Halaman

Minggu, 30 April 2017

Masjid Raižiai Lithuania

Berselimut Salju, Masjid Raiziai di Lithuania, salah satu dari empat masjid di negara itu.

Masjid Raižiai adalah salah satu dari empat masjid tua yang ada di Lithuania, sama seperti tiga masjid Lithuania lainnya, masjid inipun dibangun oleh Anggota Pasukan Muslim Tatar yang datang ke Lithuania pada aad ke 14 atas undangan dari Raja Vytautas, Raja terbesar dalam sejarah Lithuania. Dibangun dalam arsitektur tempatan membuat masjid ini sama sekali tidak mirip dengan masjid pada umumnya bahkan lebih mirip sebuah bangunan Gereja.

Masjid tua ini berdiri di tengah desa dengan nama yang sama, Desa Raižiai, sebuah desa kuno yang dibangun di penghujung abad ke 15 hingga awal abad ke 16 miladiyah dan hingga kini merupakan desa yang penghuninya hampir seluruh nya merupakan kaum muslimin Tatar, bahkan kini seringkali disebut sebut sebagai ibukotanya Tatar di Lithuania.



Sebagian besar Muslim Tatar masuk ke Lithuania pada masa pemerintahan Grand Duke Vytautas (1392-1430) karena memang diundang oleh Raja Vytautas untuk bergabung dengan pasukannya mempertahankan diri dari serbuan pasukan Jerman. Sebagian dari pasukan muslim Tatar ini beserta keluarganya  kemudian bermukim di desa Raižiai dan kemudian membangun masjid disana.

Masjid Desa Raiziai ini pertama kali dibangun tahun 1556. Namun bangunan yang kini berdiri merupakan bangunan dari tahun 1889. Pada masa Uni Soviet masjid ini menjadi satu satunya masjid yang diperbolehkan menjalankan aktivitas-nya diseluruh wilayah Lithuania. Dan dimasa kemerdekaan Lithuania, masjid ini telah disyahkan sebagai Cagar Budaya Nasional yang dilindungi oleh Negara.

Masjid Tua menjadi saksi sejarah Lithuania.

Arsitektur Masjid Raižiai

Seperti telah disinggung di awal tulisan tadi, Masjid Raižiai dibangun dengan arsitektur tempatan sebagaimana bangunan hunian yang ada di Lithuania. Dari sisi ukuran, Masjid Raižiai memang sedikit lebih besar dibandingkan dengan Masjid Forty Tatar Village dan Masjid Nemezis meskipun dengan arsitektur yang serupa.

Seluruh bangunannya berbahan kayu kecuali bagian kubah dan atap nya yang menggunakan bahan seng. Bangunannya berdenah segi empat, dengan sisi depannya rata seperti layaknya sebuah bangunan gereja. Berbeda dengan dua masjid tua dari kayu di Lithuania lainnya Masjid Raižiai ini tidak menggunakan tiang dibagian tengahnya sehingga ruang utamanya terkesan lebih luas.

Ruang dalam masjid dibagi dua bersisian, disekat permanen dengan dinding kayu diberi sedikit bukaan namun tetap ditutup dengan tirai dari kain tipis. Ruang terpisah tersebut merupakan ruang sholat khusus untuk Jemaah wanita. Ruangan sholat utama hanya untuk Jemaah pria. Pintu masuk untuk masing masing ruang ini pun dibuat terpisah.

Mirip dengan sebuah gereja karena memang dibangun seperti layaknya bangunan hunian di daerah tersebut.

Masjid Raižiai ini tidak memiliki ruangan khusus mihrab, namun sebagai penggantinya ada tempat khusus untuk imam yang dibuat seperti sebuah gapura disebelah mimbar dari kayu berukir yang di sisi kiblatnya. Seluruh lantainya ditutup dengan karpet dan beberapa helai sajadah berukuran besar dibentangkan di tengah ruangan.

Mimbar masjid ini yang terbuat dari kayu di ukir dengan tangan, namun tidak ada informasi terkait siapa pengukirnya. Sebuah mimbar tua yang dibuat sekitar tahun 1684 dan dipindahkan kemasjid ini sekitar abad ke 18 atau abad ke 20 dari sebuah bangunan masjid yang terbakar di desa tetangganya, Desa Bazorai.

Interior Masjid Raiziai.

Sebuah menara kecil seperti sebuah gazebo berkubah ditempatkan di atap masjid bagian depan, lagi lagi bentuknya justru lebih mirip kubah pada sebuah bangunan Gereja, hanya saja di puncak nya ditempatkan symbol bulan sabit penanda bahwa bangunan ini merupakan sebuah Masjid.

Desa Raižiai memiliki beberapa lahan pemakaman umum dan salah satunya berada di pekarangan masjid ini yang digunakan untuk pemakaman muslim Tatar dan muslim dari suku bangsa lainnya hingga hari ini. Beberapa makam di kompleks ini bahkan sudah sangat tua sementara sebagian lagi tak dapat dilacak tahunnya karena hanya bernisan batu alam tanpa tulisan apapun.

Dari sekitar 3000-an muslim Lithuania, sebagian besar merupakan muslim Tatar dan sekitar 400-an muslim Tatar ini tinggal di Distrik Alytus terutama di desa Raižiai ini. Selain di Raižiai, daerah lain di distrtik Alytus yang menjadi tempat tinggal Muslim Tatar ada di desa Butrimonys dan kota Alytus.***

Menara kecil di atap masjid dengan ornamen bulan sabit di ujung nya.
Jam Matahari di halaman Masjid Raiziai.

Sabtu, 29 April 2017

Masjid Nemėžis, Lithuania

Masjid Nemeziz, sebuah masjid dari kayu dengan sebuah bentuk menara di puncak atapnya, tapil menjadi satu satunya masjid di daerah tersebut dan merupakan salah satu dari empat masjid di Lithuania.

Masjid Nemėžis adalah salah satu dari empat masjid tua yang masih ada di Negara Lithuania. Masjid ini sebenarnya tidak memiliki nama, Nemėžis sendiri adalah nama desa tempat masjid ini berada, sama halnya dengan masjid di desa Forty Tatar, masjid ini dibangun oleh anggota pasukan muslim Tatar dari semenanjung Chrimea yang di datangkan oleh Raja Vytautas ke Lithuania di tahun 1397.

Kaisat Vytautas merupakan raja terbesar dalam sejarah Lithuania, dimasa kekuasaanya wilayah Lithuania membentang hingga ke wilayah yang kini menjadi Negara Polandia dan Belarusia. Ada empat masjid peninggalan masa itu yang kini masih berdiri di Polandia dan Belarusia dan semuanya merupakan warisan dari Muslim Tatar. Sejarah masuknya muslim Tatar ke Lithuania selengkapnya dapat anda baca di artikel Forty Tatar Mosque di posting sebelumnya.

