Lima Masjid Masjid Tua di Jakarta Bagian 2 ; (6). Masjid Al-Arif Pasar Senen
(1695), (7). Masjid Al-Ma’mur Tanah Abang (1704 ) Jakarta Pusat, (8). Masjid Jami’ Al-Mansyur Sawah Lio, Jakarta (1717), (9). Masjid Luar Batang, Penjaringan, Jakarta (1736), (10). Masjid
Kampung Baru Pekojan (1748) Jakarta Barat.
|
Melanjutkan posting bagian pertama, berikut ini adalah
lima masjid masjid tua di Jakarta berikutnya dimulai dari urutan ke enam hingga
ke sepuluh. Dari enam masjid tua berikut ini, Masjid Al-Arif di Pasar Senen
merupakan masjid tertua dari empat lainnya, dibangun pada abad ke 17 masehi,
disusul kemudian oleh empat masjid lainnya yang dibangun di abad k3 18 masehi.
6. Masjid Raya
Al-Arif Jagal Senen
Masjid Raya Al-Arif Jagal Senen merupakan salah satu
masjid tertua di Jakarta yang berada di kawasan Pasar Senen Jakarta Pusat.
Pekarangan masjid ini menjadi salah satu tempat parkir paforit bagi para
pengguna kendaraan roda dua. Masjid ini diperkirakan dibangun pada abad ke 17
oleh seorang bangsawan kesultanan Gowa (Sulawesi Selatan) Upu Daeng Arifuddin,
dan nama beliau kemudian di abadikan sebagai nama masjid ini.
Pada mulanya masjid ini disebut Masjid Jami Jagal
Senen, Karena memang dibangun ditengah tengah perkampungan para tukang jagal
hewan ternak di pasar Senen, baru kemudian di tahun 1969 namanya diganti dengan
nama Masjid Raya Al-Arif Jagal Senen. Masjid
ini didirikan oleh seorang pedagang dari Bugis, Upu Daeng H Arifuddin bersama
dengan masyarakat setempat sekitar tahun 1695. Selain untuk syiar Islam, juga
sebagai tempat beribadah para pedagang, masyarakat dan perantau. Dengan dana
seadanya ditambah sumbangan para jamaah, masjid itu akhirnya berdiri dengan
nama Masjid Jami' Kampung Jagal.
Masjid Al-Arif Pasar Senen |
Upu Daeng Arifuddin, dikenal sebagai keturunan Raja
Goa dan juga pejuang yang disegani saat melawan kolonial Belanda. Arifuddin
wafat pada tahun 1745. Makamnya terletak di bagian barat masjid. Ada pula makam
empat sahabat Arifuddin. Masjid ini pernah direnovasi atas sumbangan pengusaha
garmen asal Pondokkopi, Jakarta Timur, sebesar Rp 400 juta. Masjid Al-Arif
sempat terancam dibongkar pada tahun 1969 oleh Gubernur DKI Jakarta Ali
Sadikin, yang berniat melebarkan area Pasar Senen.
7. Masjid Al-Ma'mur Tanah Abang (1704 ) Jakarta Pusat
Maulana Hasanuddin bukanlah satu satunya yang pernah
melakukan penyerbuan ke Batavia. Sultan Agung dari Mataram pun pernah dua kali
melakukan penyerbuan ke Batavia pada tahun 1628 dan 1629. Sisa sisa pasukan
Mataram ini tidak semuanya kembali ke wilayah Mataram, sebagian menetap diluar
tembok kota Batavia.
Masjid Al-Ma’mur Tanah Abang pertama kali dibangun
pada tahun 1704 oleh bangsawan Kerajaan Islam Mataram pimpinan KH Muhammad
Asyuro. Masjid Jami’ Al-Makmur Tanah Abang bukanlah satu satunya masjid di kota
Jakarta yang dibangun oleh pasukan Mataram, selain masjid ini ada Masjid Jami
Al-Mansyur di Jembatan Lima dan Masjid Jami’ Matraman yang juga dibangun oleh
pasukan Mataram.
Masjid Al-Ma’mur Tanah Abang |
Kini
masjid yang seumur dengan sejarah keberadaan Tanah Abang ini terkepung oleh
hingar bingar pusat perdagangan Tanah Abang, Di kiri kanan masjid jami ini
sudah tidak ditemukan lagi perumahan penduduk karena hampir seluruh daerah
sekitarnya menjadi pusat kegiatan bisnis. Halaman depan masjid ini bahkan sudah
tergerus dalam arti sebenarnya oleh perkembangan pusat bisnis Tanah Abang, pekarangan
depannya habis dipakai untuk pelebaran jalan dan disesaki oleh para pedagang
dan parkir kendaraan.
8. Masjid
Jami Al-Mansyur Kampung Sawah Lio (1717), Jakarta Barat
Maulana Hasanuddin bukanlah satu satunya yang pernah
melakukan penyerbuan ke Batavia. Sultan Agung dari Mataram pun pernah dua kali
melakukan penyerbuan ke Batavia pada tahun 1628 dan 1629. Sisa sisa pasukan
Mataram ini tidak semuanya kembali ke wilayah Mataram, sebagian menetap diluar
tembok kota Batavia. Salah satu diantaranya adalah Pangeran Cakrajaya, salah
satu putra beliau bernama Abdul Malik kemudian mendirikan Masjid Jami’ Al-Mansyur di
kampung Sawah Lio Kelurahan Jembatan Lima, Kecamatan Tambora, Jakarta Barat
pada tahun 1130 Hijriah atau tahun 1717 Miladiyah, 69 tahun setelah berdirinya
Masjid Al-Anshor oleh Muslim India di Pekojan.
