Sabtu, 17 Desember 2016

Mesjid Kasunyatan Banten

Masjid Kasunyatan Banten

Masjid Kasunyatan adalah salah satu masjid tua di kawasan Banten Lama, lokasinya pun tidak terlalu jauh dari Masjid Agung Banten, berada di kampong Kasunyatan sekitar satu kilometer sebelah selatan Masjid Agung Banten. Lokasinya yang tidak berada di sisi jalan raya utama menjadikan masjid ini seolah tersembunyi di tengah tengah pemukiman penduduk, pun juga tidak ada papan nama dan rambu petunjuk keberadaan masjid ini. Lokasinya yang berada di dalam lingkungan pemukiman membuat masjid ini tidak atau setidaknya belum muncul di dalam citra google street view.

Dulunya masjid dan kawasan ini dikenal sebagai tempat yang angker. Konon  bila ada orang tidur di masjid pada malam hari, dapat berpindah menjadi ke tengah hutan saat pagi harinya. Selain itu, dulu banyak burung hantu dan pohon-pohon besar di sekitar masjid, sehingga jarang ada masyarakat yang berani mendekati masjid.

Mesjid Kasunyatan
Kampung Kasunyatan RT 009/03 Desa Kasunyatan
Kecamatan Kasemen, Kota Serang
Provinsi Banten 42191 Indonesia


Kesan sebagai masjid tua memang sangat terlihat di masjid ini. Foto tua masjid ini juga menjadi salah satu koleksi Museum Tropen Belanda. Disebut masjid Kasunyatan karena memang berada di kampong Kasunyatan, namun demikian masjid ini juga dikenal dengan Masjid Al-Fatihah karena dianggap sebagai masjid pembuka dan juga fakta bahwa luas masjid ini adalah 144 meter persegi dan angka 144 tersebut sesuai dengan jumlah huruf yang ada di surah Al-Fatihah, surat pembuka di dalam susunan surah kitab Suci Al-Qur’an.

Masjid Kasunyatan berdiri di atas lahan sekitar satu hektar, terbagi dalam 3 bangunan, yakni dua pendopo dan satu bangunan utama, yang berada di tengah-tengah pendopo. Ruangan utama masjid Kasunyatan tak terlalu besar itu, di dalam masjid ini masih berdiri dengan kokoh “singgasana” raja milik Sultan Maulana Yusuf. Tak hanya “singgasana” yang terbuat dari kayu jati yang dilapisi cat berwarna putih dan emas, di atas “singgasana” itu juga masih bertengger Pedang Cis, pedang milik Sultan Maulana Yusuf yang berbelah dua pada bagian bawahnya. Kini, tempat tersebut dijadikan tempat khutbah ketika salat Jumat digelar, dan pedang itu dijadikan pegangan khotib.

Masjid Kasunyatan memang memiliki banyak simbolis, Masjid ini mempunyai 4 perkara, semuanya serba 4, mempunyai 4 pintu gerbang, 4 pintu masjid, 4 tiang besar, menara yang berbentuk persegi 4, kolam yang berbentuk bintang 4, serta kubah yang berbentuk 4 burung. 4 perkara juga yang harus disebarkan, yakni keislaman, keimanan, keikhsanan, serta keikhlasan. Kasunyatan sendiri, mempunyai 4 makna, yaitu kesucian, kenyataan, kesunyian serta kesepian.

Di sekitar masjid juga terdapat kolam pemandian yang mempunyai kedalaman sekitar 4 meter. Konon, kolam tersebut digunakan sebagai pemandian bagi para mualaf. Kini, menurut Ardabili, kolam pemandian itu kerap dijadikan tempat ritual setiap Kamis malam. Biasanya, orang yang datang untuk mandi, sehabis itu, biasanya mereka berziarah, Di masjid ini juga terdapat tempat untuk menyepi di menara masjid.

Di sekitar masjid, terdapat komplek Panembangan Sulaiman yang merupakan komplek makam yang terbagi dalam dua bagian, bagian utara dan selatan. Di bagian utara, terdapat makam Syekh Abdul Syukur Sepuh, Syekh Ahmad Almadani, Tb Urip, Syekh Habul, Pangeran Arya Kasunyatan, Tb Sulaiman, Syekh Hasan Khan, Buyut Cempa, Patih Jaya Kusuma, dan Tb Zulkarnain. Sementara di bagian selatan terdapat makam Nyi Ratu Asiyah, Nyi Karimah, Nyi Ratu Ayu Sari Banon, Tb Muhidin, Ki Rajil, Ki Ijel, dan Ki Bujel..