Nemėžio totorių mečetė
Totirų g. 4, Nemėžis 13262, Lituania



Desa Nemezis dibangun oleh Pasukan Militer Muslim Tatar di luar tembok kota Vilnius sebagai bagian dari upaya Raja Vytautas untuk memperkuat pertahanan negaranya dari serbuan Kerajaan Jerman. Ditempatkannya pasukann Militer Tatar tak jauh dari pusat ibukota kerajaan ini tak lain sebagai bagian dari strategi militer dengan pertimbangan sewaktu waktu dibutuhkan akan mudah dihubungi dan dikerahkan. Selain itu, di Nemezis juga terdapat Istana musim panas Raja Vytautas dan Permaisurinya yang juga di bangun di abad ke 14.

Masjid Nemezis pertama kali dibangun tahun 1684, namun bangunan tersebut habis terbakar dan kemudian dibangun ulang ditahun 1909 dengan rancangan dari arsitek A. Soninas. Bangunan masjidnya dibangun dari kayu berdinding papan dan atap seng. Dibagian puncak atapnya ditempatkan sebuah bentuk gazebo menyerupai sebuah menara masjid dengan Kubah metal berdenah segi delapan, dan dibagian puncak kubah diletakkan symbol bulan sabit sebagai symbol dunia Islam. Sebuah pemakaman tua juga terdapat di pekarangan masjid ini.

Di masa perang dan pada masa Uni Soviet masjid ini mengalami kerusakan parah. Di ahir perang dunia kedua komplek pemakaman di pekarangan masjid ini bahkan dijadikan lokasi penempatan Misil milik Uni Soviet yang digunakan untuk membombardir kota Vilnius.

Interior Masjid Nemezis

Kerusakan semakin parah ditahun 1963 manakala kebakaran melanda masjid ini namun masih beruntung api dapat dipadamkan dengan memotong bagian menara di puncak atap masjid yang menjadi titik asal kobaran api.

Sesaat setelah pemerintah Uni Soviet berencana menghancurkan masjid yang sudah rusak tersebut namun ditentang oleh warga muslim setempat. Penghancuran memang tidak jadi dilaksanakan namun masjid tersebut dijadikan gudang penyimpanan biji gandum di tahun 1968, kemudian dialiffungsi lagi menjadi museum.

Baru di tahun 1978 masjid ini dikembalikan kepada komunitas muslim setempat dan dilakukan perbaikan di tahun 1993 kemudian menyusul dilaksanakan renovasi total pada tahun 2009. Kini masjid Nemeziz telah ditetapkan sebagai salah satu cagar budaya oleh pemerintah Lithuania merdeka.

Makam makam tua disamping Masjid Nemezis.

Arsitektur Masjid Nemezis

Masjid Nemezis dibangun dengan bahan kayu sama seperti halnya dengan Masjid Forty Tatar Mosque dan Masjid Raiziai yang sama sama dibangun dari kayu seperti layaknya rumah hunian warga setempat. Sebuah bentuk menara ditempatkan di puncak atap masjid dengan bulan sabit di ujung kubahnya menjadi satu satunya pembeda dan penanda bahwa bangunan ini adalah masjid serta arah bangunannya yang menghadap ke kiblat.

Menara di puncak atap masjid ini dibuat cukup besar layaknya sebuah menara meskipun tidak terlalu tinggi, berbeda dengan yang terdapat di masjid Forty Tatar Village yang dibuat begitu mungil. Arsitektur masjid kayu seperti ini menang sangat unik dan hanya ditemui pada masjid masjid muslim Tatar di wilayah Lithuania dan bekas wilayahnya yang kini menjadi Negara Polandia dan Belarusia.

Syahdu, Masjid Nemezis di musim salju yang memutih dari depan pintu gerbangnya dengan ornamen bulat sabit. 

Masjid Nemezis juga tidak dilengkapi dengan kiblat, di sisi kiblat di dalam masjid ditempatkan sebuah mimbar kayu berukir bergaya Tatar, berupa mimbar dengan beberapa undakan tangga tanpa podium, sebagai tempat khatib berdiri menyampaikan khutbah. Seluruh interior masjid ini sama seperti bagian luarnya, urat urat kayu dari dinding papan dan strukturnya terlihat alamiah tanpa lapisan cat menutupinya, menghadirkan suasana tenang dan kehangatan alami.

Masjid ini dilengkapi dengan sebuah beranda tertutup, dan pintu akses masjid ini ditempatkan di beranda tersebut. Lahan tempat masjid ini berdiri cukup luas, dan sekelilingnya telah dipagar, ornament bulan sabit dapat kita temukan diujung ujung jeruji besi pada pintu gerbang masjid ini. Di lahan pekarangan sekitar masjid ini terdapat komplek pemakaman muslim yang se-usia atau bahkan lebih tua dari bangunan masjidnya sendiri.***


Minggu, 23 April 2017

Forty Tatar Village Mosque, Masjid Tertua di Lithuania

Masjid Forty Tatar Village dengan latar belakang, rumah rumah penduduk desa tersebut. Masjid ini merupakan masjid tertua yang masih berdiri di Lithuania, Pertama kali dibangun tahun 1556 namun hancur dalam penyerbuan Napoleon, dibangun ulang tahun 1815.

Lithuania adalah salah satu Negara pecahan Uni Soviet yang berada di kawasan Baltik di sebelah utara Benua Eropa. Negara ini awalnya disebut sebut sebagai satu satunya Negara di kawasan Baltik yang memiliki masjid, merujuk kepada masjid masjid tua Muslim Tatar di Negara tersebut, sampai kemudian beberapa Negara di Baltik seperti Estonia mengizinkan Muslim di negaranya membangun masjid dan Islamic Center di Tallin ibukota Negara Estonia di tahun 2009.

Islam dan Muslim di Lithuania memiliki rentang sejarah selama 6 abad, maka wajar bila masjid dan desa desa muslim masih ditemukan di Negara tersebut hingga kini. Salah satunya adalah Masjid di Desa Forty Tatar Village. Agak susah menterjemahkan nama masjid ini karena memang nama tersebut sekaligus juga nama Desa tempat masjid ini berada, nama itupun sudah diterjemahkan ke-bahasa Inggris bukan dalam nama aslinya.

