Sunan Giri ketiga pada tahun 684 H atau 1544 M. Tulisan tersebut dibuat oleh Haji Ya’kub Rekso Astono tahun 1856 M,

Masjid ini sendiri sampai sekarang telah mengalami beberapa kali renovasi. Renovasi pertama dilaksanakan pada tahun 1857 ketika masjid ini berusia sekitar 313 tahun dan kondisi bangunan masjid dari kayu itu yang semakin lapuk. di tahun yang sama juga didirikan masjid wedok (masjid khusus kaum wanita) dan konon juga bekas masjid dari Sunan Prapen cucu dari Sunan Giri.

Tahun 1789 M diadakan perluasan oleh H. Ya’kub Rekso Astono, terkait hal tersebut, sda pendapat yang mengatakan bahwa bangunan masjid inti yang terlihat saat ini justru hasil karya H. Ya’kub ini, sedang masjid asli yang dipindahkan oleh Nyi Ageng Kabunan dari dari Giri Kedaton ke tempat ini adalah bangunan yang kini menjadi masjid wedok.

Atap limas bersusun tiga di masjid Sunan Giri 

Perbaikan selanjutnya terjadi di era Indonesia merdeka. Di tahun 1950 Masjid Sunan Giri mengalami kerusakan akibat gempa bumi. Proses perbaikan dipimpin oleh H. Zaenal Abidin selaku juru kunci makam bersama masyarakat Giri memperbaiki masjid ini dalam dalam waktu tiga bulan.

Perluasan halaman masjid dilakukan tahun 1957 oleh Panitia Kesejahteraan Makam dan Masjid Sunan Giri. Perluasan halaman tersebut dilakukan dengan memindahkan pendopo masjid dari depan masjid ke kesebelah utara, serta penggantian atap masjid dari atap sirap menggunakan atap genteng dan memperluas bak penampungan air hujan guna keperluan air bersih.

Perbaikan perbaikan kecil terus dilakukan hingga era 1970-an. Renovasi terahir dilakukan pada tahun 1982, peresmiannya dilakukan oleh Bupati KDH  Tingkat II Gresik pada tanggal 17 Desember 1982. Kini luas bangunannya mencapai 1.750 m² sudah berkali kali lipat luasnya dari ukuran semula, di atas lahas seluas 3.000 m².

Unik bukan ? pintu gapura masjid berbentuk gapura candi

Monumen Sejarah

Masjid Ainul Yakin Sunan Giri ini sudah menjadi monument sejarah yang dilindungi oleh negara sejak dari masa penjajahan Belanda. Di zaman Hindia Belanda, masjid ini terdaftar sebagai peninggalan sejarah, didaftar dalam “monumenten ordonantie” dengan nomor staat blaad 238 pada tahun 1931. Kini berada di bawah pengawasan Direktorat Perlindungan dan Pembinaan Peninggalan Sejarah dan Purbakala Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Arsitektur Masjid Ainul Yakin Sunan Giri

Seperti lazimnya masjid-masjid tua di seluruh Nusantara maka Masjid Ainul Yaqin Sunan Giri ini pun memiliki bentuk kubah yang khas, yaitu kubah atap limas dengan tiga undakan. Akulturasi dengan budaya sebelum Islam sangat kental terlihat di masjid ini, yang paling menyolok adalah adanya beberapa pintu gerbang berupa gapura paduraksa termasuk pintu masuk utama ke masjid ini.

Dibagian dalam masjid akan kita temukan sokoguru dari kayu yang berjejer menopang struktur atap masjid ini. Masing masing masing sokoguru ini berdiri diatas umpak dari batu. Umpak batu di hias dengan warna emas, bagian bawah tiang dihias dengan ukiran yang meruncing juga dengan warna emas.

Interior Masjid  Sunan Giri

Batang sokoguru terbuat dari sebatang kayu berukuran besar, di profil sekelilingnya, di cat dengan warna hijau muda. Di setiap pertemuan sokoguru dengan soko alangnya juga dihias dengan ukiran yang meruncing bewarna emas. Hampir seluruh materi kayu di dalam masjid ini di cat dengan warna hijau muda. Di bawah atap utama menggantung lampu antik menjuntai di atas ruang utama.

Mihrab masjid terdiri dari tiga bagian ceruk. Sebalah kiri di tempatkan sebuah jam berdiri berukuran besar. Ceruk tengah merupakan tempat imam dengan dan paling kanan merupakan ceruk dimana mimbar tempat khatib ditempatkan. Mimbar berukir dari kayu ini juga dicat dengan paduan hijau muda dan warna emas.

Sebagai rumah ibadah, masjid ini begitu ramai dikunjungi jamaah untuk shalat rawatib (shalat lima waktu) maupun shalat Jumat, bahkan pada bulan-bulan besar, seperti bulan Muharam, Dzulhijjah, dan Rabi’ul Awal (Maulid), masjid ini ramai dikunjungi peziarah dari luar pulau Jawa, seperti Sumatera dan Kalimantan***.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Dilarang berkomentar berbau SARA