Dari gereja menjadi Masjid berahir sebagai Musium. |
Hagia Sophia, atau Aya Sofia satu dari bangunan bersejarah
dunia yang masih berdiri hingga saat ini. Bangunan yang memiliki arti penting
karena faktor sejarah, arsitektural, keagungan, ukuran serta fungsinya. Nama
Haga Sophia sendiri telah identik dengan kota Istanbul meskipun Istanbul
bukanlah satu satunya kota dunia yang memiliki bangunan dengan nama tersebut.
Haga Shopia hingga hari ini berstatus sebagai museum sejak tahun 1935.
Sebelumnya Haga Shopia sempat difungsikan sebagai masjid selama 482 tahun atau
hampir lima abad lamanya. Perubahan tersebut seiring dengan runtuhnya Emperium
Usmaniyah dan berganti dengan Republik Turki yang didirikan oleh Mustafa Kemal
Pasha atau lebih dikenal dengan nama Attaturk.
Kota Istanbul tidak saja memainkan perang teramat penting bagi Turki,
namun juga bagi peradaban. Letak geografisnya yang berada di garis batas benua
Eropa dan Asia menjadikan kota ini sebagai titik pertemuan peradaban timur dan
barat sepanjang sejarah. Kehancuran dan kejayaan diwaktu bersamaan pernah di
alami kota ini, begitupun dengan bangunan bangunan bersejarah yang masih
berdiri di kota ini hingga hari ini termasuk salah satunya adalah Haga Shopia.
Berawal Sebagai Gereja
Hagia Sophia pada awalnya merupakan gereja terbesar yang pernah dibangun
oleh Emperum Romawi Timur di Konstantinopel. Bangunan ini pernah tiga kali
dibangun di lokasi yang sama. Ketika pertama kali berdiri bangunannya diberi
nama Megale Ekklesia (Gereja Besar). Perubahan nama terjadi setelah abad ke 5,
tempat tersebut disebut sebagai Hagia Sophia (Holy Wisdom / Kebijaksanaan Suci)
karena Gereja tersebut juga digunakan sebagai tempat penobatan penguasa, serta
menjadi Katedral terbesar sepanjang sejarah Byzantium.
Bangunan Gereja pertama dibangun oleh Kaisar Konstantios (337-361)
pada tahun 360 atau dipenghujung masa kekuasaannya. Bangunan pertama tersebut
beratapkan kayu dan dibangun cukup tinggi layaknya bangunan Basilica, namun
kemudian ludes terbakar dalam rusuh massa pada tahun 404 sebagai akibat dari
ketidaksetujuan antara Istri Kaisar Arkadios (395-405) yang bernama Ratu Eudoksia dengan Ioannes Chrysostomos yang
merupakan patriarch Konstantinopel.
Potret mozaik sang patriarch ditemukan
masih berada di tembok tymphanon yang berada disisi utara bangunan gereja,
padahal pada saat itu beliau sudah dalam pengasingan. Tidak ada yang tersisa
dari bangunan pertama tersebut, namun ada batu bata yang ditemukan di gudang
museum bertuliskan “Megale Ekklesia” di duga batu bata tersebut merupakan remah
yang tersisa dari bangunan gereja pertama tersebut.
Interior Hagia Sophia saat masih difungsikan sebagai masjid |
Bangunan Gereja kedua dibangun ditempat yang sama oleh Kaisar Theodosios II (408-450) pada
tahun 415. Bangunan tersebut diketahui memiliki lima ceruk dan pintu masuk yang monumental
namun masih beratap kayu. Namun, lagi lagi bangunan tersebut luluh lantak oleh
rusuh masa yang dikenal dengan Nika Revolts pada tanggal 13 Januari 532. Atau
di tahun kelima naik tahtanya Kaisar Justinianos (527-565), kala itu kelompok
Biru yang mewakili para aristocrat dan kelompok hijau yang mewakili para
pedagang dan saudagar berkolaborasi menentang Kaisar.
Puing puing dari bangunan kedua ini sempat ditemukan dalam eskavasi yang
dipimpin oleh
A. M. Scheinder dri the Istanbul German
Archeology Institute, dua meter
dibawah tanah ditemukan beberapa sisa reruntuhan termasuk anak anak tangga dari
pintu monumental, bagian dasar kolom kolom bangunan dan beberapa temuan
lainnya, dan sebagai tambahan beberapa pernik arsitektural dari pintu masuknya
yang monumental tersebut dapat dilihat di taman sebelah barat.