Forty Tartar Mosque
Forty Tatar village, Vilnius District, Lithuania
Koordinat: 54.562245 ° N 25.170295 ° E



Forty Tatar village mosque demikian nama masjid tersebut berdiri disebuah desa dengan nama yang sama Desa Forty Tatar. Nama dalam bahasa setempatnya adalah Keturiasdesimit Totoriu Kaimo, Musulmonu Sunitu Mecete. Agak susah untuk dilafalkan oleh lidah orang Indonesia.

Sejarah Masjid Forty Tatar Village

Keberadaan masjid ini sudah cukup tua, pertama kali muncul dalam catatan yang dari tahun 1558 namun kemungkin masjid tersebut hangus terbakar pada saat serbuan Napoleon ke Russia. Muslim di kampung ini kemudian membangun lagi sebuah masjid dari kayu di tahun 1815 dan bertahan melintasi waktu hingga saat ini dan merupakan masjid tertua di Lithuania.

Pada masa Uni Soviet masjid ini ditutup total oleh penguasa komunis kala itu dan seluruh aktivitas keagamaan dilarang oleh Negara, namun muslim setempat secara sembunyi sembunyi tetap menggunakan masjid ini untuk peribadatan. Baru pada tahun 1980 masjid Forty Tatar Village dikembalikan lagi ke masyarakat muslim disana dan kembali difungsikan sebagaimana mestinya.

Di tahun 1993 masjid dilakukan pemugaran untuk memperbaiki kerusakan yang dialaminya setelah selama berpuluh puluh tahun terbengkalai. Di masa kemerdekaan Lithuania dari Uni Soviet. Dan di tahun 1996 Masjid ini telah ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya nasional yang dilindungi oleh Negara dengan nomor sertifikat pengesahan 1768. Sebagai batu prasasti peringatan kemudian dibangun di halaman masjid ini memperingati 600 tahun kehadiran muslim Tatar di Lithuania.

Masjid Forty Tatar Village dengan pemakaman umum di sekitarnya yang sudah berumur ratusan tahun.

Masjid ini kini menjadi satu satunya masjid di wilayah tersebut, dan di desa ini ada sekitar 120 orang muslim dan kebanyakan dari mereka merupakan keturuanan langsung dari anggota pasukan Muslim Tatar yang datang kesana di abad ke 14 atas undangan Kaisar Vytautas.

Seperti kebanyakan masjid masjid tua lainnya, di sekitar masjid ini juga terdapat kompleks pemakaman tua (Mizaras) dan dibagian lain kampung tersebut juga ditemukan tiga makam berusia tua dari muslim Tatar. Pemakaman ini diperkirakan berasal dari era awal terbentuknya perkampungan muslim ini disekitar abad XIV – XVII.

Namun makam makam tersebut kebanyakan hanya ditandai dengan batu bukan nisan bertulis yang dapat dijejak dengan mudah sejak kapan makam tersebut berada disana. Ada beberapa makam yang dapat dikenali dari inskipsi yang ada di batu nisannya berasal dari paruh kedua abad ke tujuh belas miladiyah bertarikh tahun 1621 atas nama Allahberdi. Makam tersebut merupakan makam muslim tertua yang dapat dikenali di seluruh wilayah Lithuania.  

Muslim Tatar Lithuania dalam lintasan Sejarah

Forty Tatar Village atau Keturiasdešimt Totorių adalah sebuah desa yang berjarak sekitar 20 menit berkendara ke arah selatan dari pusat kota Vilnius, Ibukota Lithuania. Desa kecil dengan sejarah hampir 600 tahun dan memainkan peranan sangat penting tidak saja bagi sejarah Islam namun juga bagi sejarah Negara Lithuania dan sejarah abad pertengahan kawasan Baltik, namun nyaris terlupakan.

Nama desa ini bila di Indonesia-kan berarti Desa Benteng/pertahanan Tatar, bukan sekedar nama, namun dari tata letak desanya yang masih bertahan hingga kini memperlihatkan struktur pedesaan dari sebuah Kamp Militer Etnis Tatar. Karena desa ini memang pada awalnya dibangun oleh pasukan militer Tatar yang ditempatkan disana.

Menara mungil di puncak atap masjid Forty Tatar Village

Penempatan pasukan tersebut bertujuan untuk melindungi Lithuania dari serbuan pasukan Intoleran dari Eropa barat. Anggota pasukan Tatar tersebut notabene adalah kaum muslimin. Itu sebabnya dalam sejarah setempat desa ini kemudian disebut dengan Keturiasdešimt Totorių atau Forty Tatar Village atau Desa Benteng Pertahanan Kaum Muslimin Tatar.

Kehadiran muslim Tatar di Lithuania dimulai sejak abad ke 14 Miladiyah dimasa kekuasaan Kaisar Vytautas. Di masa kekuasaanya wilayah kerajaan Lithuania membentang dari Laut Baltik di utara hingga ke Laut Hitam di timur. Dalam upaya mempertahankan kerajaannya dari serangan kerajaan Jerman, Kaisar Vytautas mendatangkan pasukan Muslim Tatar dari semenanjung Chrimea untuk membantu mempertahankan wilayah kekuasaannya.

Pada masa itu Lithuania merupakan sebuah kerajaan penganut Paganisme namun memiliki tradisi toleransi yang sangat kuat dan sudah menjalin komunikasi intensif dan aliansi dengan dunia Islam yang sudah mengakar di bagian selatan Eropa termasuk semenanjung Chrimea (kini secara dejure merupakan bagian dari wilayah Ukraina namun secara defacto dikuasai oleh Russia).

Gelombang pertama kedatangan pasukan Muslim Tatar ke Lithuania terjadi di tahun 1398. Pasukan Muslim Tatar yang merupakan bangsa Eropa keturunan Mongol ini memiliki reputasi ketangguhan luar biasa dalam berperang serta memiliki loyalitas yang tinggi. Sebagian besar pasukan Tatar ini ditempatkan oleh Kaisar Vytautas di sekitar ibukota kerajaan di Trakai dan mereka membentuk pemukimannya sendiri, dengan tujuan sewaktu waktu dibutuhkan akan dengan mudah dihubungi dan digerakkan. Salah satunya adalah di Desa yang kini dikenal dengan nama Keturiasdešimt Totorių atau Forty Tatar Village.

Interior Masjid Forty Tatar Village

Ketika pasukan salib Jerman yang berintikan para Ksatria Teutonic menyerbu ke Lithuania pada 15 Juli 1410 peperangan tak terhindarkan di sekitar kota Tannenber (Grunwald) yang terkenal dalam sejarah sebagai perang Grunwald. Pasukan Lithuania yang di dukung pasukan Muslim Tatar, Polandia, Czech dan Russia dengan jumlah mencapai 30.000 orang, dengan gemilang menaklukkan 20.000 orang pasukan para Ksatria Teutonic tersebut.

