Masjid Besar Ainul Yakin Sunan Giri dulunya berada di atas bukit Kedaton lalu dipindahkan ke Bukit Giri |
Masjid Besar Ainul Yakin Sunan Giri atau biasa
disebut Masjid Sunan Giri, terletak di komplek makam Sunan Giri di Bukit Giri, Kelurahan
Giri, kecamatan Kebomas, Kabupaten Gresik provinsi Jawa Timur. posisinya hanya
beberapa langkah disebelah makam Sunan Giri melewati jalan kecil disamping
sejejeran makam makam tua. Untuk sampai ke masjid ini pengunjung akan melewati
sebuah lorong yang dikiri kanannya dipenuhi kios kios pedagang menjajakan perlengkapan
ibadah, cindera mata, dan barang-barang lainnya.
Kios-kios yang dikelola oleh
Paguyuban Pedagang Lorong Masjid Sunan Giri. Semakin siang, semakin ramai
peziarah yang berkunjung ke makam dan Masjid Sunan Giri ini, dan lorong ini pun
bisa disesaki oleh para peziarah yang berlalu lalang. Makam Sunan Giri telah menjadi salah satu objek wisata
rohani yang menarik para wisatawan dari berbagai pelosok tanah air.
Masjid Sunan Giri
Bukit Giri, Kebomas, Gresik, Jawa Timur 61124
GPS: -7.1691319, 112.6316857.
Butuh sedikit perjuangan untuk mencapai masjid
ini. Dari area parkir kendaraan harus menapaki jalan mendaki sejauh
kurang lebih satu kilo meter. Cukup melelahkan, bagi mereka yang tidak kuat jalan
kaki, tersedia andong (delman) maupun ojek.
Memasuki lokasi ada sekitar
enam blok pemakaman yang terletak di kiri dan kanan pintu gerbang, juga di sisi
tangga menuju masjid.
Sedangkan, makam utama tempat
Sunan Giri dimakamkan terletak di areal sebelah kiri masjid. Ada sekitar 300 makam di sekitar
kompleks Sunan Giri itu. Bentuk nisannya nyaris sama dan tanpa nama. Terbuat
dari batu andesit, yang banyak digunakan pula untuk membuat candi atau arca di
zaman kejayaan Hindu dan Budha.
Sejarah Masjid Sunan Giri
Kehadiran masjid ini tidak dapat
dipisahkan dari sejarah penyebaran agama Islam di daerah Gresik, terutama yang
dilakukan oleh Raden Paku Ainul
Yaqin, salah seorang dari Wali Songo yang bergelar Sunan Giri. Masjid Sunan
Giri didirikan pada 1544 atas prakarsa Nyi Ageng Kabunan (cucu Sunan Giri),
lantaran setelah Sunan Giri meninggal pada 1506 banyak para peziarah
berdatangan ke Makam Sunan Giri, dan para pengikutnya pun berpindah tempat dan
tinggal di sekitar Bukit Giri, agar lebih dekat ke makam Sang Sunan.
Masjid Sunan giri jelang waktu magrib |
Masjid tersebut sebenarnya adalah bangunan
masjid dari komplek pesantren Sunan Giri di Bukit Kedaton yang dibangun tahun
1399 saka, pada saat itu pesantren Sunan Giri di Bukit Kedaton mengalami
perkembangan pesat, sehingga kemudian dibangunlah sebuah musolla untuk shalat
jamaah serta untuk kegiatan-kegiatan peantren. Tahun 1407 Saka/1481 Miladiyah dipugar dengan memperluas bangunan dan masjid
itu dinamakan masjid Jamik.
Pada saat itu Sunan Giri diangkat
sebagai penasihat oleh Raden
Patah selaku Sultan Demak
pertama, sekaligus sebagai ketua dari para wali maka langgar itu
kemudian dijadikan masjid Jamik. Meskipun bangunan ini ukurannya relatif kecil
namun cukup indah dan artistik penuh ukiran dan kaligrafi huruf arab serta ayat
suci Al-Qur’an. Atap masjid terbuat dari sirip kayu, pondasinya terbuat dari
batu-batu berukir sampai sekarang tetap dalam keadaan utuh di atas bukit
Kedaton.
Setelah 10 tahun sunan Giri wafat,
perhatian masyarakat beralih pada makam Sunan Giri,
di Bukit Giri, maka
terjadilah perpindahan penduduk, mereka banyak bertempat tinggal di Bukit
Giri. Melihat hal itu maka tergeraklah hati Nyi Ageng Kabunan (cucu ketiga Sunan Giri yang menjanda)
untuk memindahkan masjid dari Bukit Kedaton Kebukit Giri dekat makam Sunan Giri.
Mihrab Masjid Sunan Giri |
Pemindahan dilakukan pada tahun
1544 Masehi. Dalam waktu yang relatif singkat masjid berdiri dengan
ukuran 150 m2. Masjid tersebut
kemudian berganti nama menjadi
Masjid Sunan Giri Ainul Yakin.
Berdirinya masjid ini direkam
dalam ukiran ber-aksara arab ditempatkan di atas pintu utama masjid. Tulisan
tersebut berbunyi “Masjid ini dibangun oleh seorang janda (perempuan)
cucu Sunan Giri ketiga pada tahun 684 H atau 1544 M”.
