|
Masjid Forty Tatar Village dengan latar belakang, rumah rumah penduduk desa tersebut. Masjid ini merupakan masjid tertua yang masih berdiri di Lithuania, Pertama kali dibangun tahun 1556 namun hancur dalam penyerbuan Napoleon, dibangun ulang tahun 1815. |
Lithuania adalah salah satu Negara pecahan Uni
Soviet yang berada di kawasan Baltik di sebelah utara Benua Eropa. Negara ini
awalnya disebut sebut sebagai satu satunya Negara di kawasan Baltik yang
memiliki masjid, merujuk kepada masjid masjid tua Muslim Tatar di Negara
tersebut, sampai kemudian beberapa Negara di Baltik seperti Estonia mengizinkan
Muslim di negaranya membangun masjid dan Islamic Center di Tallin ibukota
Negara Estonia di tahun 2009.
Islam dan Muslim di Lithuania memiliki rentang sejarah
selama 6 abad, maka wajar bila masjid dan desa desa muslim masih ditemukan di
Negara tersebut hingga kini. Salah satunya adalah Masjid di Desa Forty Tatar
Village. Agak susah menterjemahkan nama masjid ini karena memang nama tersebut
sekaligus juga nama Desa tempat masjid ini berada, nama itupun sudah
diterjemahkan ke-bahasa Inggris bukan dalam nama aslinya.
Forty Tartar Mosque
Forty Tatar village, Vilnius District, Lithuania
Koordinat:
54.562245 ° N 25.170295 ° E
Forty Tatar village mosque demikian nama masjid tersebut
berdiri disebuah desa dengan nama yang sama Desa Forty Tatar. Nama dalam bahasa
setempatnya adalah Keturiasdesimit Totoriu Kaimo, Musulmonu Sunitu Mecete. Agak
susah untuk dilafalkan oleh lidah orang Indonesia.
Sejarah Masjid Forty Tatar Village
Keberadaan masjid ini sudah cukup tua, pertama
kali muncul dalam catatan yang dari tahun 1558 namun kemungkin masjid tersebut
hangus terbakar pada saat serbuan Napoleon ke Russia. Muslim di kampung ini
kemudian membangun lagi sebuah masjid dari kayu di tahun 1815 dan bertahan
melintasi waktu hingga saat ini dan merupakan masjid tertua di Lithuania.
Pada masa Uni Soviet masjid ini ditutup total
oleh penguasa komunis kala itu dan seluruh aktivitas keagamaan dilarang oleh
Negara, namun muslim setempat secara sembunyi sembunyi tetap menggunakan masjid
ini untuk peribadatan. Baru pada tahun 1980 masjid Forty Tatar Village
dikembalikan lagi ke masyarakat muslim disana dan kembali difungsikan sebagaimana
mestinya.
Di tahun 1993 masjid dilakukan pemugaran untuk
memperbaiki kerusakan yang dialaminya setelah selama berpuluh puluh tahun
terbengkalai. Di masa kemerdekaan Lithuania dari Uni Soviet. Dan di tahun 1996 Masjid
ini telah ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya nasional yang dilindungi
oleh Negara dengan nomor sertifikat pengesahan 1768. Sebagai batu prasasti
peringatan kemudian dibangun di halaman masjid ini memperingati 600 tahun
kehadiran muslim Tatar di Lithuania.
|
Masjid Forty Tatar Village dengan pemakaman umum di sekitarnya yang sudah berumur ratusan tahun. |
Masjid ini kini menjadi satu satunya masjid di
wilayah tersebut, dan di desa ini ada sekitar 120 orang muslim dan kebanyakan
dari mereka merupakan keturuanan langsung dari anggota pasukan Muslim Tatar
yang datang kesana di abad ke 14 atas undangan Kaisar Vytautas.
Seperti kebanyakan masjid masjid tua lainnya,
di sekitar masjid ini juga terdapat kompleks pemakaman tua (Mizaras) dan
dibagian lain kampung tersebut juga ditemukan tiga makam berusia tua dari
muslim Tatar. Pemakaman ini diperkirakan berasal dari era awal terbentuknya perkampungan
muslim ini disekitar abad XIV – XVII.
Namun makam makam tersebut kebanyakan hanya
ditandai dengan batu bukan nisan bertulis yang dapat dijejak dengan mudah sejak
kapan makam tersebut berada disana. Ada beberapa makam yang dapat dikenali dari
inskipsi yang ada di batu nisannya berasal dari paruh kedua abad ke tujuh belas
miladiyah bertarikh tahun 1621 atas nama Allahberdi. Makam tersebut merupakan
makam muslim tertua yang dapat dikenali di seluruh wilayah Lithuania.
