Halaman

Sabtu, 17 Juni 2017

Mengenal Masjid Masjid Tua Jakarta (Bagian 2)

Lima Masjid Masjid Tua di Jakarta Bagian 2 ; (6). Masjid Al-Arif Pasar Senen (1695), (7). Masjid Al-Ma’mur Tanah Abang (1704 ) Jakarta Pusat, (8). Masjid Jami’ Al-Mansyur Sawah Lio, Jakarta (1717), (9). Masjid Luar Batang, Penjaringan, Jakarta (1736), (10). Masjid Kampung Baru Pekojan (1748) Jakarta Barat.

Melanjutkan posting bagian pertama, berikut ini adalah lima masjid masjid tua di Jakarta berikutnya dimulai dari urutan ke enam hingga ke sepuluh. Dari enam masjid tua berikut ini, Masjid Al-Arif di Pasar Senen merupakan masjid tertua dari empat lainnya, dibangun pada abad ke 17 masehi, disusul kemudian oleh empat masjid lainnya yang dibangun di abad k3 18 masehi. 

6. Masjid Raya Al-Arif Jagal Senen

Masjid Raya Al-Arif Jagal Senen merupakan salah satu masjid tertua di Jakarta yang berada di kawasan Pasar Senen Jakarta Pusat. Pekarangan masjid ini menjadi salah satu tempat parkir paforit bagi para pengguna kendaraan roda dua. Masjid ini diperkirakan dibangun pada abad ke 17 oleh seorang bangsawan kesultanan Gowa (Sulawesi Selatan) Upu Daeng Arifuddin, dan nama beliau kemudian di abadikan sebagai nama masjid ini.

Pada mulanya masjid ini disebut Masjid Jami Jagal Senen, Karena memang dibangun ditengah tengah perkampungan para tukang jagal hewan ternak di pasar Senen, baru kemudian di tahun 1969 namanya diganti dengan nama Masjid Raya Al-Arif Jagal Senen.  Masjid ini didirikan oleh seorang pedagang dari Bugis, Upu Daeng H Arifuddin bersama dengan masyarakat setempat sekitar tahun 1695. Selain untuk syiar Islam, juga sebagai tempat beribadah para pedagang, masyarakat dan perantau. Dengan dana seadanya ditambah sumbangan para jamaah, masjid itu akhirnya berdiri dengan nama Masjid Jami' Kampung Jagal.

Masjid Al-Arif Pasar Senen

Upu Daeng Arifuddin, dikenal sebagai keturunan Raja Goa dan juga pejuang yang disegani saat melawan kolonial Belanda. Arifuddin wafat pada tahun 1745. Makamnya terletak di bagian barat masjid. Ada pula makam empat sahabat Arifuddin. Masjid ini pernah direnovasi atas sumbangan pengusaha garmen asal Pondokkopi, Jakarta Timur, sebesar Rp 400 juta. Masjid Al-Arif sempat terancam dibongkar pada tahun 1969 oleh Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin, yang berniat melebarkan area Pasar Senen.

7. Masjid Al-Ma'mur Tanah Abang (1704 ) Jakarta Pusat

Maulana Hasanuddin bukanlah satu satunya yang pernah melakukan penyerbuan ke Batavia. Sultan Agung dari Mataram pun pernah dua kali melakukan penyerbuan ke Batavia pada tahun 1628 dan 1629. Sisa sisa pasukan Mataram ini tidak semuanya kembali ke wilayah Mataram, sebagian menetap diluar tembok kota Batavia.

Masjid Al-Ma’mur Tanah Abang pertama kali dibangun pada tahun 1704 oleh bangsawan Kerajaan Islam Mataram pimpinan KH Muhammad Asyuro. Masjid Jami’ Al-Makmur Tanah Abang bukanlah satu satunya masjid di kota Jakarta yang dibangun oleh pasukan Mataram, selain masjid ini ada Masjid Jami Al-Mansyur di Jembatan Lima dan Masjid Jami’ Matraman yang juga dibangun oleh pasukan Mataram.

Masjid Al-Ma’mur Tanah Abang

Kini masjid yang seumur dengan sejarah keberadaan Tanah Abang ini terkepung oleh hingar bingar pusat perdagangan Tanah Abang, Di kiri kanan masjid jami ini sudah tidak ditemukan lagi perumahan penduduk karena hampir seluruh daerah sekitarnya menjadi pusat kegiatan bisnis. Halaman depan masjid ini bahkan sudah tergerus dalam arti sebenarnya oleh perkembangan pusat bisnis Tanah Abang, pekarangan depannya habis dipakai untuk pelebaran jalan dan disesaki oleh para pedagang dan parkir kendaraan. 

