Masjid Eyüp atau Eyüp Sultan Cami
merupakan salah satu masjid tertua di Republik Turki dan dalam sejarahnya
merupakan masjid pertama yang dibangun setelah Emperium Usmaniyah menaklukkan
Konstantinopel pada tahun 1453 dan mengganti nama Konstantinopel menjadi
Istanbul. Pembangunan-nya merupakan bentuk penghormatan kepada Sahabat
Rosulullah, Ayub Al-Anshari r.a.
Masjid Eyüp pertama kali dibangun tahun 1458 oleh ‘Sang penakluk
Konstantinopel”, Sultan Muhammad Al-Fatih atau Sultan Mehmet II. Bangunan
tersebut sempat mengalami kerusakan parah akibat gempa dan kemudian dibangun
ulang oleh Sultan Selim III yang merupakan penguasa Usmaniyah ke 28 pada
sekitar tahun 1800 dengan gaya Baroque.
Masjid
Eyüp Sultan
Merkez Mh., Kalenderhane Cd. No:1, 34050 Eyüp/İstanbul,
Turki
Penghormatan Untuk
Abu Ayub Al-Anshori r.a.
Masjid Eyüp memiliki arti teramat penting bagi Muslim Turki,
karena faktor sejarahnya yang mengulur jauh hingga ke masa Rosulullah S.A.W. Nama
masjid ini dinisbatkan kepada Abu Ayub Al-Anshari Khalid bin Zaid, cucu Malik
bin Najjar, salah seorang sahabat Rosulullah S.A.W, beliau gugur dalam
penyerbuan pertama ke ibukota Romawi Timur (Byzantium) di Konstantinopel tahun
668 dimasa dinasti Bani Umayyah. Lalu siapa sebenarnya Abu Ayub Al-Anshari r.a.?
Kisah bermula pada peristiwa Bai’at Aqobah
kedua, pada saat itu utusan dari Madinah pergi ke Makkah untuk berbaiat. Ai
Aqobah, Abu Ayub Al-Anshari termasuk di antara 70 orang Mukmin yang mengulurkan
tangan kanan mereka ke tangan kanan Rasulullah serta menjabatnya dengan kuat,
berjanji setia dan siap menjadi pembela.
Hari Jum'at 16 Rabiul Awal / 28 September 622
Nabi Muhammad S.A.W Hijrah dari Mekah ke Madinah. Ketika Rasulullah memasuki
kota Madinah, Muslim Madinah berebutan menawarkan rumah mereka sebagai kediaman
Rosulullah, namun sejarah menjelaskan kepada kita, saat itu Rosulullah
menyatakan beliau akan tinggal di rumah, dimana untanya berhenti.
Dan Allah menentukan pada saat itu, unta
baginda Rosulullah berhenti di depan rumah Bani Malik bin Najjar. Salah seorang
Muslim tampil dengan wajah berseri-seri karena kegembiraan yang membuncah. Ia
maju lalu membawa barang muatan dan memasukkannya, kemudian mempersilakan
Rasulullah masuk ke dalam rumah. Nabi SAW pun mengikuti sang pemilik rumah. Siapakah
orang beruntung yang dipilih sebagai tempat persinggahan Rasulullah dalam
hijrahnya ke Madinah ini, Dialah Abu Ayub Al-Anshari Khalid bin Zaid, cucu
Malik bin Najjar.
Interior. Masjid Eyup dibangun begitu megah dengan sentuhan gaya Baroque setelah diperbaiki dan dibangun ulang pada masa pemerintahan Sultan Selim III. foto kanan bawah adalah makam Ayub Al-Anshari |
Sejarah juga mencatat bahwa, bangunan pertama
yang dibangun Rosulullah di Madinah adalah Masjid, dan selama proses
pembangunan masjid dan sebuah bilik sebagai tempat kediaman Rosulullah
disamping masjid berlangsung selama itu pula beliau tinggal di rumah keluarga
Abu Ayub Al-Anshori r.a.
Sejak Kafir Quraisy bermaksud jahat terhadap
Islam dan berencana menyerang Madinah, sejak itu pula Abu Ayub r.a. mengalihkan
aktifitasnya dengan berjihad di jalan Allah bersama Rosullulah. Ia turut
bertempur dalam Perang Badar, Uhud dan Khandaq. Di tiap medan tempur, ia tampil
sebagai pahlawan yang siap mengorbankan nyawa dan harta bendanya. Hampir dalam
setiap pertempuaran beliau tampil sebagai pengusung panji panji Islam di garda
terdepan.
Semboyan yang selalu diulang-ulangnya, baik
malam ataupun siang, dengan suara keras atau perlahan adalah firman Allah SWT,
"Berjuanglah kalian, baik di waktu lapang, maupun waktu sempit..."