Muslim Tatar Lithuania dalam lintasan Sejarah
Forty Tatar Village atau Keturiasdešimt
Totorių adalah sebuah desa
yang berjarak sekitar 20 menit berkendara ke arah selatan dari pusat kota
Vilnius, Ibukota Lithuania. Desa kecil dengan sejarah hampir 600 tahun dan memainkan
peranan sangat penting tidak saja bagi sejarah Islam namun juga bagi sejarah
Negara Lithuania dan sejarah abad pertengahan kawasan Baltik, namun nyaris
terlupakan.
Nama desa ini bila di Indonesia-kan berarti
Desa Benteng/pertahanan Tatar, bukan sekedar nama, namun dari tata letak
desanya yang masih bertahan hingga kini memperlihatkan struktur pedesaan dari
sebuah Kamp Militer Etnis Tatar. Karena desa ini memang pada awalnya dibangun
oleh pasukan militer Tatar yang ditempatkan disana.
|
Menara mungil di puncak atap masjid Forty Tatar Village |
Penempatan pasukan tersebut bertujuan untuk
melindungi Lithuania dari serbuan pasukan Intoleran dari Eropa barat. Anggota
pasukan Tatar tersebut notabene adalah kaum muslimin. Itu sebabnya dalam
sejarah setempat desa ini kemudian disebut dengan Keturiasdešimt Totorių atau Forty Tatar Village atau Desa
Benteng Pertahanan Kaum Muslimin Tatar.
Kehadiran muslim Tatar di Lithuania dimulai
sejak abad ke 14 Miladiyah dimasa kekuasaan Kaisar Vytautas. Di masa kekuasaanya wilayah
kerajaan Lithuania membentang dari Laut Baltik di utara hingga ke Laut Hitam di
timur. Dalam upaya mempertahankan kerajaannya dari serangan kerajaan Jerman,
Kaisar Vytautas
mendatangkan pasukan Muslim Tatar dari semenanjung Chrimea untuk membantu
mempertahankan wilayah kekuasaannya.
Pada masa itu Lithuania merupakan sebuah
kerajaan penganut Paganisme namun memiliki tradisi toleransi yang sangat kuat
dan sudah menjalin komunikasi intensif dan aliansi dengan dunia Islam yang
sudah mengakar di bagian selatan Eropa termasuk semenanjung Chrimea (kini
secara dejure merupakan bagian dari wilayah Ukraina namun secara defacto
dikuasai oleh Russia).
Gelombang pertama kedatangan pasukan Muslim
Tatar ke Lithuania terjadi di tahun 1398. Pasukan Muslim Tatar yang merupakan
bangsa Eropa keturunan Mongol ini memiliki reputasi ketangguhan luar biasa
dalam berperang serta memiliki loyalitas yang tinggi. Sebagian besar pasukan
Tatar ini ditempatkan oleh Kaisar Vytautas di sekitar ibukota kerajaan di
Trakai dan mereka membentuk pemukimannya sendiri, dengan tujuan sewaktu waktu
dibutuhkan akan dengan mudah dihubungi dan digerakkan. Salah satunya adalah di
Desa yang kini dikenal dengan nama Keturiasdešimt Totorių atau Forty Tatar Village.
|
Interior Masjid Forty Tatar Village |
Ketika pasukan salib Jerman yang berintikan
para Ksatria Teutonic menyerbu ke Lithuania pada 15 Juli 1410 peperangan tak
terhindarkan di sekitar kota Tannenber (Grunwald) yang terkenal dalam sejarah
sebagai perang Grunwald. Pasukan Lithuania yang di dukung pasukan Muslim Tatar,
Polandia, Czech dan Russia dengan jumlah mencapai 30.000 orang, dengan gemilang
menaklukkan 20.000 orang pasukan para Ksatria Teutonic tersebut.
Sebagai ucapan terima kasih, Kaisar Vytautas
mengizinkan Muslim Tatar menetap di Lithuania dan menghadiahkan tanah yang
sangat luas kepada Muslim Tatar, sebuah wilayah yang membentang dari selatan
ibukota Lithuania di Trakai hingga ke kota Bialystok (kini masuk wilayah Negara
Polandia) di sebelah barat, membentang hingga ke pinggiran kota Minsk (kini
ibukota Negara Belarusia), tidak hanya itu, kaisar juga menjamin kebebasan bagi
Muslim Tatar untuk menjalankan syariat Islam. Hal tersebut terus berlaku hingga
ke para kaisar pengganti Kaisar Vytautas meskipun kemudian Para kaisar
selanjutnya telah memeluk Kristen.