Gereja ketiga dibangun oleh Isidoros (Milet) dan Anthemios (Tralles), yang
merupakan dua arsitek pembaharu pada masa itu atas perintah dari Kaisar
Justinianos (527-565). Informasi dari sejarawan Prokopios menyatakan bahwa pembangunanya dimulai pada
tanggal 23 February 532, dan selesai dalam waktu cukup singkat selama lima tahun, dibuka secara
resmi pada tanggal 27 Desember 537.
Hagia Shopia saat ini |
Berbagai sumber menunjukkan bahwa pada hari pembukaan Hagia Shopia,
Kaisar Justinianos memasuki bangunan tersebut dan berkata “My Lord, thank you for giving me chance to create such a worshipping
place,” yang kemudian dilanjutkan
dengan kalimat “Süleyman, I beat you”. Secara harfiahnya bermakna “Terima kasih
Tuhan telah memberiku kesempatan membangun Tempat Ibadah ini” lalu dilanjutkan
dengan “Sulaiman Kukalahkan Kau”. Merujuk kepada Kuil Sulaiman di Jerusalem. (Dalam
sejarah Islam kuil yang dimaksud oleh sang Kaisar tak lain adalah Masjidil Aqso
di kota Al-Quds, Palestina). Bangunan Gereja ketiga yang dibangun pada Kaisar
Justianos inilah yang masih berdiri hingga hari ini.
Bangunan gereja ketiga ini menggabungkan tiga rancangan tradisional
basilica dengan kubah pusat dalam rancangannya. Ketinggian kubah utama dari
permukaan lantai mencapai 55.6 meter dengan radius masing masing 31.87 meter
dari utara ke selatan dan 30.86 meter dari timur ke barat.
Kaisar Justinianos memerintahkan kepada semua provinsi dibawah
kekuasaannya untuk mengirimkan material bangunan terbaik untuk digunakan bagi
pembangunan Hagia Shopia sehingga pembangunan gereja untuk ketiga kalinya itu
haruslah merupakan yang terbesar dan teragung. Kolom kolom pualam yang
digunakan pada struktur bangunannya di ambil dari kota kuno Anatolia dan Suriah
dan sekitarnya termasuk dari kota kota Aspendus Ephessus,
Baalbeek dan
Tarsa.
Interior Hagia Sophia dengan satu partisi putih panjang di dalam masjf. |
Batu pualam putih diambil dari Pulau Marmara, green porphyry diambil dari Pulau Eğriboz, Pualam merah muda dari Afyon, sedangkan pualam kuning diambil dari Afrika Utara. Elemen dekoratif pada bagian interior yang digunakan untuk menutup dinding bagian interior dibuat dengan cara membagi dua sama besar satu blok batu pualam kemudian menyatukannya lagi untuk mendapat bentuk yang benar benar simetris.
Sebagai tambahan, untuk bagian struktur bangunannya termasuk kolom kolom
yang digunakan diangkut dari Kuil Artemis di Ephessus, termasuk 8 kolom diambil dibawa dari Mesir
digunakan sebagai penopang kubah. Keseluruhan struktur bangunannya menggunakan
104 kolom (tiang), 40 kolom pada bagian bawah dan 64 kolom pada bagian atas.
Keseluruhan dinding Hagia Sophia kecuali satu bagian yang di tutup
dengan batu pualam, dihias dengan mozaik. Emas, perak, kaca terakota, dan
batuan warna warni digunakan untuk membentuk mozaik dimaksud. Mozaik nya
membentuk pola pola tumbuhan dan bentuk geometris dari abad ke 6 Miladiyah,
bentuk mozaik yang berasal dari masa
Iconoclast.
Mihrab Masjid Hagia Sohia, Istanbul. |
Selama masa kekuasaan Emperium Romawi Timur, Hagia Sophia digunakan sebagai gereja kekaisaran, tempat dimana para Kaisar dinobatkan. Tempat penobatan tersebut berada di tempat yang lantainya ditutup dengan batu warna warni membentuk rancangan sirkular.
