Halaman

Minggu, 23 April 2017

Forty Tatar Village Mosque, Masjid Tertua di Lithuania

Masjid Forty Tatar Village dengan latar belakang, rumah rumah penduduk desa tersebut. Masjid ini merupakan masjid tertua yang masih berdiri di Lithuania, Pertama kali dibangun tahun 1556 namun hancur dalam penyerbuan Napoleon, dibangun ulang tahun 1815.

Lithuania adalah salah satu Negara pecahan Uni Soviet yang berada di kawasan Baltik di sebelah utara Benua Eropa. Negara ini awalnya disebut sebut sebagai satu satunya Negara di kawasan Baltik yang memiliki masjid, merujuk kepada masjid masjid tua Muslim Tatar di Negara tersebut, sampai kemudian beberapa Negara di Baltik seperti Estonia mengizinkan Muslim di negaranya membangun masjid dan Islamic Center di Tallin ibukota Negara Estonia di tahun 2009.

Islam dan Muslim di Lithuania memiliki rentang sejarah selama 6 abad, maka wajar bila masjid dan desa desa muslim masih ditemukan di Negara tersebut hingga kini. Salah satunya adalah Masjid di Desa Forty Tatar Village. Agak susah menterjemahkan nama masjid ini karena memang nama tersebut sekaligus juga nama Desa tempat masjid ini berada, nama itupun sudah diterjemahkan ke-bahasa Inggris bukan dalam nama aslinya.

Forty Tartar Mosque
Forty Tatar village, Vilnius District, Lithuania
Koordinat: 54.562245 ° N 25.170295 ° E



Forty Tatar village mosque demikian nama masjid tersebut berdiri disebuah desa dengan nama yang sama Desa Forty Tatar. Nama dalam bahasa setempatnya adalah Keturiasdesimit Totoriu Kaimo, Musulmonu Sunitu Mecete. Agak susah untuk dilafalkan oleh lidah orang Indonesia.

Sejarah Masjid Forty Tatar Village

Keberadaan masjid ini sudah cukup tua, pertama kali muncul dalam catatan yang dari tahun 1558 namun kemungkin masjid tersebut hangus terbakar pada saat serbuan Napoleon ke Russia. Muslim di kampung ini kemudian membangun lagi sebuah masjid dari kayu di tahun 1815 dan bertahan melintasi waktu hingga saat ini dan merupakan masjid tertua di Lithuania.

Pada masa Uni Soviet masjid ini ditutup total oleh penguasa komunis kala itu dan seluruh aktivitas keagamaan dilarang oleh Negara, namun muslim setempat secara sembunyi sembunyi tetap menggunakan masjid ini untuk peribadatan. Baru pada tahun 1980 masjid Forty Tatar Village dikembalikan lagi ke masyarakat muslim disana dan kembali difungsikan sebagaimana mestinya.

Di tahun 1993 masjid dilakukan pemugaran untuk memperbaiki kerusakan yang dialaminya setelah selama berpuluh puluh tahun terbengkalai. Di masa kemerdekaan Lithuania dari Uni Soviet. Dan di tahun 1996 Masjid ini telah ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya nasional yang dilindungi oleh Negara dengan nomor sertifikat pengesahan 1768. Sebagai batu prasasti peringatan kemudian dibangun di halaman masjid ini memperingati 600 tahun kehadiran muslim Tatar di Lithuania.

Masjid Forty Tatar Village dengan pemakaman umum di sekitarnya yang sudah berumur ratusan tahun.

Masjid ini kini menjadi satu satunya masjid di wilayah tersebut, dan di desa ini ada sekitar 120 orang muslim dan kebanyakan dari mereka merupakan keturuanan langsung dari anggota pasukan Muslim Tatar yang datang kesana di abad ke 14 atas undangan Kaisar Vytautas.

Seperti kebanyakan masjid masjid tua lainnya, di sekitar masjid ini juga terdapat kompleks pemakaman tua (Mizaras) dan dibagian lain kampung tersebut juga ditemukan tiga makam berusia tua dari muslim Tatar. Pemakaman ini diperkirakan berasal dari era awal terbentuknya perkampungan muslim ini disekitar abad XIV – XVII.

Namun makam makam tersebut kebanyakan hanya ditandai dengan batu bukan nisan bertulis yang dapat dijejak dengan mudah sejak kapan makam tersebut berada disana. Ada beberapa makam yang dapat dikenali dari inskipsi yang ada di batu nisannya berasal dari paruh kedua abad ke tujuh belas miladiyah bertarikh tahun 1621 atas nama Allahberdi. Makam tersebut merupakan makam muslim tertua yang dapat dikenali di seluruh wilayah Lithuania.  