Tujuh abad muslim Tatar tinggal dan hidup
bersama dengan warga asli Lihtuania berasimilasi dan berintegrasi. Banyak dari
mereka yang kemudian menjadi tuan tanah, pengusaha, pedagang, birokrat hingga
menduduki jabatan tinggi di kemiliteran Lithuania. Pusat pengembangan Islam
tumbuh di berbagai tempat. Muslim Tatar di masa itu bahkan memiliki sekitar 25
masjid di berbagai kota temasuk di ibukota negara.
Namun situasi kemudian perlahan berubah,
manakala kerajaan mulai semakin konservatif, memutus hubungan dengan pihak
selatan, semanjung Chrimea dan Islam, Muslim Tatar dengan sendirinya terisolasi
dari dunia Islam. Keadaan semakin parah manakala Lithuania menjadi bagian Uni
Soviet di abad ke 20 Miladiyah. Muslim Tatar memasuki masa paling suram dalam
sejarah mereka di Lithuania.
Agama menjadi hal terlarang, mereka yang
menolak kebijakan itu akan menghadapi pembunuhan atau di asingkan oleh
penguasa. Masjid masjid ditutup, di alih fungsi atau bahkan dihancurkan. Ketika
Uni Soviet ambruk, Lithuania memilih merdeka dan melepaskan diri dari federasi,
di Negara itu hanya tersisa tiga bangunan masjid saja yang masih utuh dalam
kondisi yang mengenaskan, dan tak satupun yang tersisa di ibukota Negara. Salah
satu masjid tersebut adalah Masjid di desa Keturiasdešimt Totorių atau Forty Tatar Village yang
merupakan titik awal kedatangan pasukan Muslim Tatar di Lithuania.
|
Beberapa batu nisan dari pemakaman tua di sekitar masjid Forty Tatar Mosque. |
Saat ini ada sekitar 3000 muslim di Lithuania
dan sebagian besar dari mereka merupakan muslim keturuan Tatar, yang selama
beberapa generasi mempertahankan identitas keislaman mereka melintasi masa yang
begitu berat. Terisolasi selama beberapa generasi dari dunia Islam membuat
muslim Tatar di Lithuania kini harus bekerja keras untuk memahami kembali
ajaran Islam sebagaimana mestinya untuk tidak sekedar sebagai sebuah identitas
semata.
Selain Masjid di Forty Tatar Village, masjid
masjid yang dibangun diatas tanah hadiah dari Kaisar Vytautas kini tersisa
empat masjid saja dan telah berada di lintas Negara, yakni; dua Masjid di Polandia
masing masing di kota Kruszyniany dan kota Bohiniki, dan dua masjid di
Belarusia masing masing di kota Navahrudak dan Kota Iwie.
Arsitektur Masjid Forty Tatar Village
Masjid Forty Tatar village berdenah segi empat, seluruh
strukturnya menggunakan kayu, berdinding papan dan tanpa menara. Mirip dengan
kebanyakan bangunan rumah rumah tua di desa itu. Yang menjadi pembeda yang
sangat jelas bangunan masjid ini dengan bangunan lainnya adalah adanya kubah
metal di puncak atapnya.
Kubah berdenah segi delapan ini berdiri diatas
sebuah tatakan bundar yang juga berstruktur kayu, dengan bentuk menyerupai sebuah
menara kecil di puncak atap masjid, di ujung kubah ditempatkan satu simbol
bulan sabit. Masjid ini bahkan tak dilengkapi dengan mihrab. di sisi kiblatnya
diletakkan sebuah mimbar dari kayu berukuran kecil.
Meski berukuran kecil, ruang sholat untuk
Jemaah wanita dipisahkan secara permanen dengan sekat dari dinding kayu,
ruangan sholat untuk Jemaah wanita ini letaknya bersisian dengan ruangan sholat
utama, namun dengan pintu akses yang terpisah. Ada sedikit bukaan antara
ruangan ini namun tetap ditutup dengan tirai kain tipis.
Di dalam masjid, struktur kayu masjid ini benar
benar terlihat karena seluruh kayunya dibiarkan dengan warna aslinya, hanya
bagian lantainya saja yang tak tampak kayunya karena ditutup dengan karpet
sajadah. Bila di Indonesia, suasana di dalam masjid ini mirip dengan suasana di
dalam rumah rumah tradisional Melayu di Sumatera, Kalimantan hingga Sulawesi
yang terbuat dari kayu, maskipun masjid ini tidak dibangun sebagai rumah
panggung.***