Masjid Al Anshor Pekojan antara tahun 1910-1921 pada saat lingkungan disekitarnya belum sepadat saat ini. (foto hitam putih dari Tropenmuseum, diwarnai oleh IG @rajakelir) |
Kawasan
Pekojan di Jakarta memang sejak awal merupakan salah satu pemukiman muslim
pertama di Batavia, tak mengherankan bila kini di kawasan ini dapat ditemui
masjid masjid peninggalan dari masa lalu yang meski sudah melewati rentang
waktu berabad abad masjid masjid tersebut tetap terpelihara dan tetap dengan
fungsinya sebagai tempat ibadah bagi kaum muslimin sekaligus menjadi saksi bisu
masuk dan berkembangnya Islam di Batavia.
Salah satu
penginggalan dari era tersebut adalah Masjid Al-Anshar yang berlokasi di jalan
pengukiran IV. Masjid Al-Anshor dibangun pada tahun 1684M, kurang dari 30 tahun
setelah Belanda Membungihanguskan Jayakarta dan mendirikan Batavia, menjadikannya
sebagai masjid tertua di kawasan Pekojan, lebih tua dari Masjid
Jami’ Annawier (1760), Masjid
Langgar Tinggi (1829), Masjid Azzawiyah (1812) dan Masjid Raudah (1905) yang
semuanya merupakan masjid masjid tua Jakarta di Kawasan Pekojan.
Makin
Tua Makin Terjepit
Setelah
melewati rentang waktu lebih dari 3 abad, masjid Al-Anshor kini sulit untuk
dapat dikenali fisik bangunannya karena sudah terhimpit diantara bangunan
bangunan hunian yang semakin rapat disekitarnya. Jalan akses menuju ke masjid
ini hanya berupa gang kecil untuk pejalan kaki. Kondisi yang cukup
memprihatinkan untuk salah satu situs tapak sejarah di ibukota negara.
Atas dasar
perlindungan sejarah, masjid ini masih dipertahankan hingga kini. Hanya saja,
perawatan dan renovasi mengakibatkan pudarnya jejak sejarah dari Kampung Arab,
ditambah lagi dengan lokasi pemukiman yang kian padat, membuat masjid tak
terlihat dari luar. Meski jejak arsitektur sejarahnya sudah tak terlihat namun
masjid ini tetap dicatat sebagai masjid tertua di Jakarta.
Masjid
Al Anshor
Jalan Pengukiran IV RT 06 RW
04
Pekojan, Tambora, Jakarta
Barat, Indonesia
Sejarah
Masjid Al-Anshor Pekojan
Anshor diambil
dari bahasa Arab, kata “al anshor” berarti “pendatang”, penamaan yang pas
sekali mengingat masjid ini memang didirkan oleh kaum pendatang muslim dari
India sekitar tahun 1684. Lahan tempat berdirinya merupakan wakaf dari seorang muslim
keturunan India. menurut Adolf HeukeN SJ, sejarawan yang meneliti tentang
masjid-masjid tua di Jakarta, menyebutkan bahwa Masjid Al Anshor adalah masjid
tertua dibandingkan masjid-masjid lainnya.
Keberadaan
masjid ini diketahui dari laporan seorang pendeta di pertengahan abad ke 17,
yang menyatakan adanya sebuah masjid dan sekolah agama untuk belajar mengaji di
Kampung Pekojan. Adanya sebuah “masigit” tersebut dilaporkan kepada Dewan
Gereja pada tahun 1648. Inilah Masjid Al-Anshor, yang kini masih berdiri di
Kampung Pekojan, daerah yang paling banyak masjid-nya semasa kekuasan Kompeni
di Batavia.
Masjid ini
disebut lagi pada tahun 1686-an oleh Abdul Rachman. Masjid sederhana serta
polos, tiangnya balok kayu lurus tanpa hiasan. Inilah tanda umumya dan
didirikan kurang dari tiga puluh tahun sesudah Masjid Jayakarta terbakar (atau
lebih tepatnya dibakar) dalam serbuan J.P. Coen yang menyerbu Sunda Kelapa. Setelah
VOC, atau kompeni menaklukkan Jayakarta pada tahun 1619, JP Coen,
memporak-porandakan masjid kesultanan Jayakarta yang terletak di Kawasan Kali
Besar Timur. Pangeran Jayakarta beserta pengikutnya kemudian hijrah ke Kawasan
Jatinegara dan membangun Masjid
Jami’ Assalafiyah.