Sebagai ucapan terima kasih, Kaisar Vytautas mengizinkan Muslim Tatar menetap di Lithuania dan menghadiahkan tanah yang sangat luas kepada Muslim Tatar, sebuah wilayah yang membentang dari selatan ibukota Lithuania di Trakai hingga ke kota Bialystok (kini masuk wilayah Negara Polandia) di sebelah barat, membentang hingga ke pinggiran kota Minsk (kini ibukota Negara Belarusia), tidak hanya itu, kaisar juga menjamin kebebasan bagi Muslim Tatar untuk menjalankan syariat Islam. Hal tersebut terus berlaku hingga ke para kaisar pengganti Kaisar Vytautas meskipun kemudian Para kaisar selanjutnya telah memeluk Kristen.

Tujuh abad muslim Tatar tinggal dan hidup bersama dengan warga asli Lihtuania berasimilasi dan berintegrasi. Banyak dari mereka yang kemudian menjadi tuan tanah, pengusaha, pedagang, birokrat hingga menduduki jabatan tinggi di kemiliteran Lithuania. Pusat pengembangan Islam tumbuh di berbagai tempat. Muslim Tatar di masa itu bahkan memiliki sekitar 25 masjid di berbagai kota temasuk di ibukota negara.

Namun situasi kemudian perlahan berubah, manakala kerajaan mulai semakin konservatif, memutus hubungan dengan pihak selatan, semanjung Chrimea dan Islam, Muslim Tatar dengan sendirinya terisolasi dari dunia Islam. Keadaan semakin parah manakala Lithuania menjadi bagian Uni Soviet di abad ke 20 Miladiyah. Muslim Tatar memasuki masa paling suram dalam sejarah mereka di Lithuania.

Agama menjadi hal terlarang, mereka yang menolak kebijakan itu akan menghadapi pembunuhan atau di asingkan oleh penguasa. Masjid masjid ditutup, di alih fungsi atau bahkan dihancurkan. Ketika Uni Soviet ambruk, Lithuania memilih merdeka dan melepaskan diri dari federasi, di Negara itu hanya tersisa tiga bangunan masjid saja yang masih utuh dalam kondisi yang mengenaskan, dan tak satupun yang tersisa di ibukota Negara. Salah satu masjid tersebut adalah Masjid di desa Keturiasdešimt Totorių atau Forty Tatar Village yang merupakan titik awal kedatangan pasukan Muslim Tatar di Lithuania.

Beberapa batu nisan dari pemakaman tua di sekitar masjid Forty Tatar Mosque. 

Saat ini ada sekitar 3000 muslim di Lithuania dan sebagian besar dari mereka merupakan muslim keturuan Tatar, yang selama beberapa generasi mempertahankan identitas keislaman mereka melintasi masa yang begitu berat. Terisolasi selama beberapa generasi dari dunia Islam membuat muslim Tatar di Lithuania kini harus bekerja keras untuk memahami kembali ajaran Islam sebagaimana mestinya untuk tidak sekedar sebagai sebuah identitas semata.

Selain Masjid di Forty Tatar Village, masjid masjid yang dibangun diatas tanah hadiah dari Kaisar Vytautas kini tersisa empat masjid saja dan telah berada di lintas Negara, yakni; dua Masjid di Polandia masing masing di kota Kruszyniany dan kota Bohiniki, dan dua masjid di Belarusia masing masing di kota Navahrudak dan Kota Iwie.

Arsitektur Masjid Forty Tatar Village

Masjid Forty Tatar village berdenah segi empat, seluruh strukturnya menggunakan kayu, berdinding papan dan tanpa menara. Mirip dengan kebanyakan bangunan rumah rumah tua di desa itu. Yang menjadi pembeda yang sangat jelas bangunan masjid ini dengan bangunan lainnya adalah adanya kubah metal di puncak atapnya.

Kubah berdenah segi delapan ini berdiri diatas sebuah tatakan bundar yang juga berstruktur kayu, dengan bentuk menyerupai sebuah menara kecil di puncak atap masjid, di ujung kubah ditempatkan satu simbol bulan sabit. Masjid ini bahkan tak dilengkapi dengan mihrab. di sisi kiblatnya diletakkan sebuah mimbar dari kayu berukuran kecil.

Meski berukuran kecil, ruang sholat untuk Jemaah wanita dipisahkan secara permanen dengan sekat dari dinding kayu, ruangan sholat untuk Jemaah wanita ini letaknya bersisian dengan ruangan sholat utama, namun dengan pintu akses yang terpisah. Ada sedikit bukaan antara ruangan ini namun tetap ditutup dengan tirai kain tipis.

Di dalam masjid, struktur kayu masjid ini benar benar terlihat karena seluruh kayunya dibiarkan dengan warna aslinya, hanya bagian lantainya saja yang tak tampak kayunya karena ditutup dengan karpet sajadah. Bila di Indonesia, suasana di dalam masjid ini mirip dengan suasana di dalam rumah rumah tradisional Melayu di Sumatera, Kalimantan hingga Sulawesi yang terbuat dari kayu, maskipun masjid ini tidak dibangun sebagai rumah panggung.***

Sabtu, 22 April 2017

Islam di Lithuania

Lokasi Lithuania di antara negara negara Baltik.

Dimanakah Lithuania

Republik Lithuania atau dalam Bahasa resminya disebut Lietuvos Respublika, adalah negara di benua Eropa bagian utara di tepian laut Baltik berseberangan dengan Denmark dan Swedia. Lithuania berbatasan darat dengan Latvia di sebelah utara, Belarusia di sisi selatan, sedangkan di sebelah baratnya berbatasan dengan wilayah Exlave milik Russia di Kaliningrat dan Polandia.

Lithuania sempat mencapai masa kebesarannya di abad ke 14 ketika negara tersebut dibawah pimpinan Grand Duchy (Raja) Vytautas. wilayahnya mencakup wilayah negara Lithuania saat ini termasuk juga negara negara tetangganya, Polandia, Belarusia, sebagian Latvia hingga hampir seluruh wilayah Ukraina.

Lithuania juga pernah membentuk persemakmuran bersama dengan Polandia di abad ke 16, lalu keluar dari persemakmuran tersebut di abad ke 18. Lithuania pertama kali menyatakan kemerdekaan pada tanggal 16 Februari 1918, namun kemudian seluruh wilayah ini dicaplok oleh Uni Soviet pada 15 Juni 1940 kemudian di duduki oleh Nazi Jerman setahun kemudian dan kembali ke tangan Uni Soviet di tahun 1944. Pemulihan kemerdekaan terjadi pada 11 Maret 1990 setelah ambruknya Uni Soviet.