Konstantinopel sempat jatuh ke tangan Kekuasaan Bangsa Latin pada tahun
1204 - 1261 yang mengakibatkan kehancuran kota Konstantinopel berikut bangunan
Gereja Hagia Sophia. Pada tahun 1261 pada saat pasukan Romawi Timur berhasil
merebut kembali Konstantinopel, mereka mendapati Hagia Sophia dalam kondisi
rusak parah.
Hagia Sophia Sebagai Masjid
Pada hari Jum’at tanggal 23 Maret 1453, Muhammad Al-Fatih atau Fatih Sultan Mehmed
(1451-1481) dari
dinasti Usmaniyah berhasil menaklukkan konstantinopel, menadai berahirnya masa
kekuasan Romawi Timur (Byzantium) di wilayah tersebut berganti dengan kekuasaan
Islam. Al-Fatih kemudian mengganti nama Kota Konstantinopel menjadi Istambul,
melakukan perbaikan terhadap Hagia Sophia dan menjadikannya sebagai masjid
setelah selama satu milennium berfungsi sebagai gereja.
Panel Kaligrafi terbesar di dunia di Hagia Sophia |
Bangunan menara kemudian ditambahkan atas rancangan arsitek Mimar Sinan. Pembangunan empat menara di Masjid Hagia Sophia ini tidak dilakukan bersamaan. Pada masa Al-Fatih dibangun sebuah menara di bagian selatan. Pada masa Sultan Salim II, dibangun lagi sebuah menara di bagian timur laut. Dan pada masa Sultan Murad III, dibangun lagi dua buah menara sekaligus dan diubah bagian-bagian masjid yang masih bercirikan gereja. Termasuk, mengganti tanda salib pada puncak kubah dengan hiasan bulan sabit.
Sebuah bangunan madrasah kemudian dibangun pada sisi utara Hagia Sophia
pada masa Al-Fatih, namun bangunan tersebut kemudian dirobohkan pada abad ke
17. Seiring perubahan fungsi menjadi masjid, Hagia Sophia mengalami berbagai
perubahan, Mihrab dan Mimbar ditambahkan menggantikan altar, kemudian
ditambahkan juga Maksurah sebagai tempat khusus bagi Sultan dan kerabatnya,
serta ditambahkan pula Muezzin mahfili yang merupakan tempat khusus bagi muazin
untuk meneruskan ucapan imam.
Pada masa kekuasaan Sultan Abdülmecid’s (Sultan Abdul Majid 1839-1861),
dilakukan renovasi terhadap Masjid
Hagia Sophia oleh Fossati, beliau juga membangun kembali bangunan Madrasah yang
dirobohkan di abad ke 17 dilokasi yang sama. Reruntuhan bangunan madrasah ini
ditemukan pada penggalian tahun 1982.
Interior Hagia Sophia dari area istirahat khusus untuk Sultan. |
Lampu perunggu yang berada di dua sisi mihrab merupakan hadiah kepada masjid dari Kanuni Sultan Süleyman (1520-1566) sekembalinya beliau dari Budin. Dua buah kubus dari pualam yang berada di dua sisi pintu masuk utama berasal dari era (abad ke 3 - 4 sebelum masehi) dibawa khusus dari Bergama dan diserahkan ke Masjid sebagai hadiah dari Sultan Murad III (1574-1595).
Pada masa kekuasaan Sultan Abdülmecid Antara tahun 1847 dan 1849, dilakukan renovasi ektensif terhadap Hagia
Sophia yang dilaksanakan oleh perusahaan Swiss Fossati
brothers, pada masa itu, Hünkâr Mahfili (tempat
Sultan melaksanakan sholat) yang sebelumnya berada di mihrab dibongkar dan
dibuatkan yang baru di depan mihrab sisi kiri.
Kaligrafi besar berdiameter 7,5 hingga 8 meter di masjid ini merupakan
karya kaligrafer Kadıasker Mustafa İzzet Efendi yang kemudian dipasangkan pada beberapa titik
struktur bangunan Hagia Sophia. Masing masing Kaligrafi bertuliskan Lafadz
Allah, Muhammad, Abu Bakar, Umar, Usman, Ali, Hasan dan Husen. Panel panel
Kaligrafi berbentuk bundar ini dikenal sebagai panel kaligrafi berukuran
terbesar di dunia Islam.