Seiring dengan
semakin berkembangnya Jemaah masjid ini dan juga mulai diramaikan oleh kaum
muslim dari berbagai etnis sedangkan ukuran masjidnya terlalu kecil untuk
menampung lonjakan jamaah, maka pada tahun 1748 orang orang Moor ini mendirikan
masjid kedua mereka yakni Masjid Jami Kampung Baru di Jalan Bandengan
Selatan, masih di kawasan Pekojan. Sejarah masjid Al-Anshor ini juga merupakah
asal muasal dari sejarah kedatangan orang India muslim ke daerah Pekojan, sekaligus
asal muasal dari terbentuknya Kampung Arab dahulu. Meski orang keturunan India
muslim sudah tidak ada lagi di lingkungan tersebut.
Interior Masjid Al-Anshor. Foto atas : Ruang dalam bagian paling tua dari Masjid Al-Anshor, Kiri bawah : mimbar dan mihrab Masjid Al-Anshor, foto kanan bawah : jeruji kayu di Masjid Al-Anshor. |
Jejak
Arsitektur Masjid Al-Anshor
Agak sulit
menemukan masjid ini, karena terletak di gang kecil, Jl. Pengukiran IV, tak
jauh dari Jl. Pejagalan Raya. Dahulu di sekitar masjid ini terdapat pemakaman.
Tidak ada lagi yang tersisa dari pekarangan di sekitar masjid, sehingga kini
hampir menyatu dengan rumah-rumah penduduk di sekitarnya. Ukuran bagian tertua
masjid ini tidak lebih dari 10 x 10 m2 berdiri di atas lahan seluas
1.705 meter persegi.
Di bagian
depan masjid, masih terdapat pemakaman kuno yang berkaitan dengan etnis India
di Indonesia. Menurut Van Den Berg, sejarawan Islamologi asal Belanda,
dahulunya makam ini ada tiga nisan namun kini hanya ada dua nisan yang
terlihat. Namun jika ditanyakan kepada warga sekitar maka mereka hanya akan menjawab
bahwa disana memang hanya ada dua makam.
Sukar
menentukan bagian mana dari bangunan masjid yang sekarang ini, yang masih asli
dari tahun 1648. Setelah diperbaharui pada tahun 1973 dan 1985 tidak meninggalkan
bekas arsitektur dari masa pembangunannya. Dari tampak luar, bangunan masjid
tidak terlihat sebagai masjid. Tidak ada gerbang, hanya dua buah pintu layaknya
pintu di rumah biasa saja. Sebelah kanan terdapat kamar mandi dan tempat berwudhu.
Bagian pertama masjid Al-Anshor berada di sisi paling depan dari bangunan masjid saat ini. |
Lantai ruang
shalat sudah ditutup dengan ubin keramik yang masih tampak baru. Ruangan
berikutnya sedikit menjorok ke bawah menuruni tangga, merupakan ruangan sisa
dari Masjid Al Anshor tempo dulu. Tidak banyak yang tersisa, selain jendela
masjid berkayu dan empat tiang kokoh penyanggah yang berada di tengah-tengah
ruangan serta atap masjid yang masih diasrikan.
Masjid
Bersejarah yang dilindungi
Status hokum masjid
ini dibuktikan dengan sertifikat bangunan bernomor M. 166 tanggal 18-03-92
AIW/PPAIW : W3/011/c/4/1991 tanggal 8-5-1991. Keudian diperkuat lagi dengan
pemasangan papan peringatan Undang Undang Monumen oleh Dinas Musium dan Sejarah
Pemerintah DKI Jakarta yang berbunyi: Perhatian:
SK Gubernur No.Cb.11/1/12/72 tanggal 10 Januari 1972 (Lembaran Daerah
no.60/1972). Gedung ini dilindungi oleh Undang Undang (UU) Monumen ST BL 1931
No: 238. Segala tindakan berupa pembongkaran, perubahan, pemindahan diatas
bangunan ini hanya dapat dilakukan seizin Gubernur Kepala Daerah. Setiap
pelanggaran akan dituntut sesuai Undang Undang.***
------------------ooOOOoo-----------------
Baca Juga
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Dilarang berkomentar berbau SARA