Masjid Kasunyatan di Zaman Belanda, dengan kolam air wudhunya yang masih terbuka tanpa atap seperti saat ini.
Beberapa benda peninggalan masih tersimpan di masjid Kasunyatan, terdiri dari Pedang Cis milik Sultan Maulana Yusuf, gentong Aceh, dan rongsokan ranjang milik Nyi Ratu Asiyah. Beduk asli masjid ini ditukar dengan beduk milik Masjid Agung Banten. Di bulan Ramadhan selain menggelar salat tarawih bersama, dimasjid ini memiliki tradisi taqobalan, yakni puji-pujian kepada Allah SWT.

Sejarah Masjid Kasunyatan

Sedikit sekali sumber sumber sejarah yang menyebutkan tentang masjid ini. Sumber tertulis yang ada di masjid ini berupa prasasti yang ditandatangani Bupati Serang RTA Soeria Nata Atmadja, pada Desember 1932 yang terletak pada pendopo bagian kanan masjid. Tentang renovasi / perbaikan masjid Kasunyatan bukan pembangunan awal masjid ini. Sejauh ini ada dua pendapat tentang sejarah pembangunan masjid ini. Berbagai sumber di dunia maya menyebutkan masjid ini merupakan masjid tertua di Banten, dibangun tahun 1533 oleh Maulana Hasanuddin yang merupakan Sultan Pertama di Kesultanan Banten. Meski ada juga sumber sumber yang menyebutkan masjid ini dibangun oleh Maulana Yusuf, putra dari Maulana Hasanuddin. 

Bila menilik angka tahun 1533 sebagai tahun pembangunan masjid ini lalu di sandingkan dengan catatan sejarah lainnya, menunjukkan bahwa; Masjid Kasunyatan dibangun jauh lebih dulu sekitar 19 tahun dibandingkan dengan pembangunan Masjid Agung Banten (1522) atau 6 tahun setelah jatuhnya Sunda Kelapa (1527) ke tangan Pasukan Islam Gabungan dari Kesultanan Cirebon dan Kesultanan Demak di bawah pimpinan Fatahillah yang kemudian mendirikan Kesultanan Jayakarta.

Merujuk kepada angka tahun tersebut dan pendapat bahwa masjid Kasunyatan adalah Masjid pertama di Banten memang menimbulkan pertanyaan: mengapa Maulana Hasanuddin membangun masjid pertama di Banten justru di kampung Kasunyatan yang terpaut cukup jauh dari Keraton. Rata rata Kesultanan di Jawa memulai pembangunan komplek Keraton ataupun tempat tinggal raja bersamaan dengan pembangunan Masjid dan Alun Alun. Belum diketahui dengan pasti apakah Maulana Hasanuddin tadinya memang tinggal di kawasan tersebut sebelum kemudian membangun Keraton dan Masjid Agung Banten, atau memang karena latar belakang tertentu.

Seperti disebutkan tadi bahwa tahun 1533 terpaut enam tahun paska jatuhnya Sunda Kelapa ke tangan pasukan Islam gabungan dari Kesultanan Demak dan Kesultanan Cirebon yang faktanya juga di dukung oleh pasukan Banten, menunjukkan bahwa Islam sudah memilki pengaruh cukup kuat di wilayah Banten jauh sebelum kemudian secara tegas membebaskan diri dari pengaruh Padjajaran.

Interior Masjid Kasunyatan

Maknanya bahwa Islam telah disampaikan secara terang terangan di kawasan Banten dan sudah di anut kalangan Ningrat Istana tanpa rasa khawatir, dan tentunya kurang tepat untuk menyebut bahwa pembangunan masjid ini jauh dari istana sebagai bentuk penghindaran masalah yang akan muncul karena ketersinggungan kerajaan Pajajaran selaku induk wilayah Banten kala itu, terlebih lagi bahwa paska runtuhnya Sunda Kelapa, Pajajaran sudah kehilangan kekuasaannya atas wilayah Banten.

Lain halnya bila ternyata masjid Kasunyatan memang dibangun oleh Maulana Yusuf, putra partama Maulana Hasanuddin, sekaligus merupakan Sultan Kedua di Kesultanan Banten. Semasa berkuasa beliau memang terkenal sangat merakyat dan sangat mencintai pertanian, sampai sampai ketika wafat pun beliau dimakamkan di tengah pesawahan bukan di komplek pemakaman kerajaan, sesuai dengan wasiat beliau. Bila hal itu benar maka dengan sendirinya akan menggugurkan pendapat bahwa masjid Kasunyatan merupakan masjid pertama di wilayah (Kesultanan) Banten.