Seiring dengan runtuhnya Emperium Usmaniyah dan terbentuknya Republik
Turki dibawah komando Mustafa Kemal Atatürk, Hagia Sophia
di alih fungsi sebagai Musium sejak tanggal 1 Februari 1935, setelah selama 482 tahun berfungsi sebagai
masjid. Berdasarkan akta tahun 1936 Hagia Sophia di daftarkan sebagai “Ayasofya-i
Kebir Camii Şerifi mewakili Fatih Sultan Mehmed Foundation for maoseleum, akaret, muvakkithane dan madrasah yang berada di 57 pafta,
57 island dan
7th parcel. Sejak saat itu semua
aktivitas ke-islaman terhenti di Hagia Sophia.
Upaya mengembalikan fungsinya sebagai masjid telah dilakukan oleh
pemerintahan Turki dibawah pemerintahan Presiden Erdogan sejak tahun 2013, namun gagasan itu juga direspon unjuk rasa sebagian orang di Turki. Di bulan Mei tahun 2015 untuk pertama kali
diperdengarkan lagi lantunan ayat suci Al-Qur’an di Hagia Sophia dalam sebuah
acara pameran bertajuk cinta nabi.
Pada bulan suci Romadhan tahun 2016 yang lalu pemerintah Turki
mengeluarkan izin sementara penggunaan kembali Hagia Sophia sebagai masjid
selama bulan suci Romadhan. Keputusan tersebut telah menimbulkan
ketersinggungan dari pemerintah Yunani. Dari faktor sejarah Yunani merupakan
penerus Kekaisaran Romawi dan tentu saja memiliki keterikatan yang kuat dengan
Hagia Sophia. Setelah masa izin nya berahir, Hagia Sophia kembali sebagai
Musium.
Kini, sebagai sebuah musium, Hagia Sophia dapat dikunjungi dengan bebas
oleh kalangan manapun, tanpa harus mematuhi tata krama sebagaimana memasuki
sebuah bangunan masjid. Beberapa pernik dari masa sebelumnya memang masih dapat
dilihat, karena memang pada saat bangunan ini di ubah menjadi masjid tidak
secara keseluruhan menghapus semua ornamen di dalam masjid ini termasuk mozaik
mozaik kuno yang menghias bagian interiornya, ditambah lagi dengan upaya dari
para peneliti yang melakukan upaya menemukan pernik pernik gereja dibalik
mozaik, dan ornamen Islami yang ditambahkan semasa kekuasaan Islam telah
merusak beberapa bagian tersebut dan memunculkan kembali beberapa lukisan kuno
era Kristen di Hagia Sophia.
Paralelisasi Sejarah
Bagaimana situasi di tanah air Indonesia pada saat kejatuhan
Konstantinopel ke tangan Muhammad Al-Fatih di tahun 1453?. Di Abad ke 15
Miladiyah bagian barat pulau Jawa berada dibawah kekuasaan Prabu Siliwangi dari
Kerajaan Pajajaran. Daerah sekitar kota Cirebon saat ini berada di bawah
kendali Ki Gde Ing Tapang sebagai Syah Bandar Muara Jati, bagian dari kerajaan
Pajajaran.
Merujuk kepada buku Sekitar Komplek Makam Sunan Gunung Jati dan Sekilas
Riwayatnya, Pada tahun 1456 (tiga tahun setelah kemenangan Al-Fatih atas
Byzantium di Konstantinopel) Pangeran Cakrabuwana, putra Prabu Siliwangi dari
Subang Larang (Putri Ki Gde Ing Tapang) pulang ke tanah Jawa dari Jazirah Arab
dan mendirikan Nagari Caruban Larang. Negeri ini diresmikan oleh Prabu
Siliwangi, dan Pangeran Cakrabuana diberinya gelar “Sri Manggana“. Cakrabuana lalu membangun Istana Pakungwati,
sesuai nama puterinya yang lahir ketika dia masih di Mekkah.
Negeri Caruban dikemudian hari berubah menjadi Kesultanan Cirebon oleh
Sunan Gunung Jati pada sekitar tahun 1478, sebagai kesultanan kedua di
Nusantara setelah kesultanan Demak. Susul menyusul kemudian berdirinya
Kesultanan Jayakarta dan Kesultanan Banten. Maknanya bahwa Masa berdirinya
kesultanan kesultanan di Indonesia bersamaan dengan masa dinasti Emperium
Usmaniyah (Turki).***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Dilarang berkomentar berbau SARA