Masjid Jami' At Taibin diantara gedung gedung jangkung disekelilingnya |
At
Taibin yang menjadi nama masjid ini secara harfiah berarti 'Tempat Orang
Bertaubat' Merupakan salah satu masjid tua dan bersejarah di
Jakarta sezaman dengan Masjid Az-Zawiyah yang dibangun tiga tahun lebih dulu di
kawasan Pekojan oleh muslim Arab. Catatan sejarah dua masjid yang dibangun pada
waktu yang tak terpaut jauh ini menunjukkan pesatnya perkembangan kota Batavia
pada saat itu sekaligus menunjukkan sudah memudarnya “pengharaman” pembangunan
masjid di dalam tembok kota Batavia oleh Kompeni Belanda.
Melewati waktu
dua abad, Masjid At Taibin
Senen menjadi saksi bisu
perkembangan wilayah tempat nya berdiri sejak Jakarta masih berupa Kampung
Besar sampai dimasa kini, ketika bangunan masjid ini tampak seperti miniatur
dibandingkan dengan gedung gedung jangkung apartemen dan perkantoran yang kini
mengepungnya di kawasan Senen Jakarta Pusat.
Telah dua abad
juga Masjid At Taibin mampu
menjadi penyejuk di tengah padat dan penatnya Kota Jakarta. Di
masjid ini umat Islam
berhenti sejenak dari aktivitasnya untuk menunaikan ibadah salat di sana
mulai dari sopir taksi,
sopir angkutan umum, karyawan kantor, pegawai negeri sipil dan
militer, serta
masyarakat umum.
Masjid Jami' Attaibin Senen
Jl.
Senen Raya IV, RW.2, Senen, Kota Jakarta Pusat
Daerah
Khusus Ibukota Jakarta 1041
Telp : (021) 350
4583
Sejarah Masjid Jami’ At Taibin
Masjid
At Taibin didirikan oleh sejumlah pedagang sayur di Pasar Senen dan penduduk
setempat sekitar 1815 namun baru tercatat di peta Batavia tahun 1918. Pembangunannya
atas prakarsa mereka sendiri dan dari dana swadaya. Awalnya, masjid ini bernama Masjid Kampung
Besar Kemudian berganti nama menjadi Masjid
Imroni'ah dan baru
pada tahun 1970-an, namanya diganti lagi menjadi At Taibin hingga saat ini.
Dalam perjalanan
sejarahnya masjid ini menjadi saksi dukungan dari para pedagang di pasar senen
terhadap perjuangan kemerdekaan Indonesia dari penjajahan Belanda dengan
memberi dukungan logistik kepada para pejuang yang dikumpulkan di masjid ini.
Masjid
ini juga menjadi tempat
menyusun strategi menghadapi kekuatan belanda. Khususnya dalam pertempuran
Senen, Tanah Tinggi dan Keramat. Di masjid ini pula para pejuang berkumpul dan
mendapat siraman rohani. Tak heran, setelah keluar dari masjid ini, semangat
juang mereka semakin menyala-nyala.
Masjid Jami' At-Taibin di malam hari |
Pada
tahun 1980-an, atau sekitar dua abad setelah berdirinya, masjid ini berhasil
diselamatkan dari pembongkaran Segi Tiga Senen. Ketika masayarakat muslim melakukan perlawanan dan penolakan. Alhamdulillah, Gubernur
saat itu secara diplomatis mendukung langkah kami. Dia mengatakan boleh
dibongkar asal disetujui oleh alim ulama setempat.
Kini, ditengah
gencar berubahnya wajah kota Jakarta, Mesjid
Jami Attaibin seakan tenggelam oleh gemerlap gedung-gedung pencakar langit di
kawasan Senen, Jakarta Pusat. Meski begitu, kesejukan masjid ini kian terasa.
Di sinilah para pegawai gedung-gedung itu sembahyang. Lingkungannya yang asri,
menambah kekhusukan ibadah.
Selain
tempat beribadah, Masjid At Taibin juga memiliki sejumlah fasilitas sosial lain
seperti lembaga pendidikan sederhana untuk anak-anak, baitul mal, dan koperasi
simpan pinjam.
Saat
Ramadan, jumlah pengunjung At Taibin bertambah. Pengurus masjid pun membuat
sejumlah program melengkapi kebutuhan spiritualitas jamaah, seperti ceramah
agama seusai salat fardu, dan kultum menjelang salat tarawih dan salat subuh.
Selain itu, selama bulan Ramadan, mereka menyiapkan acara buka puasa bersama,
menggelar bakti sosial menjelang Hari Raya Idul Fitri, dan santunan kepada
anak-anak yatim.
