Lima Masjid Tua Jakarta urutan ke 16 - 20 : (16). Masjid Az Zawiyah Pekojan, (17). Masjid Langgar Tinggi Pekojan. (18). Masjid Jami' At Taibin Senen. (19). Masjid Jami' Matraman. (20). Majid Jami' Cikini Al-Ma'mur. |
Masjid memanglah tidak sekedar tempat untuk beribadah
bagi kaum muslimin, namun juga menjadi jejak sejarah sebuah peradaban. Lima
masjid berikut ini menjadi saksi peradaban Muslim dari berbagai etnis yang
tinggal di Batavia (kini Jakarta). Setiap masjid memiliki memiliki garis
sejarahnya sendiri seperti sidik jari pada jari jari tangan kita yang tak sama
satu dan lainnya.
(16).
Masjid Az-Zawiyah Pekojan (1812) Jakarta Barat SKM
Masjid Az-Zawiyah Pekojan merupakan
salah satu masjid tua Jakarta yang berada di kawasan Pekojan. Masjid ini
pertama kali dibangun oleh Habib Ahmad bin Hamzah Alatas pada tahun 1812M (26
tahun setelah Masjid Jami’ Kebon Jeruk), Beliau adalah seorang ulama yang
berasal dari Tarim, Hadramaut, Yaman. Dan juga dikenal sebagai tokoh yang
memperkenalkan kitab "Fathul Mu'in" atau kitab kuning yang hingga
saat ini masih dijadikan sebagai rujukan di kalangan pesantren tradisional.
Masjid Az Zawiyah Pekojan |
Habib
Ahmad bin Hamzah Alatas juga merupakan guru dari Habib Abdullah bin Muhsin
Alatas, seorang ulama besar yang kemudian berdakwah di daerah Bogor. Ketika
dibangun, masjid ini tidak saja merupakan sebuah bangunan untuk ibadah semata
namun juga merupakan tempat penyelenggaraan pendidikan islam. Kini bangunan masjid ini dikelola oleh
Yayasan Wakaf Al-Habib Ahmad Bin Hamzah Alatas.
Masjid Az-Zawiyah berada
tidak jauh dari jalan Pekojan Kecil, awalnya hanya berupa mushola kecil,
Mushola ini kemudian diwakafkan hingga sekarang dan kemudian menjadi sebuah
masjid. Kawasan Pekojan juga dikenal sebagai Kampung arab meskipun pada awalnya
dihuni oleh Muslim dari India. Saat ini di Pekojan terdapat 4 Masjid Jami’ dan
26 mushola beberapa diantaranya sudah eksis sejak era kolonial.
Masjid Langgar Tinggi Pekojan |
(17).
Masjid Langgar Tinggi Pekojan (1829) Jakarta Barat
Portal
Resmi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menyebutkan bahwa Masjid Langgar Tinggi dibangun pada tahun 1249H bertepatan
dengan tahun 1829M. pertama kali dibangun oleh seorang muslim dari Yaman
bernama Abu Bakar Shihab diatas
tanah wakaf dari Syarifah Mas’ad Barik Ba’alwi. Bangunan tersebut lalu
diperluas oleh Said Naum. Masjid Langgar Tinggi ini tak jauh dari Masjid Jami’ Annawier, Pekojan yang juga merupakan salah satu Masjid
tua di Jakarta,
Langgar Tinggi dibangun dengan luas lantai dasarnya 8
meter x 24 meter. Lantai atas digunakan sebagai masjid. Sebagian lantai bawah
digunakan sebagai penginapan para pedagang yang mondar-mandir dengan perahu dan
rakit. Termasuk penginapan untuk para kolega Abubakar Shihab dari luar kota.
Sebagian lagi dijadikan tempat tinggal pengurus masjid. Kini, seluruh
lantai bawah digunakan untuk toko perangkat shalat, termasuk tasbih, buku-buku
agama, serta minyak wangi khas Timur Tengah dan India. Ada minyak misik, minyak
buhur, sampai minyak ular.
Masjid Jami' At Taibin Senen |
(18).
Masjid Jami Attaibin Senen (1815) Jakarta Pusat
Awalnya,
masjid ini diberi nama Masjid Kampung Besar, didirikan oleh para pedagang muslim
Pasar Senen sekitar tahun 1815, atas
prakarsa mereka sendiri dan dengan dana swadaya. Dalam perjalanan
sejarahnya masjid ini menjadi saksi dukungan dari para pedagang di pasar senen
terhadap perjuangan kemerdekaan Indonesia dari penjajahan Belanda dengan
memberi dukungan logistik kepada para pejuang yang dikumpulkan di masjid ini.
Masjid
ini juga menjadi tempat
menyusun strategi menghadapi kekuatan belanda. Khususnya dalam pertempuran
Senen, Tanah Tinggi dan Keramat. Di masjid ini pula para pejuang berkumpul dan
mendapat siraman rohani. Tak heran, setelah keluar dari masjid ini, semangat
juang mereka semakin menyala-nyala.
Kini, ditengah gencar berubahnya wajah kota Jakarta, Mesjid Jami Attaibin seakan tenggelam
oleh gemerlap gedung-gedung pencakar langit di kawasan Senen, Jakarta Pusat.
Meski begitu, kesejukan masjid ini kian terasa. Di sinilah para pegawai
gedung-gedung itu sembahyang. Lingkungannya yang asri, menambah kekhusukan
ibadah.
Masjid Jami' Matraman |
(19).