Masjid Jami Al-Mansyur Sawah Lio |
Tiga abad
setelah berdiri, Masjid Al-Mansyur ini menjadi saksi dari kiprah pahlawan nasional
KH. Mohammad Mansyur yang
namanya kemudian di abadikan sebagai nama masjid Jami bersejarah ini. Di masa awal setelah proklamasi
kemerdekaan, masjid ini digunakan oleh KH. Muhammad Mansur sebagai
tempat mobilisasi pejuang sekitar Tambora untuk melawan Belanda, Sebuah pertempuran frontal pernah
terjadi di muka masjid antara
pejuang RI yang berlindung di masjid dengan tentara NICA yang kala itu masuk
dari Pelabuhan Sunda Kelapa bergeser ke selatan menuju daerah Kota lalu
menyebar ke sekitar Tambora.
Baku tembak
itu dipicu oleh tindakan berani KH. Mohammad Mansur mengibarkan bendera Merah
Putih di atas kubah menara masjid ini. Sesudah peristiwa tersebut KH. Muhammad Mansur lalu
dipanggil ke Hofd Bureau (Polsek) untuk diadili dan ditahan atas tindakannya itu. KH. Muhammad Mansur wafat pada
tanggal 12 Mei 1967.
Pada tahun 1980 berdasarkan
SK Mendikbud serta SK Gubernur DKI, Masjid Jami’ Al-Mansyur di daftarkan sebagai cagar budaya.
Masjid Kramat Luar Batang |
9. Mesjid
Luar Batang (1736)
Masjid Keramat Luar Batang atau Masjid Luar Batang
diperkirakan berdiri pada tahun 1736, Sembilan belas tahun setelah Abdul Malik
mendirikan Masjid Jami’ Al-Mansyur di
Jembatan Lima. Lokasi Masjid Luar Batang ini berada di luar tembok kota
Batavia, meski tidak telalu jauh dari benteng VOC. Tidak ada angka yang benar
benar pasti mengenai tahun berdirinya masjid ini, angka tahun 1736 tersebut
merupakan rangkuman dari berbagai laporan dan berita mengenai masjid ini, baik
dari catatan pelaut Cina maupun dari berita berita kotan Batavia.
Masjid Luar Batang
tidak bisa dilepaskan dari Alhabib Husein bin Abubakar bin Abdillah Al 'Aydrus,
ulama besar tanah Betawi yang berasal dari Hadramaut (Yaman). Nama masjid ini
diberikan sesuai dengan julukan Habib Husein, yaitu Habib Luar Batang. Semasa
hidupnya beliau sangat disegani oleh pemerintah Kolonial Belanda. Beliau wafat
dimasa penjajahan Belanda pada tanggal tanggal 24 Juni 1756 dan sejak masa itu
kawasan Masjid dan makam Habib Husein di Luar Batang ini dikenal dengan sebutan
Keramat. Sebutan yang sama pun digunakan oleh Belanda untuk menyebut makam
tokoh tokoh Pergerakan Islam Indonesia di berbagai Negara Jajahannya termasuk
di Afrika Selatan.
Masjid Kampung Baru Pekojan |
10. Masjid
Kampung Baru Pekojan (1748) Jakarta Barat
Se-abad setelah pembangunan Masjid Al-Anshor di jalan
Pengukiran, kelurahan Pekojan dan 12 tahun setelah Habib Husein membangun Masjid Luar Batang,
Muslim India di Batavia membangun masjid kedua mereka di jalan jalan Bandengan,
masih di wilayah kelurahan Pekojan. Masjid kedua tersebut dikenal dengan nama Masjid Jami Kampung Baru. Dibangun oleh Syeik Abubakar yang
merupakan salah satu saudagar muslim India yang tinggal di kawasan tersebut pada
tahun 1748.
Pembangunan Masjid ini dikarenakan tidak memadai nya lagi masjid Al-Anshor di
Jalan Pengukiran untuk menampung Jemaah yang semakin meningkat.
Komunitas Muslim India di Batavia mendapatkan peluang
bisnis yang lebih leluasa paska peristiwa berdarah pembunuhan massal orang
orang Tionghoa di Batavia pada tahun 1740. Peningkatan bisnis tersebut diiringi
dengan bertambahnya jumlah komunitas muslim pedagang yang datang dari India ke
Batavia. Dalam sebuah
karangan Belanda pada tahun 1829 masjid kampung Baru ini disebut sebagai Moorsche
Tempel (Kuilnya orang orang Moor). Tentang penyebutan ini telah
dibahas sebelumnya pada Sub judul Masjid Al-Anshor.*** bersambung ke bagian 3.
-------------------------------------
Baca
Detil Artikel masing masing masjid nya berikut
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Dilarang berkomentar berbau SARA