700 Tahun Islam di Lithuania

Seperti Negara Negara Eropa Utara dan Eropa bagian timur lainnya, Islam di Lithuania sudah hadir sejak berabad abad yang lalu. Pada abad pertengahan Negara yang kini dikenal sebagai Republik Lithuania merupakan bagian dari Grand Duchy of Lithuania yang bergabung dalam Negara persemakmuran Polish–Lithuanian Commonwealth.

Wilayah Lithuania sepanjang sejarah

Wilayahnya membentang dari laut Baltik hingga ke Laut Hitam, termasuk beberapa wilayah dengan penduduk muslim di bagian selatan seperti kawasan Semanjung Krimea yang dihuni oleh para muslim Tatar. Sejarah masuknya Islam di Republik Lithuania memang tak dapat dilepaskan dari sejarah muslim Tatar di Lithuania.

Muslim Tatar dari Semanjung Krimea (kini masuk dalam wilayah Negara Ukraina) merupakan keturunan Mongolia terkenal dengan kemahiran mereka dalam berperang dan loyalitasnya. Di masa kekuasaan Raja (Grand Duke) Vytautas, Pasukan muslim Tatar dari Krimea ini di undang ke Lithuania untuk memperkuat militer Lithuania.

Pada masa itu Lithuania merupakan sebuah kerajaan penganut Paganisme namun memiliki tradisi toleransi yang sangat kuat dan sudah menjalin komunikasi intensif dan aliansi dengan dunia Islam yang sudah mengakar di bagian selatan Eropa termasuk semenanjung Krimea.

Gelombang pertama kedatangan pasukan Muslim Tatar ke Lithuania terjadi di tahun 1398. Sebagian besar pasukan Tatar ini ditempatkan oleh Kaisar Vytautas di sekitar ibukota kerajaan di Trakai dan mereka membentuk pemukimannya sendiri, dengan tujuan sewaktu waktu dibutuhkan akan dengan mudah dihubungi dan digerakkan. Mereka kemudian mendirikan desa mereka sendiri diantaranya di Vilnius, Trakai, Hrodna dan kaunas dan kemudian menyebar di seluruh wilayah Commonwealth diluar wilayah Negara Lithuania di wilayah yang kini menjadi Republik Polandia dan Belarusia.

Empat Masjid di Lithuania yang masih ada saat ini: Dari sebelah kiri atas searah jarum Jam : Masjid Forty Tatar Village, Masjid Nemezis, Masjid Raiziai dan Masjid Kaunas yang paling baru dan paling modern dibangun tahun 1930. Tiga dari empat Masjid tua yang ada di Lithuania saat ini tiga diantaranya dibangun dari bahan kayu dan berbentuk bangunan tradisional masyarakat setempat, layaknya sebuah rumah hunian yang menghadap ke kiblat.

Masjid Lithuania

Desa desa tersebut masih dapat lacak dan dikenali, tiga diantaranya masih memiliki masjid asli mereka dari masa itu, yakni; Desa Keturiasdešimt Totorių atau Forty Tatar Village dan Desa Nemėžis yang berada di dalam wilayah Distrik Vilnius serta Desa Raižiai di Distrik Alytus. Dan satu lagi masjid yang masih berdiri kokoh hingga kini adalah masjid Kaunas yang dibangun selama perang kemerdekaan Lithuania di tahun 1930.

Pembangunan masjid tersebut dilaksanakan dalam rangkaian peringatan 500 tahun kematian Raja Vytautas yang merupakan raja terbesar dalam sejarah Lithuania sekaligus juga merupakan tokoh penting yang membawa Muslim Tatar masuk ke Lithuania menandai masuknya Islam ke Negara Baltik tersebut.

Ketika pasukan salib Jerman yang berintikan para Ksatria Teutonic menyerbu ke Lithuania pada 15 Juli 1410 peperangan tak terhindarkan di sekitar kota Tannenber (Grunwald) yang terkenal dalam sejarah sebagai perang Grunwald. Pasukan Lithuania yang di dukung pasukan Muslim Tatar, Polandia, Czech dan Russia dengan jumlah mencapai 30.000 orang, dengan gemilang menaklukkan 20.000 orang pasukan para Ksatria Teutonic tersebut.

Sebagai ucapan terima kasih, Kaisar Vytautas mengizinkan Muslim Tatar menetap di Lithuania dan menghadiahkan tanah yang sangat luas kepada Muslim Tatar, sebuah wilayah yang membentang dari selatan ibukota Lithuania di Trakai hingga ke kota Bialystok (kini masuk wilayah Negara Polandia) di sebelah barat, membentang hingga ke pinggiran kota Minsk (kini ibukota Negara Belarusia), tidak hanya itu, kaisar juga menjamin kebebasan bagi Muslim Tatar untuk menjalankan syariat Islam. Hal tersebut terus berlaku hingga ke para kaisar pengganti Kaisar Vytautas meskipun kemudian Para kaisar selanjutnya telah memeluk Kristen.

Identitas Muslim Tatar

Tujuh abad muslim Tatar tinggal dan hidup bersama dengan warga asli Lihtuania berasimilasi dan berintegrasi. Banyak dari mereka yang kemudian menjadi tuan tanah, pengusaha, pedagang, birokrat hingga menduduki jabatan tinggi di kemiliteran Lithuania. Pusat pengembangan Islam tumbuh di berbagai tempat di Lithuania. Muslim Tatar di masa itu bahkan memiliki sekitar 25 masjid di berbagai kota temasuk di ibukota negara. Diseluruh wilayah Commonwealth Lithuania-Polandia bahkan diperkirakan ada ratusan masjid dan pusat ke-Islaman bagi sekitar 200 ribu muslim Tatar yang tinggal disana.

Masa Suram Muslim Lithuania

Namun situasi kemudian perlahan berubah, manakala kerajaan mulai semakin konservatif, memutus hubungan dengan pihak selatan, semanjung Chrimea dan Islam, Muslim Tatar dengan sendirinya terisolasi dari dunia Islam. Keadaan semakin parah manakala Lithuania menjadi bagian Uni Soviet di abad ke 20 Miladiyah. Muslim Tatar memasuki masa paling suram dalam sejarah mereka di Lithuania.

Agama menjadi hal terlarang, mereka yang menolak kebijakan itu akan menghadapi pembunuhan atau di asingkan oleh penguasa. Masjid masjid ditutup, di alih fungsi atau bahkan dihancurkan. Ketika Uni Soviet ambruk, Lithuania memilih merdeka dan melepaskan diri dari federasi, di Negara itu hanya tersisa tiga bangunan masjid saja yang masih utuh dalam kondisi yang mengenaskan, dan tak satupun yang tersisa di ibukota Negara.