Muslim Tatar Lithuania dalam lintasan Sejarah

Forty Tatar Village atau Keturiasdešimt Totorių adalah sebuah desa yang berjarak sekitar 20 menit berkendara ke arah selatan dari pusat kota Vilnius, Ibukota Lithuania. Desa kecil dengan sejarah hampir 600 tahun dan memainkan peranan sangat penting tidak saja bagi sejarah Islam namun juga bagi sejarah Negara Lithuania dan sejarah abad pertengahan kawasan Baltik, namun nyaris terlupakan.

Nama desa ini bila di Indonesia-kan berarti Desa Benteng/pertahanan Tatar, bukan sekedar nama, namun dari tata letak desanya yang masih bertahan hingga kini memperlihatkan struktur pedesaan dari sebuah Kamp Militer Etnis Tatar. Karena desa ini memang pada awalnya dibangun oleh pasukan militer Tatar yang ditempatkan disana.

Menara mungil di puncak atap masjid Forty Tatar Village

Penempatan pasukan tersebut bertujuan untuk melindungi Lithuania dari serbuan pasukan Intoleran dari Eropa barat. Anggota pasukan Tatar tersebut notabene adalah kaum muslimin. Itu sebabnya dalam sejarah setempat desa ini kemudian disebut dengan Keturiasdešimt Totorių atau Forty Tatar Village atau Desa Benteng Pertahanan Kaum Muslimin Tatar.

Kehadiran muslim Tatar di Lithuania dimulai sejak abad ke 14 Miladiyah dimasa kekuasaan Kaisar Vytautas. Di masa kekuasaanya wilayah kerajaan Lithuania membentang dari Laut Baltik di utara hingga ke Laut Hitam di timur. Dalam upaya mempertahankan kerajaannya dari serangan kerajaan Jerman, Kaisar Vytautas mendatangkan pasukan Muslim Tatar dari semenanjung Chrimea untuk membantu mempertahankan wilayah kekuasaannya.

Pada masa itu Lithuania merupakan sebuah kerajaan penganut Paganisme namun memiliki tradisi toleransi yang sangat kuat dan sudah menjalin komunikasi intensif dan aliansi dengan dunia Islam yang sudah mengakar di bagian selatan Eropa termasuk semenanjung Chrimea (kini secara dejure merupakan bagian dari wilayah Ukraina namun secara defacto dikuasai oleh Russia).

Gelombang pertama kedatangan pasukan Muslim Tatar ke Lithuania terjadi di tahun 1398. Pasukan Muslim Tatar yang merupakan bangsa Eropa keturunan Mongol ini memiliki reputasi ketangguhan luar biasa dalam berperang serta memiliki loyalitas yang tinggi. Sebagian besar pasukan Tatar ini ditempatkan oleh Kaisar Vytautas di sekitar ibukota kerajaan di Trakai dan mereka membentuk pemukimannya sendiri, dengan tujuan sewaktu waktu dibutuhkan akan dengan mudah dihubungi dan digerakkan. Salah satunya adalah di Desa yang kini dikenal dengan nama Keturiasdešimt Totorių atau Forty Tatar Village.

Interior Masjid Forty Tatar Village

Ketika pasukan salib Jerman yang berintikan para Ksatria Teutonic menyerbu ke Lithuania pada 15 Juli 1410 peperangan tak terhindarkan di sekitar kota Tannenber (Grunwald) yang terkenal dalam sejarah sebagai perang Grunwald. Pasukan Lithuania yang di dukung pasukan Muslim Tatar, Polandia, Czech dan Russia dengan jumlah mencapai 30.000 orang, dengan gemilang menaklukkan 20.000 orang pasukan para Ksatria Teutonic tersebut.

Sebagai ucapan terima kasih, Kaisar Vytautas mengizinkan Muslim Tatar menetap di Lithuania dan menghadiahkan tanah yang sangat luas kepada Muslim Tatar, sebuah wilayah yang membentang dari selatan ibukota Lithuania di Trakai hingga ke kota Bialystok (kini masuk wilayah Negara Polandia) di sebelah barat, membentang hingga ke pinggiran kota Minsk (kini ibukota Negara Belarusia), tidak hanya itu, kaisar juga menjamin kebebasan bagi Muslim Tatar untuk menjalankan syariat Islam. Hal tersebut terus berlaku hingga ke para kaisar pengganti Kaisar Vytautas meskipun kemudian Para kaisar selanjutnya telah memeluk Kristen.