8. Masjid Jami Al-Mansyur Kampung Sawah Lio (1717), Jakarta Barat

Maulana Hasanuddin bukanlah satu satunya yang pernah melakukan penyerbuan ke Batavia. Sultan Agung dari Mataram pun pernah dua kali melakukan penyerbuan ke Batavia pada tahun 1628 dan 1629. Sisa sisa pasukan Mataram ini tidak semuanya kembali ke wilayah Mataram, sebagian menetap diluar tembok kota Batavia. Salah satu diantaranya adalah Pangeran Cakrajaya, salah satu putra beliau bernama Abdul Malik kemudian mendirikan Masjid Jami’ Al-Mansyur di kampung Sawah Lio Kelurahan Jembatan Lima, Kecamatan Tambora, Jakarta Barat pada tahun 1130 Hijriah atau tahun 1717 Miladiyah, 69 tahun setelah berdirinya Masjid Al-Anshor oleh Muslim India di Pekojan.

Masjid Jami Al-Mansyur Sawah Lio

Tiga abad setelah berdiri, Masjid Al-Mansyur ini menjadi saksi dari kiprah pahlawan nasional KH. Mohammad Mansyur yang namanya kemudian di abadikan sebagai nama masjid Jami bersejarah ini. Di masa awal setelah proklamasi kemerdekaan, masjid ini digunakan oleh KH. Muhammad Mansur sebagai tempat mobilisasi pejuang sekitar Tambora untuk melawan Belanda, Sebuah pertempuran frontal pernah terjadi di muka masjid antara pejuang RI yang berlindung di masjid dengan tentara NICA yang kala itu masuk dari Pelabuhan Sunda Kelapa bergeser ke selatan menuju daerah Kota lalu menyebar ke sekitar Tambora.

Baku tembak itu dipicu oleh tindakan berani KH. Mohammad Mansur mengibarkan bendera Merah Putih di atas kubah menara masjid ini. Sesudah peristiwa tersebut KH. Muhammad Mansur lalu dipanggil ke Hofd Bureau (Polsek) untuk diadili dan ditahan atas tindakannya itu. KH. Muhammad Mansur wafat pada tanggal 12 Mei 1967. Pada tahun 1980 berdasarkan SK Mendikbud serta SK Gubernur DKI, Masjid Jami’ Al-Mansyur di daftarkan sebagai cagar budaya.

Masjid Kramat Luar Batang

9. Mesjid Luar Batang (1736)

Masjid Keramat Luar Batang atau Masjid Luar Batang diperkirakan berdiri pada tahun 1736, Sembilan belas tahun setelah Abdul Malik mendirikan Masjid Jami’ Al-Mansyur di Jembatan Lima. Lokasi Masjid Luar Batang ini berada di luar tembok kota Batavia, meski tidak telalu jauh dari benteng VOC. Tidak ada angka yang benar benar pasti mengenai tahun berdirinya masjid ini, angka tahun 1736 tersebut merupakan rangkuman dari berbagai laporan dan berita mengenai masjid ini, baik dari catatan pelaut Cina maupun dari berita berita kotan Batavia.

Masjid Luar Batang tidak bisa dilepaskan dari Alhabib Husein bin Abubakar bin Abdillah Al 'Aydrus, ulama besar tanah Betawi yang berasal dari Hadramaut (Yaman). Nama masjid ini diberikan sesuai dengan julukan Habib Husein, yaitu Habib Luar Batang. Semasa hidupnya beliau sangat disegani oleh pemerintah Kolonial Belanda. Beliau wafat dimasa penjajahan Belanda pada tanggal tanggal 24 Juni 1756 dan sejak masa itu kawasan Masjid dan makam Habib Husein di Luar Batang ini dikenal dengan sebutan Keramat. Sebutan yang sama pun digunakan oleh Belanda untuk menyebut makam tokoh tokoh Pergerakan Islam Indonesia di berbagai Negara Jajahannya termasuk di Afrika Selatan.

Masjid Kampung Baru Pekojan

10. Masjid Kampung Baru Pekojan (1748) Jakarta Barat

Se-abad setelah pembangunan Masjid Al-Anshor di jalan Pengukiran, kelurahan Pekojan dan 12 tahun setelah Habib Husein membangun Masjid Luar Batang, Muslim India di Batavia membangun masjid kedua mereka di jalan jalan Bandengan, masih di wilayah kelurahan Pekojan. Masjid kedua tersebut dikenal dengan nama Masjid Jami Kampung Baru. Dibangun oleh Syeik Abubakar yang merupakan salah satu saudagar muslim India yang tinggal di kawasan tersebut pada tahun 1748. Pembangunan Masjid ini dikarenakan tidak memadai nya lagi masjid Al-Anshor di Jalan Pengukiran untuk menampung Jemaah yang semakin meningkat.  

Komunitas Muslim India di Batavia mendapatkan peluang bisnis yang lebih leluasa paska peristiwa berdarah pembunuhan massal orang orang Tionghoa di Batavia pada tahun 1740. Peningkatan bisnis tersebut diiringi dengan bertambahnya jumlah komunitas muslim pedagang yang datang dari India ke Batavia. Dalam sebuah karangan Belanda pada tahun 1829 masjid kampung Baru ini disebut sebagai Moorsche Tempel (Kuilnya orang orang Moor). Tentang penyebutan ini telah dibahas sebelumnya pada Sub judul Masjid Al-Anshor.*** bersambung ke bagian 3.

-------------------------------------

Baca Detil Artikel masing masing masjid nya berikut


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Dilarang berkomentar berbau SARA