Tak hanya masjid namun semua yang berhubungan dengan Islam dan agama dihancurkan oleh pemerintah Uni Soviet termasuk sebuah komplek pemakaman tua di tengah kota Kaunas yang merupakan bagian dari lahan masjid Kaunas, diratakan dengan tenah dengan alasan lokasinya sudah tidak sesuai lagi karena berada di tengah tengah kota, namun alasan sebenarnya dari pengancuran tersebut adalah untuk menghapus jejak Islam dari wilayah tersebut.

Masjid Kaunas ini merupakan satu satunya masjid dari bahan beton dari empat masjid yang ada di Lithuania. Kini masjid Kaunas menjadi salah satu daya pikat wisatawan yang berkunjung ke Kaunas. Ukurannya yang kecil membuat jemaah sholat jum'at lebih banyak yang sholat di luar bangunan daripada yang berada di dalam ruangan.

Lapangan luas bekas pemakaman umum tersebut kemudian di ubah menjadi taman kota dan kini dimasa kemerdekaan Lithuania dikenal dengan Ramybes Park atau Taman Keheningan sesuai dengan kenyataan tempat tersebut di masa lalu. Beberapa monument peringatan dibangun ditempat tersebut sebagai pengingat bahwa disana dulunya adalah sebuah komplek pemakaman tua.

Muslim Lithuania Saat ini

Setelah Lithuania kembali berdiri sebagai sebuah Negara merdeka dan melepaskan diri dari Uni Soviet, Negara itu mulai menata kembali kehidupannya. Muslim Lithuania mendpatkan dukungan dari Negara untuk memulihkan kehidupan ke-Islaman mereka termasuk mengembalikan masjid dan property kaum muslimin yang masih tersisa kepada komunitas muslim disana.

Kini hanya tersisa sekitar ribuan muslim di Lithuania terdiri dari Muslim Tatar yang merupakan ernit muslim mayoritas di Lithuania ditambah dengan sejumlah kecil warga pribumi yang memeluk Islam dan beberapa imigran muslim yang masuk ke Negara tersebut setelah kemerdekaan. Hasil sensus penduduk di tahun 2001 menunjukkan angka sekitar 3000 muslim yang ada di Lithuania, jumlah yang sangat kecil dibandingkan dengan muslim di Negara Negara Eropa Timur lainnya.

Selain di Lithuania, Muslim tatar dari masa Kerajaan Lithuania kini tersebar di bekas wilayah kerajaan tersebut, termasuk lahan yang dulunya merupakan hadiah dari Raja Vytautas. Ada empat masjid diluar wilayah territorial Republik Lithuania yang masih berdiri di atas lahan dimaksud yakni dua Masjid di Polandia masing masing di kota Kruszyniany dan kota Bohiniki, dan dua masjid di Belarusia masing masing di kota Navahrudak dan Kota Iwie.

Kondisi Muslim tatar ini juga sangat membutuhkan perhatian, Terisolasi selama beberapa generasi dari dunia Islam membuat pemahaman mereka tentang agama Islam terdegradasi dengan sendirinya. Tidak hanya terkucil namun tekanan teramat berat dari penguasa terutama di era Uni Soviet bukanlah hal mudah untuk mereka lalui, dan luar biasa setelah melewati masa masa tak terperi tersebut, muslim Tatar mampu mempertahankan identitas ke-Islaman mereka.

Muslim Tatar di Lithuania ini juga telah kehilangan kemampuan mereka untuk berbahasa Tatar dan mereka kini berbicara dengan bahasa Lithuania. Saudara saudara kita ini tidak saja membutuhkan bantuan untuk memulihkan properti warisan dari para leluhur mereka termasuk empat bangunan masjid yang masih ada, namun juga sangat membutuhkan bimbingan dari para Da’I untuk mengajarkan mereka tentang agama Islam yang mereka akui dengan bangga sebagai agama mereka secara turun temurun melintasi begitu kerasnya kenyaataan zaman.

Masjid Kelima di Lithuania

Beberapa waktu yang lalu sempat beredar kabar akan dibangunnya masjid baru sekaligus masjid kelima di Negara itu. Disebutkan bahwa Distrik Naujininkai di Vilnius berencana membangun sebuah masjid baru lengkap dengan lahan pemakaman muslim disekitarnya. Namun hingga tulisan ini ditayangkan tersebut belum ada perkembangan lanjutannya.***

Minggu, 16 April 2017

Masjid Agung Covenhagen, Denmark

Menara terkecil, boleh jadi cocok untuk menyebut menara di Masjid Agung Covenhagen di Denmark ini. Tingginya hanya 20 meter berdenah segi delapan dan sangat ramping seperti sebuah tiang listik tegangan tinggi, hanya saja di ujungnya dilengkapi dengan satu kubah berukuran kecil dan ornamen bulan sabit. Namun Simbol tetaplah simbol seberapapun ukurannya, tetap saja menegaskan kehadirannya.

Hamad Bin Khalifa Civilisation Center

Nama resmi masjid terbesar di Denmark ini adalah Hamad Bin Khalifa Civilisation Center, secara harfiah berarti “Pusat Peradaban Hamad Bin Khalifa”, aslinya adalah Masjid Agung dilengkapi dengan fasilitas pendukungnya. Digunakannya nama petinggi negara Qatar sebagai nama dari masjid ini karena memang sumber dana pembangunannya di danai oleh pemerintah Qatar.

Terwujudnya pusat ke-Islaman ini telah begitu lama dinanti nanti oleh muslim Denmark. Penolakan keras terjadi sejak rencana pembangunannya digulirkan termasuk penolakan dari para elit politik terutama dari Partai Rakyat Denmark (DPP) dengan kebijakan anti immigran-nya. Ditambah lagi dengan masalah penerbitan kartun Nabi Muhammad oleh salah satu media di negara itu dan membangkitkan aksi protes keras dari berbagai negara memiliki andil pada tegangnya hubungan pemeluk agama minoritas dan mayoritas di Denmark.

Hamad Bin Khalifa Civilisation Center
Vingelodden 1, 2200 København N, Denmark
situs resmi: hbkcc.dk
telp: +45 70 60 55 45



Kerasnya penolakan terhadap pembangunan masjid ini bahkan tercermin pada saat upacara peresmian pembukaan masjid tersebut yang nyaris tanpa kehadiran dari para petinggi partai dan pejabat tinggi di negara tersebut. Meskipun demikian dengan keluarnya izin pembangunannya secara resmi pemerintah dan masyarakat Denmark telah menerima kehadiran masjid pertama tersebut.