(QS At-Taubah: 41). Sewaktu terjadi pertikaian antara Ali Bin Abu Thalib dan
Muawiyah, Abu Ayub berdiri di pihak Ali Bin Abu Thalib tanpa sedikit pun
keraguan. Dan kala Khalifah Ali bin Abi Thalib syahid, dan khilafah berpindah
kepada Muawiyah dari Bani Umayyah, Abu Ayub menyendiri dalam kezuhudan. Tak ada
yang diharapkannya dari dunia selain tersedianya suatu tempat yang lowong untuk
berjuang dalam barisan kaum Muslimin.
Ketika diketahuinya balatentara Islam tengah
bergerak ke arah Konstantinopel, ia segera menunggang kuda dan membawa
pedangnya, memburu syahid yang sejak lama ia dambakan. Dalam pertempuran inilah
ia menderita luka berat. Ketika komandannya datang menjenguk, nafasnya tengah
berlomba dengan keinginannya menghadap Ilahi. Maka bertanyalah panglima pasukan
waktu itu, Yazid bin Muawiyah, "Apakah keinginan anda wahai Abu
Ayub?"
Maosoleum Ayub Al-Anshori di tahun 1855 |
Abu Ayub meminta kepada Yazid, bila ia telah
meninggal agar jasadnya dibawa dengan kudanya sejauh jarak yang dapat ditempuh
ke arah musuh, dan di sanalah ia akan dikebumikan. Kemudian hendaklah Yazid
berangkat dengan balatentaranya sepanjang jalan itu, sehingga terdengar olehnya
bunyi telapak kuda kaum Muslimin di atas kuburnya, dan diketahuinya bahwa
mereka telah berhasil mencapai kemenangan.
Meskipun pasukan muslimin dari Bani Umayyah gagal
menaklukkan Konstantinopel dalam perang tahun 668-669 tersebut, pengepungan
terhadap konstantinopel tersebut berahir dengan perjanjian damai selama 40
tahun antara Byzantium dengan Bani Umayyah. Namun wasiat Abu Ayub berhasil
ditunaikan, jazad beliau dimakamkan di samping tembok kota Konstantinopel, di
Jantung pertahanan Romawi Timur (Byzantium). Dan kisah perang tersebut
meleganda melewati zaman, tidak saja dikalangan kaum Muslimin namun juga
dikalangan orang orang Romawi.
Jatuhnya
Konstantinopel dan Pembangunan Masjid Eyup
Sekitar 784 tahun setelah gugurnya Abu Ayub
dalam pengepungan Konstantinopel oleh Bani Umayyah, di tahun 1453 Emperium Usmaniyah dibawah Sultan
Muhammad Al-Fatih (Sultan Mehmet II) berhasil menaklukkan Konstantinopel,
mengganti nama kota itu menjadi Istanbul sekaligus menutup sejarah Byzantium. Paska
penaklukan Konstantinopel Sultan Muhammad Al-Fatih menjadikan Istanbul sebagai
ibukota baru bagi pemerintahan Emperium Usmaniyah, membangun kota tersebut
menjadi pusat peradaban Islam dan dari sana pula wilayah Usmaniyah kemudian
melebar hingga ke Azerbaijan di ujung timur dan Al-Jazair di ujung barat.
Di tahun 1485 atau sekitar 32 tahun setelah
jatuhnya Konstantinopel Sultan Muhammad Al-Fatih (Sultan Mehmet II) membangun Maosoleum
di atas kubur Ayub Al-Anshari sekaligus membangun Masjid Eyup Sultan di lokasi
yang sama, sebagai bentuk penghormatan kepada mendiang Sahabat Rosulullah Ayub
Al-Anshari r.a, pahlawan perang Islam dalam perang pengepungan Konstantinopel
di masa dinasti Bani Umayyah.
Masjid masjid dari dinasti Usmani memang terkenal dengan kemegahan-nya, seperti Masjid Eyup Sultan ini yang kini menarik perhatian wisatawan dari dalam negeri Turki dan juga dari mancanegara. |
Nilai penting masjid Eyup semakin meningkat
sepanjang waktu. Disebutkan bahwa masjid ini menjadi tempat penobatan dan
pengambilan sumpah para Sultan Emperium Usmaniyah, tidak hanya itu beberapa
dari para penguasa Usmaniyah-pun meninggalkan wasiat untuk dimakamkan di komplek
Masjid Eyup. Beberapa diantara mereka adalah Sokollu Mehmet Paşa, Ziya
Osman Saba, dan Fevzi
Çakmak, dengan demikian,
Masjid Eyup ini kemungkinan juga merupakan satu satunya komplek masjid di
Istanbul yang berhimpitan dengan Maosoleum dan Pemakaman yang membentang
disekitarnya di tengah kota Istanbul.