Tujuh abad muslim Tatar tinggal dan hidup bersama dengan warga asli Lihtuania berasimilasi dan berintegrasi. Banyak dari mereka yang kemudian menjadi tuan tanah, pengusaha, pedagang, birokrat hingga menduduki jabatan tinggi di kemiliteran Lithuania. Pusat pengembangan Islam tumbuh di berbagai tempat. Muslim Tatar di masa itu bahkan memiliki sekitar 25 masjid di berbagai kota temasuk di ibukota negara.

Namun situasi kemudian perlahan berubah, manakala kerajaan mulai semakin konservatif, memutus hubungan dengan pihak selatan, semanjung Chrimea dan Islam, Muslim Tatar dengan sendirinya terisolasi dari dunia Islam. Keadaan semakin parah manakala Lithuania menjadi bagian Uni Soviet di abad ke 20 Miladiyah. Muslim Tatar memasuki masa paling suram dalam sejarah mereka di Lithuania.

Agama menjadi hal terlarang, mereka yang menolak kebijakan itu akan menghadapi pembunuhan atau di asingkan oleh penguasa. Masjid masjid ditutup, di alih fungsi atau bahkan dihancurkan. Ketika Uni Soviet ambruk, Lithuania memilih merdeka dan melepaskan diri dari federasi, di Negara itu hanya tersisa tiga bangunan masjid saja yang masih utuh dalam kondisi yang mengenaskan, dan tak satupun yang tersisa di ibukota Negara. Salah satu masjid tersebut adalah Masjid di desa Keturiasdešimt Totorių atau Forty Tatar Village yang merupakan titik awal kedatangan pasukan Muslim Tatar di Lithuania.

Beberapa batu nisan dari pemakaman tua di sekitar masjid Forty Tatar Mosque. 

Saat ini ada sekitar 3000 muslim di Lithuania dan sebagian besar dari mereka merupakan muslim keturuan Tatar, yang selama beberapa generasi mempertahankan identitas keislaman mereka melintasi masa yang begitu berat. Terisolasi selama beberapa generasi dari dunia Islam membuat muslim Tatar di Lithuania kini harus bekerja keras untuk memahami kembali ajaran Islam sebagaimana mestinya untuk tidak sekedar sebagai sebuah identitas semata.

Selain Masjid di Forty Tatar Village, masjid masjid yang dibangun diatas tanah hadiah dari Kaisar Vytautas kini tersisa empat masjid saja dan telah berada di lintas Negara, yakni; dua Masjid di Polandia masing masing di kota Kruszyniany dan kota Bohiniki, dan dua masjid di Belarusia masing masing di kota Navahrudak dan Kota Iwie.

Arsitektur Masjid Forty Tatar Village

Masjid Forty Tatar village berdenah segi empat, seluruh strukturnya menggunakan kayu, berdinding papan dan tanpa menara. Mirip dengan kebanyakan bangunan rumah rumah tua di desa itu. Yang menjadi pembeda yang sangat jelas bangunan masjid ini dengan bangunan lainnya adalah adanya kubah metal di puncak atapnya.

Kubah berdenah segi delapan ini berdiri diatas sebuah tatakan bundar yang juga berstruktur kayu, dengan bentuk menyerupai sebuah menara kecil di puncak atap masjid, di ujung kubah ditempatkan satu simbol bulan sabit. Masjid ini bahkan tak dilengkapi dengan mihrab. di sisi kiblatnya diletakkan sebuah mimbar dari kayu berukuran kecil.

Meski berukuran kecil, ruang sholat untuk Jemaah wanita dipisahkan secara permanen dengan sekat dari dinding kayu, ruangan sholat untuk Jemaah wanita ini letaknya bersisian dengan ruangan sholat utama, namun dengan pintu akses yang terpisah. Ada sedikit bukaan antara ruangan ini namun tetap ditutup dengan tirai kain tipis.

Di dalam masjid, struktur kayu masjid ini benar benar terlihat karena seluruh kayunya dibiarkan dengan warna aslinya, hanya bagian lantainya saja yang tak tampak kayunya karena ditutup dengan karpet sajadah. Bila di Indonesia, suasana di dalam masjid ini mirip dengan suasana di dalam rumah rumah tradisional Melayu di Sumatera, Kalimantan hingga Sulawesi yang terbuat dari kayu, maskipun masjid ini tidak dibangun sebagai rumah panggung.***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Dilarang berkomentar berbau SARA