Masjid Agung Denmark ini merupakan Masjid terbesar di Denmark sekaligus sebagai bangunan pertama yang dibangun sebagai masjid sebenarnya di negara itu, sekaligus juga menara berukuran kecil yang dibangun di halaman depan masjid ini merupakan menara masjid pertama yang berdiri di salah satu negara Skandinavia tersebut.

Masjid Pertama Denmark Ahirnya Berdiri

Setelah melewati masa pertikaian politik selama bertahun tahun serta serangkaian aksi protest bertajuk “not in my backyard” sebagai bentuk penolakan pembangunan masjid di negara itu sekalipun harus dibangun di halaman belakang, Muslim Copenhagen ahirnya mendapatkan  apa yang selama ini di-impikan selama bertahun tahun dan diresmikan pembukaanya pada hari Kamis tanggal 19 Juni 2014. Pendanaan pembangunannya mencapai 150 juta kroner (€20.1 juta Euro, atau$27.2 juta dolar Amerika)  

Masjid Agung Covenhagen, gedung utamanya yang berada di sebelah kiri ditambah dengan gedung kedua yang disebelah kanan dengan tulisan besar "Hamam Bin Khalifa Civilisation Center.

Sepetak lahan seluas 6,700 m2 (72,118 kaki2) yang berada diantara gedung dealer mobil dan gedung pergudangan di kawasan berpenduduk dengan pendapatan rendah di pinggiran kota Covenhagen, menjadi simbol penerimaan masyarakat mayoritas disana bagi sebuah masjid yang sangat dibutuhkan oleh sekitar 200 ribu muslim Denmark.

Di dalam komplek tersebut terdiri dari sebuah bangunan masjid lengkap dengan menaranya yang kecil dan ramping, pusat kebudayaan Islam, stasiun televisi, pusat kebugaran, pusat kepemudaan dan rumah jompo. Menara masjid ini sangat mungil, tingginya hanya 20 meter dengan ornamen bulan sabit dipuncaknya. Ruang utama masjid dapat menampung sekitar 900 jemaah sekaligus ditambah dengan area balkoni dapat menampung sekitar 600 jemaah khusus wanita.

Tidak banyak tokoh politik Denmark yang hadir dalam upacara peresmian masjid ini pada hari Kamis tersebut, menimbulkan persepsi media tentang sikap skeptis dari para politisi negara itu, terutama sejak diketahui bahwa pendaan pembangunan masjid tersebut berasal dari Negara Kaya Minyak Qatar yang dianggap bermasalah dengan HAM dan dituding melakukan tindakan kurang terpuji dalam upaya menjadi tuan rumah Piala Dunia Sepakbola tahun 2022.

Suasana saat peresmian masjid

Dalam peresemian tersebut, Pemerintah Qatar diwakili oleh satu delegasi yang dipimpin oleh menteri urusan agama Qatar, H E Dr Ghaith bin Mubarak Al Kuwari.  Dalam sambutannya beliau menggambarkan upacara peresmian masjid tersebut sebagai upaya untuk mencatatkan dalam sejarah tentang pertalian antara Denmark dengan Dunia Islam.

Beliau juga menyatakan bahwa pemerintah Qatar berupaya berkontribusi, melibatkan diri dalam inisiatif positif bagi dialog antar budaya dan peradaban serta saling pengertian antar manusia, Pemerintah Qatar dengan senang hati mendukung pembangunan kompleks masjid tersebut dan berhadap akan menjadi jembatan untuk saling pengertian antara rakyat Denmark dan Dunia Islam.

Sementara pimpinan Konsul Muslim Denmark dalam sambutannya mengatakan bahwa peresmian masjid tersebut sebagai sebuah “quantum leap” dalam sejarah muslim di Denmark dan sejarah hubungan  muslim Denmark dengan dunia Islam secara keseluruhan. Beliau juga memanjatkan do’a bagi pemerintah dan rakyat Qatar.  Al-Hamad juga menyerahkan sebuah souvenir kenang kenangan untuk disampaikan kepada Ayah dari Emir Qatar yang merupakan pendonor pembangunan masjid tersebut.

Interior Masjid Agung Covenhagen

Turut hadir salam upacara peresmian tersebut, Duta besar Qatar untuk Belanda, Kahlid bin Fahad Al Khater, para pejabat senior kementerian dari Qatar dan Denmark, pelajar dan mahasiswa, alim ulama dan Jemaah muslim Denmark. Dan seluruh rangkaian acara peresmian tersebut diliput dan disiarkan secara langsung oleh stasiun televisi Al-Jazeera dan stasiun televisi Nasional Qatar.

Sumber Pendanaan

Muslim Dernmark yang bergabung di dalam wadah organisasi Konsul Islam Denmark pada awalnya melakukan penjajakan permintaan bantuan dana dari Negara Kuwait dan Saudi Arabia, sampai kemudian melalui pemberitaan stasiun Televisi Al-Jazeera keinginan muslim Denmark untuk membangun masjid tersebut menarik perhatian (mantan) Emir Qatar, Emir Hamad bin Khalifa Al Thani.

Bermula dari sanalah kemudian semua pendanaan pembangunan masjid tersebut ditanggung oleh pemerintah Qatar, dan nama masjid ini pun kemudian mengabadikan nama (mantan) Emir Qatar, Emir Hamad bin Khalifa Al Thani. Emir Qatar, Emir Hamad bin Khalifa Al Thani mengundurkan diri dari jabatannya karena faktor usia dan kemudian menyerahkan jabatan Emir kepada putranya di bulan Juni 2013.

Bersanding antara Menara Masjid Covenhagen yang mungil dengan bendera Denmark dan Qatar.

Selain membantu pembangunan masjid, pihak donor juga berharap berdirinya masjid tersebut menjadi satu landasan bagi terbukanya sebuah dialog antara muslim Denmark dengan para pemeluk agama lainnya di negara tersebut, dan itu sebabnya pada momen peresmian masjid ini, panitia juga mengundang perwakilan dari berbagai tokoh lintas agama.

Sebagai salah satu negara di Timur Tengah yang terkenal sebagai negara yang kaya minyak, Qatar memang aktif memainkan perannya di Eropa baik di bidang da’wah maupun dibidang bisnis. Di kancah sepakbola selain telah terpilih sebagai penyelenggara Piala Dunia tahun 2022, Qatar juga membeli klub sepakbola liga Eropa salah satunya adalah Klub Paris Saint-German, di bidang industri, Qatar diketahui telah memborong saham peruhaaan raksasa otomotif Eropa Volkswagen (VW), dan di kancah media Qatar juga memiliki stasiun tivi Al-Jazeera yang cukup terkemuka di dunia internasional.***

Sabtu, 15 April 2017

Masjid Agung Stockholm, Swedia

Masjid Agung Stockholm dari arah taman Bjorn Tradgard.