Adalah situs kebudayaan.kemdikbud salah satu yang menyebutkan bahwa masjid ini dibangun pada era Sultan Maulana Yusuf yang berkuasa antara tahun 1552-1570, dimana tokoh masyarakat (ulama) yang sangat berperan pada masa itu adalah Syekh Abdul Syukur, dan kini makam beliau di dalam cungkup kompleks masjid, yang oleh masyarakat setempat sangat dihormati dan dikeramatkan.

Masih di situs yang sama, disebutkan bahwa penamaan Kasunyatan bagi kampung tempat masjid ini berdiri bermula sejak era pemerintahan Maulana Muhammad (putra dari Maulana Yusuf). Dikisahkan bahwa untuk menunjukkan rasa hormatnya kepada sang guru yang bernama Kyai Dukuh, ia memberi gelar kepada sang guru, Pangeran Kasunyatan yang kini makamnya juga berada di kompleks masjid ini.

Bagaimanapun dibutuhkan penggalian data lebih dalam dan lebih komprehensif untuk mengetahui sejarah sebenarnya dari Masjid Kasunyatan ini. Dan telepas dari semua itu, Masjid Kasunyatan tetaplah masjid tua yang patut dijaga kelestariannya sebagai masjid tua dan bersejarah.

Gapura Masjid Agung Kasunyatan dan kolam tempat berwudhu yang kini sudah diberikan atap pelindung.

Sekilas Sejarah Islam di Banten

Catatan sejarah menyebutkan bahwa Islam telah masuk dan berkembang di wilayah Banten sejak wilayah itu masih bernama Banten Girang dan masih merupakan bagian dari kerajaan Padjajaran yang berpusat di Pakuan (Bogor). Perkembangan Islam di Banten sendiri sebenarnya justru dilakukan oleh anggota keluarga Istana Padjajaran sendiri. Syarif Hidayatullah yang dikemudian hari dikenal sebagai Sunan Gunung Jati tak lain adalah cucu dari Prabu Siliwangi, Maharaja Padjajaran.

Syarif Hidatullah adalah putra tertua dari Dewi Rara Santang, dan Dewi Rara Santang adalah Anak Prabu Siliwangi dari pernikahannya dengan Subang Larang dari Pengguron Syech Quro (Syech Hasanuddin) di Karawang. Syarif Hidatullah menjadi sosok penting perkembangan Islam tanah Jawa sejak kedatangannya ke Cirebon dari tanah kelahirannya di Jazirah Arab, Di Cirebon beliau tinggal bersama Uwaknya, Pangeran Cakrabuwana, yang kala itu menjadi penguasa di  Cirebon  sebagai bagian dari kerajaan Padjajaran.

Kedudukannya sebagai “orang dalam istana” menjadi keuntungan tersendiri bagi beliau termasuk memberi-nya keleluasaan untuk berpergian kemanapun di dalam wilayah Padjajaran untuk berdakwah termasuk ke wilayah Banten, sampai kemudian beliau menikah dengan Dewi Kawunganten, putri dari Adipati Banten. Dari pernikahan itu lahirlah putra beliau yang diberi nama Maulana Hasanuddin.

Manakala Syarif Hidayatullah mendirikan Kesultanan  Cirebon lepas dari Padjajaran, tentunya memberikan hak waris tahta dan keningratan berganda Kepada Maulana Hasanuddin, Hak dari Ayahandanya di Keraton Cirebon dan hak dari Ibunda-nya di Keraton Banten. Maka sangat wajar bila dikemudian hari beliau turut mengerahkan pasukan Banten membantu pasukan gabungan Demak dan Cirebon dalam penaklukan Sunda Kelapa tahun 1527. Dan sangat wajar pula bila setelah itu beliau dikukuhkan sebagai Sultan Pertama di Kesultanan Banten.

Keturunan Maulana Hasanuddin juga yang dikemudian hari menaklukkan kekuasaan Padjajaran sekaligus menggondol Palangka Sriman Sriwacana yang merupakan batu penobatan raja raja Padjajaran ke Kraton Banten sebagai bentuk penghapusan kerajaan Padjajaran secara politik, dan secara de-facto sebagai penguasa wilayah wilayah bekas kerajaan Padjajaran, sekaligus juga menandai eksistensi Islam di tatar Pasundan.*** (dari berbagai sumber, data di olah)

Artikel Terkait


2 komentar:

Dilarang berkomentar berbau SARA