Interior Masjid Jami' At-Taibin dengan empat sokogurunya yang berjejer memanjang. |
Arsitektur Masjid Jami’ At Taibin
Masjid Attaibin berdiri di atas tanah seluas 711 m. Bangunannya
berbentuk persegi panjang berukuran 25 X 20 m (500m2). Lantainya terbuat dari marmer dan
berdinding tembok. Atapnya dari genteng berbentuk atap tumpang dua. Masjid ini disangga oleh
empat tiang berjejer lurus terbuat dari kayu jati hitam dengan hiasan kaligrafi
di luarnya. hiasan kaligrafi itu adalah tambahan baru, sedangkan tiang
tiang kayu jati di dalamnya
masih asli sejak masjid pertama didirikan. Tiang
ini terbuat dari kayu bulat tanpa sambungan setinggi 13 meter. Nama
nama penyumbangnya terukir di bagian atas kayu jati hitam itu.
Di
sisi sebelah barat terdapat mihrab yang menjorok keluar. Di situ terdapat
sebuah mimbar yang unik. Mimbar terbuat dari kayu jati berukuran 2 X 1,2 meter
dengan tinggi 3 meter. Pada mimbar terdapat tiga anak tangga terbuat dari batu marmer.
Melihat mimbar seperti ini, mengingatkan kita pada kekhasan masjid buatan para
wali. Seperti masjid Agung Sang Cipta Rasa Cirebon yang dibuat oleh Sunan
Gunung Jati.
Masjid
ini memiliki arsitektur perpaduan gaya Eropa dan Indonesia. Kondisi itu bisa
dimaklumi, sebab masjid ini didirikan persis ketika kolonial Belanda berkuasa.
Tak heran, corak arsitektur bangunan gaya negeri Kincir Angin itu turut
mewarnai. Sejauh ini belum ada informasi tentang dampak dari
kebakaran hebat yang menghangus habiskan seluruh pasar senen pada tanggal 9 Juli 1826 terhadap fisik
masjid ini.
Mimbar di masjid Jami At Taibin, tampil bersahaja |
Senen dalam kilasan sejarah
Menurut catatan
sejarah, nama Senen diambil dari nama pasar yaitu Senin. di masa penjajahan
Belanda di Batavia, semula daerah Senen berupa rawa dan belukar. Justinus Vinck
yang kemudian berniat mendirikan pasar di daerah kosong tersebut. Setelah
mendapatkan ijin dari pemerintah Hindia Belanda melalui Gubernur Abraham Petrus
pada tanggal 30 Agustus 1735 tanah tersebut dijual oleh Vinck kepada Mossel
yang mengelola pasar tersebut. Di sekitar pasar Senen dibuat sebuah kanal untuk
menghindari banjir di daerah ini. Kanal tersebut sekarang terkenal dengan nama
Kalilio.
Setelah Mossel
meninggal, pasar Senen diambil oleh Gubernur Van der Parra, dan pasar Senen
semakin ramai. kala itu kios-kios dan bangunan di dalam pasar sebanyak 228
petak semua bangunannya terbuat dari bambu dan yang terbuat dari atap rumbia
sejumlah 139 bangunan, sangat tradisional tentunya. Mula-mula hari pasarnya
adalah hari Senen, kemudian ditambah yaitu hari Senen dan hari Jum'at. Karena
kemajuan serta perkembangan perekonomian yang semakin pesat maka pasar Senen
dibuka setiap hari.
Nama Senen
mula-mula dari nama hari, berlanjut menjadi nama pasar, kemudian nama kampung,
nama kelurahan, malahan menjadi nama kecamatan yaitu kecamatan Senen wilayah
Jakarta Pusat. Di daerah Senen selain dibangun pasar, juga dibangun komplek
militer di sepanjang jalan Kenanga, Kwini hingga sampai ke Lapangan Waterloop
yang sekarang dikenal dengan Lapangan Banteng. Di tempat itu juga didirikan
perumahan opsir-opsir Belanda dan gedung-gedung milik tuan tanah.
Kemajuan Pasar
Senen ini menarik perhatian para pendatang dari berbagai daerah untuk membuka
usaha ataupun mengambil peluang lainnya. Diantara mereka tentu saja adalah kaum
pribumi muslim yang tinggal dan berdagang di kawasan pasar tersebut. Ditilik
dari tahun mulai berdirinya pasar senen sampai dengan berdirinya Masjid Jami At-Taibin
ini terpaut waktu cukup lama sekitar 80 tahun, hal tersebut bisa jadi karena
memang pada awalnya pasar senen hanya untuk perdagangan sayur mayur dan
mayoritas di kuasai oleh orang orang Thionghoa.***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Dilarang berkomentar berbau SARA