Masjid Agung Stockholm, Stockholm Grand Mosque, Zayed bin Sultan Al Nahyan's Mosque, Bahasa Swedia disebut Zaid Ben Sultan Al Nahayans moské, lebih dikenal dengan nama Masjid Stockholm, Stockholm Mosque ataupun Stockholms moské, adalah Masjid terbesar di kota Stockholm, ibukota Swedia. Dalam Bahasa Swedia disebut dengan nama Stockholms stora moské. Lokasinya berada di Kapellgränd 10, bersebelahan dengan sebuah taman berukuran kecil “Björns trädgård” namanya, di distrik Södermalm kota Stockholm.

Disebut dengan nama Masjid Syekh Zayed Bin Sultan Al Nahyan's karena memang pembangunan masjid ini didanai oleh penguasa Uni Emirat Arab tersebut. Masjid Agung Stockholm diresmikan tahun 2000 dan dikelola oleh Asosiasi Muslim Stockhold atau Association in Stockholm dibawah pimpinan Sheikh Hassan Moussa. Masjid Stockholm memainkan peran begitu penting sebagai titik pertemuan bagi populasi muslim di negara tersebut. kehadirannya telah menarik perhatian muslim dari berbagai penjuru wilayah negara tersebut.

Masjid Agung Stockholm
Kapellgränd 10 116 25 Stockholm
Phone: +46(0)8 509 109 00
Homepage: www.ifstockholm.se



Berawal Dari Gedung Pembangkit Listrik

Menurut jauh ke belakang, bangunan yang kini menjadi Masjid Agung Stockholm ini dulunya merupakan gedung pembangkin listrik kota Stockholm yang dibangun tahun 1903. Hanya saja, ada satu hal yang teramat menarik dari gedung ini adalah bahwa Ferdinand Boberg arsitek Swedia yang merancang masjid sejak awal telah merancangnya seperti sebuah bangunan masjid.

Bangunanya dibuat tinggi kekar dan dengan ruangan dalam yang sangat lega termasuk atapnya yang cukup tinggi, jendela jendela berukuran besar dan yang paling menarik bahwa Orientasi bangunannya mengarah ke kiblat. Usut punya usut ternyata Ferdinand Boberg memang memiliki ketertarikan sendiri dengan bangunan masjid.

Meskipun secara umum bangunanya dirancang dengan gaya Art Nouveau namun pengaruh gaya bangunan Maroko sangat kental mempengaruhi rancangan Boberg setelah dia berkunjung ke Maroko, dan memang dengan sengaja mengarahkan bangunan tersebut ke arah kiblat seperti layaknya bangunan bangunan masjid besar yang dia lihat saat berkunjung ke Maroko.

Masjid yang di ubah dari sebuah gedung Pembangkit listrik kota Stockholm

Berubah Menjadi Masjid

keinginan untuk membangun masjid di Ibukota negara sudah menjadi bahan diskusi sejak lebih dari dua puluh tahun sebelum ahirnya rencana itu benar benar terealisasi di tahun 2000. Dari hasil diskusi ada beberapa pilihan gedung yang mungkin dapat di alihfungsi sebagai masjid diantaranya adalah gedung Borgerskapets änkhus di Norrtull kemudian menyusul beberapa tempat yang lain yakni Observatorielunden, Kristineberg, Skärholmen, Tensta dan Jarlaplan.

Proposal pembangunan masjid dari Asosiasi Muslim Stockholm direspon oleh dewan kota pada bulan Maret 1995, setelah diskusi pertama dengan para tokoh muslim. Pada saat itu Dewan Kota Stockholm menawarkan gedung Bekas Pembangkit Listrik Katarinastationen untuk di alihfungsi sebagai masjid. Sesuatu yang tentu saja sangat menggembirakan bagi muslim disana. Disusul kemudian gedung tersebut dijual oleh Dewan Kota Stockholm kepada pihak Asosiasi Muslim Stockholm pada tahun 1996 dengan harga SEK 8 juta.

Namun meski izin dari pemerintah sudah didapatkan, bangunan yang akan dialih fungsi sebagai masjid juga sudah diperoleh, pembangunan masjid tidak dapat serta merta dilakukan akibat serangkaian aksi protes dan penolakan dari berbagai pihak yang menentang pembangunan masjid tersebut.

Di dalam Masjid Agung Stockholm

Pembangunan Masjid atau Renovasi total terhadap bangunan Pembangkit Listrik Katarinastationen untuk di ubah menjadi masjid baru dapat dimulai pada tahun 1999, atau sekitar tiga tahun setelah pembelian gedung tersebut secara resmi dilakukan. Proses pengerjaannya berjalan selama hampir satu tahun, dan itupun sangat terbantu dengan bentuk asal bangunannya yang memang sudah berstruktur seperti bangunan masjid.

Setelah diubah menjadi masjid, bangunan ini tidaklah spektakuler pada bagian ekteriornya karena memang pemerintah kota melarang pembuatan bangunan yang menyimpang terlalu jauh dari gaya arsitektur kota yang sudah ada. Namun pada sentuhan Islami yang kental baru terlihat pada interior bangunan.

Interior masjidnya dirancang dengan sentuhan seni Islami, dilengkapi dengan sebuah lampu gantung Kristal berukuran besar dalam suasana yang sejuk dan tenang. Masjid besar ini dapat menampung sekitar 2000 jemaah sekaligus dilengkapi dengan perpustakaan, gymnasium, toko buku, dapur, rumah makan halal dan kantor pengurus.

Menara Masjid Agung Stockholm dan Menara Gereja Katarina Kyrka yang tampak harmonis dalam warna, kini menjadi salah satu pemandangan khas kota Stockholm.

Masjid Agung Stockholm diresmikan setahun kemudian atau tepatnya pada tanggal 8 Juni 2000. Pembangunan masjid ini didanai dari hasil donasi dari individu individu kaum muslimin di Swedia dan dari luar Swedia, dan penyumbang terbesar pembangunannya adalah Sheikh Zayed bin Sultan Al Nahyan, pendiri sekaligus mantan kepala negara Uni Emirat Arab, yang namanya kemudian di-abadi-kan menjadi nama masjid ini.

Pengunjung masjid ini diperkirakan mencapai 50 ribu Jemaah pertahun, dari jumlah tersebut sebagian besar adalah mereka yang datang berkunjung sewaktu waktu termasuk para pelancong sedangkan dari Jemaah tetapnya sendiri mencapai ribuan orang.***