Objek Wisata
Masjid Eyup Sultan kini menjadi salah satu
objek wisata menarik di kota Istanbul, berbagai kalangan mengunjungi masjid dan
mausoleum ini baik dari kalangan muslim maupun non muslim. Kunjungan untuk umum
ke masjid terbuka setiap hari kecuali pada waktu waktu pelaksanaan sholat
fardu. Kunjungan ke komplek ini gratis alias tidak ada biaya tiket masuk, namun
donasi untuk measjid akan diterima dengan baik.
Salah satu fitur menarik di masjid ini yang
menjadi paforit para pengunjung adalah cetakan telapak kaki Nabi Muhammad yang
tercetak di batu marmer dilindungi dengan bingkat perak. Di komplek ini juga
seperti masjid masjid tua bersejarah di Turki lainnya selalu diramaikan oleh
aneka warna burung merpati yang berterbangan dengan bebas di seantero komplek
ditambah dengan kawanan kucing kucing khas Turki turut meramaikan komplek
masjid dan pamakaman ini.
Interior Masjid Eyup sangat elegan dengan
dekorasi ke-emasan, lampu gantung elegan menjuntai dari kubah besarnya dan
karpet oriental menghampar menutupi seluruh lantai ruangan. Dinding makamnya di
hias dengan keramik hias dari beragam periode. Empat ratus keping keramik ini
menjadi keindahan tersendiri. Sebuah teralis yang dipasang di depan kuburan Abu
Ayub r.a. di dalam mausoleum terbuat dari perak murni merupakan pemberian dari
Sultan Selim III.
Berlatar laut |
Selain diabadikan sebagai nama masjid dan
kompleknya, nama Abu Ayub r.a. juga di abadikan sebagai nama Distrik tempat
masjid dan makam ini berada yang disebut distrik Eyup. Secara tradisi pada
musim semi dan musim panas ada banyak anak anak berpakaian khusus sebelum
mereka mengikuti prosesi di masjid ini dan pada hari Jum’at masjid ini dipadati
oleh ribuah Jemaah sholat Jum’at.
Legenda Seputar Masjid dan Maosoleum Eyup
Sultan
Kisah yang beredar menyebutkan bahwa pembangunan
Masjid Eyup dilakukan oleh Sultan Muhammad Al-Fatih atas nasihat gurunya Seyh
ül-Islam Akshemsuddin, untuk menemukan makam sang
pejuang. Setelah diketemukan, Al-Fatih kemudian mengurus makam tersebut,
membangun Maosoleum diatasnya dan juga membangun masjid besar sebagai penghormatan
kepada Abu Ayub Al-Anshari r.a.
Disebutkan bahwa Seyh ül-Islam,
Akshemsuddin turut membantu
pencarian makam tersebut, Setelah seminggu pencarian tak menemukan hasil, Akshemsuddin menggelar sajadahnya disekitar
tembok Konstantinopel memohon petunjuk dari Allah S.w.t sampai tertidur disana.
Saat beliau terbangun sontak berteriak bahwa makam Abu Ayub berada tak jauh
dari tempatnya menggelar sajadah.
Ditemani tiga orang pendampingnya, Akshemsuddin melakukan penggalian ditempat
tersebut dan menemukan sekeping batu bertulisan antik menggunakan aksara sufik
“inilah makamnya Abu Ayub”. Legenda ini juga menyatakan bahwa Jenazah Abu Ayub r.a.
ditemukan masih dalam keadaan utuh seperti baru saja dimakamkan, meski sudah
dimakamkan disana hampir delapan abad lamanya.
Interior Masjid Eyup Sultan |
Legenda lainnya
menyebutkan bahwa, sebelum penaklukan Konstantinopel oleh Muhammad
Al-Fatih, bahkan orang orang Romawi dan penduduk Konstantinopel-pun memandang
Abu Ayub di makamnya itu sebagai orang suci. Dan yang mencengangkan, para ahli
sejarah yang mencatat peristiwa-peristiwa itu berkata, "Orang-orang Romawi
sering berkunjung dan berziarah ke kuburnya dan meminta hujan dengan
perantaraannya, bila mereka mengalami kekeringan.
Seiring perjalanan sejarah selama berabad abad,
Istanbul tidak saja menjadi sebuah kota Metropolitan tapi juga menjadi pusat komplek
pemakaman tua. Kekuasaan Kristen di Konstantinopel meninggalkan pemakaman tua
yang berada di sisi bukit di luar tembok kota, seiring dengan penguasaan muslim
atas kota tersebut, pemakaman Muslim hadir bersebelahan dengan pemakaman
Kristen, berdiri diam di salah satu sisi kota Istanbul menghadirkan suasana yang
seakan akan menghentikan waktu.***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Dilarang berkomentar berbau SARA