Tulisan tersebut dibuat oleh Haji Ya’kub Rekso Astono tahun 1856 M,
Masjid ini sendiri sampai sekarang telah mengalami beberapa kali renovasi. Renovasi pertama dilaksanakan pada tahun 1857
ketika masjid ini berusia sekitar 313 tahun dan kondisi bangunan masjid dari kayu itu yang semakin lapuk. di tahun yang sama juga didirikan
masjid wedok (masjid khusus kaum wanita) dan konon juga bekas masjid
dari Sunan Prapen cucu dari Sunan
Giri.
Tahun 1789 M diadakan perluasan
oleh H. Ya’kub Rekso Astono,
terkait hal tersebut, sda pendapat yang mengatakan bahwa bangunan masjid inti yang terlihat saat ini justru hasil
karya H. Ya’kub ini, sedang masjid
asli yang dipindahkan oleh Nyi Ageng Kabunan dari dari Giri Kedaton ke tempat ini adalah bangunan yang kini
menjadi masjid wedok.
Atap limas bersusun tiga di masjid Sunan Giri |
Perbaikan selanjutnya terjadi di era Indonesia
merdeka. Di tahun 1950 Masjid Sunan Giri mengalami kerusakan akibat gempa bumi.
Proses perbaikan dipimpin oleh H. Zaenal Abidin selaku juru kunci makam bersama
masyarakat Giri memperbaiki
masjid ini dalam dalam waktu tiga bulan.
Perluasan halaman masjid dilakukan tahun 1957
oleh Panitia Kesejahteraan Makam dan Masjid Sunan Giri. Perluasan halaman tersebut dilakukan dengan
memindahkan pendopo masjid dari depan
masjid ke kesebelah utara,
serta penggantian atap masjid dari atap sirap menggunakan atap genteng dan memperluas bak penampungan air hujan guna
keperluan air bersih.
Perbaikan perbaikan kecil terus dilakukan
hingga era 1970-an. Renovasi terahir dilakukan pada tahun 1982, peresmiannya dilakukan oleh Bupati
KDH Tingkat II Gresik pada tanggal 17 Desember 1982. Kini luas bangunannya mencapai 1.750 m² sudah berkali kali lipat luasnya
dari ukuran semula, di atas lahas seluas 3.000 m².
Unik bukan ? pintu gapura masjid berbentuk gapura candi |
Monumen Sejarah
Masjid Ainul Yakin Sunan Giri ini sudah menjadi
monument sejarah yang dilindungi oleh negara sejak dari masa penjajahan
Belanda. Di zaman Hindia Belanda, masjid ini terdaftar sebagai
peninggalan sejarah, didaftar dalam “monumenten ordonantie” dengan nomor staat
blaad 238 pada tahun 1931. Kini
berada di bawah pengawasan Direktorat Perlindungan dan Pembinaan Peninggalan
Sejarah dan Purbakala Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Arsitektur Masjid
Ainul Yakin Sunan Giri
Seperti lazimnya masjid-masjid
tua di seluruh Nusantara maka Masjid Ainul Yaqin Sunan Giri ini pun memiliki
bentuk kubah yang khas, yaitu kubah atap limas dengan tiga undakan. Akulturasi dengan budaya sebelum
Islam sangat kental terlihat di masjid ini, yang paling menyolok adalah adanya
beberapa pintu gerbang berupa gapura paduraksa termasuk pintu masuk utama ke masjid ini.
Dibagian dalam masjid akan kita temukan
sokoguru dari kayu yang berjejer menopang struktur atap masjid ini. Masing
masing masing sokoguru ini berdiri diatas umpak dari batu. Umpak batu di hias
dengan warna emas, bagian bawah tiang dihias dengan ukiran yang meruncing juga
dengan warna emas.
Interior Masjid Sunan Giri |
Batang sokoguru terbuat dari sebatang kayu
berukuran besar, di profil sekelilingnya, di cat dengan warna hijau muda. Di
setiap pertemuan sokoguru dengan soko alangnya juga dihias dengan ukiran yang
meruncing bewarna emas. Hampir seluruh materi kayu di dalam masjid ini di cat
dengan warna hijau muda. Di bawah atap utama menggantung lampu antik menjuntai
di atas ruang utama.
Mihrab masjid terdiri dari tiga bagian ceruk.
Sebalah kiri di tempatkan sebuah jam berdiri berukuran besar. Ceruk tengah
merupakan tempat imam dengan dan paling kanan merupakan ceruk dimana mimbar
tempat khatib ditempatkan. Mimbar berukir dari kayu ini juga dicat dengan
paduan hijau muda dan warna emas.
Sebagai rumah ibadah, masjid ini begitu ramai dikunjungi
jamaah untuk shalat rawatib (shalat lima waktu) maupun shalat Jumat, bahkan
pada bulan-bulan besar, seperti bulan Muharam, Dzulhijjah, dan Rabi’ul Awal
(Maulid), masjid ini ramai dikunjungi peziarah dari luar pulau Jawa, seperti Sumatera dan
Kalimantan***.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Dilarang berkomentar berbau SARA