Masjid Agung Matraman (1837) Jakarta Pusat
Masjid
Matraman di Jakarta Pusat dulunya merupakan musholla
perkampungan pasukan Mataram dalam dua kali penyerbuan mereka yang tak berjaya
terhadap Belanda di Batavia di tahun 1648 dan 1649 dan kemudian menjelma
menjadi Masjid Agung Pertama di Jakarta. Nama Matraman untuk wilayah ini
disinyalir berawal dari kata Mataraman yang kemudian berubah menjadi Matraman
seperti yang dikenal saat ini.
Masjid
Agung Matraman bukanlah satu satu nya masjid tua
di Jakarta yang berkaitan dengan anggota pasukan Mataram, selain masjid ini
sebelumnya telah berdiri Masjid Al-Ma’mur di Tanah Abang dibangun tahun 1704 atau sekitar 133 tahun lebih dulu dari Masjid Jami
Matraman dan Masjid Jami’ Al-Mansyur di Kampung Sawah Lio Jembatan Lima dibangun tahun 1717 atau 120 tahun
lebih dulu dari Masjid
Agung Matraman.yang juga sama sama dibangun oleh
para keturunan pasukan Mataram yang menetap di sekitar Batavia.
Di dalam Masjid
Agung Matraman masih tersimpan kalender yang terbuat dari kayu
bertuliskan bahasa Arab dan hurup Latin.
Kalender ini konon biasa digunakan oleh orang Mataram untuk mengetahui hari dan
sampai sekarang pun masih digunakan sebagai ciri khas dari Masjid
Agung Matraman.
Di depan Masjid
Agung Matraman terdapat dua makam tua. Konon, kedua makam itu makam
prajurit Mataram, mereka adalah Wanandari dan Wandansari. Namun masih
simpangsiur apakah makam itu ada di situ sebelum dibangun masjid atau setelah
masjid itu ada. Beberapa pihak yang mengetahui keberadaan makam tua itu, tak
jarang menziarahi makam tersebut.
(20).
Masjid Jami Cikini Al-Ma’mur (1860), Jakarta Pusat
Di tepi Kali Ciliwung, membelakangi Rumah Sakit PGI
Cikini, Jakarta, Berdiri kokoh melewati waktu lebih dari 150 tahun, sebuah
masjid tua yang sarat dengan sejarah. Namanya Masjid Jami Cikini Al-Ma’mur,
namun lebih dikenal dengan nama Masjid Cikini.
Masjid itu merupakan salah satu masjid tertua di Jakarta, di bangun diatas
tanah milik pelukis ternama Raden Saleh dalam tahun 1860. Masjid tua yang
menyimpan kisah perjuangan panjang kaum muslimin mempertahankan hak atas masjid
ini.
Masjid Jami' Cikini Al-Ma'mur |
Di masa penjajahan Belanda Masjid Cikini sempat sempat dipindahkan ke pinggir kali Ciliwung,
lalu dipindahkan lagi oleh ummat Islam ke tempatnya saat ini, kemudian terancam
digusur oleh pemerintah Belanda dengan alasan akan dibangun Gereja dan justru
membangkitkan perlawanan dari muslim disana dan membangkitkan ketersinggungan
muslim pulau Jawa yang menggalang dukungan dibawah komando para tokoh
pergerakan dari Syarekat Islam termasuk HOS Tjokroaminoto, KH Mas Mansyur, H
Agus Salim, dan Abikoesno Tjokrosoeyoso. Gencarnya reaksi menentang dari umat
Islam ternyata menciutkan nyali Belanda. Dan pertentangan mereda pada tahun 1926.
Di Masa kemerdekaan, di tahun 1964 saat situasi
politik sedang genting gentingnya menjelang G30S/PKI Kementrian Agraria RI yang
menerbitkan SK hak milik berupa sertifikat tanah atas nama Dewan Gereja
Indonesia (DGI). Dalam sertifikat itu disebutkan bahwa tanah di sekitar Masjid Cikini :::
termasuk tanah yang di atasnya dibangun masjid itu ::: diklaim milik DGI. Kala
itu menteri Agraria di jabat oleh Hermanses SH, sedangkan Perdana Menteri saat
itu adalah Dr. J Leimena yang juga menjabat sebagai direktur RS. Cikini.
Sampai tahun 1970-1975, pihak rumah sakit tetap
bersikeras menyatakan bahwa tanah Masjid Cikini adalah bagian dari kompleks rumah sakit. Upaya
perundingan dilaksaksanakan tahun 1987 antara Gubernur KDH DKI, Pengurus Masjid
dan DGI. Kemudian berlanjut di tahun 1989 hingga tahun 1990. Dan ahirnya pada
hari Jumat 24 Mei 1991, Gubernur DKI
Jakarta Wiyogo Admodarminto atas nama pemerintah RI dihadapan jamaah Masjid Cikini mengumumkan sertifikat tanah atas nama DGI yang
mencakup tanah Masjid Cikini telah dicabut. Tanah masjid telah dikembalikan kepada
umat Islam dengan sertifikat tersendiri atas nama Yayasan Masjid Al Ma'mur yang
diketuai oleh Mayjen (purn) HM Joesoef Singedekane, mantan gubernur Jambi.
Perjuangan sepanjang 27 tahun itu ahirnya berbuah manis.***
Bersambung ke bagian 5.
--------------------------------------
Masjid Detil Artikel-nya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Dilarang berkomentar berbau SARA