Megah di belantara kota Jakarta, Masjid Istiqlal, Sejak berdiri hingga kini bertahan dengan rekor nya sebagai masjid terbesar di Asia Tenggara dan salah satu masjid terbesar di dunia. |
Masjid
Istiqlal di Jakarta adalah ‘Masjid Negara’ Republik Indonesia, dibangun oleh
orang orang besar bagi penduduk muslim di sebuah negara besar dan sejak
diresmikan hingga hari ini senantiasa dikunjungi oleh orang orang besar dari
berbagai negara, salah satu landmark ibukota negara, kebanggaan muslim
Indonesia, dan masih memegang rekor sebagai masjid terbesar di Asia Tenggara. Masjid
Istiqlal juga merupakan simbol toleransi beragama di Indonesia, para pendiri
negara dengan sengaja membangun Masjid Istiqlal berseberangan dengan Katedral,
dan juga rancangan masjid Istiqlal dibuat oleh arsitek Frederich
Silaban yang beragama Kristen Protestan.
Kata
ISTIQLAL di ambil dari bahasa arab yang berarti MERDEKA. Penamaan masjid
nasional ini dengan nama Istiqlal merupakan satu bentuk rasa syukur kepada Allah
S.W.T atas anugerah kemerdekaan kepada bangsa Indonesia. Nama Istiqlal kemudian
juga menjadi nama Masjid
Indonesia di Sarajevo, ibukota Bosnia & Herzegovina, yang dibangun dari
sumbangan muslim Indonesia sebagai hadiah bagi muslim Bosnia & Herzegovina
yang baru saja merdeka dari penindasan berdarah oleh etnis Serbia.
Lokasi Masjid Istiqlal -
Jakarta
Masjid Istiqlal Jakarta
Jl.
Taman Wijayakusuma
Jakarta
– Indonesia
Masjid
Istiqlal berada di sebelah timur kawasan Tugu Monumen Nasional (Tugu Monas).
Berdiri dibekas Taman Wilhelmina, yang di bawahnya terdapat reruntuhan benteng
Belanda dan dikelilingi oleh bangunan-bangunan pemerintah dan pusat-pusat
perdagangan serta dekat dengan Istana Merdeka. Tata letak seperti ini sama
halnya dengan tata letak pusat pusat pemerintahan kesultanan kesultanan masa
lalu di pulau Jawa dan daerah-daerah lainnya di Nusantara bahwa masjid selalu
berdekatan dengan kraton / Istana. Pemilihan lokasi ini merupakan ide dari Bung
Karno, disepakati oleh Bung Hatta dan Panita pembangunan masjid Istiqlal.
Fakta
bahwa Masjid Istiqlal dibangun di kawasan bekas Taman Wihelmina kota Batavia
mempertegas makna “Merdeka” pada nama masjid nasional ini. Taman Wihelmina
merupakan salah satu bentuk hegemoni kekuasaan kolonial Belanda di Batavia dan
dinamai sesuai dengan nama Ratu Kerajaan Belanda. Nama Taman Wihelmina kemudian
diganti Taman Wijaya Kusuma, Taman “Bunga Kejayaan” dan ditengahnya berdiri
megah Masjid Istiqlal, “Masjid Merdeka”. Jakarta.
Sejarah Masjid Istiqlal –
Jakarta
Ide Pembangunan Masjid Istiqlal
Ide
pembangunan masjid Istiqlal tercetus empat tahun setelah proklamasi
kemerdekaan. Pada tahun 1950, KH. Wahid Hasyim yang waktu itu menjabat sebagai
Menteri Agama RI dan H. Anwar Tjokroaminoto dari Partai Syarikat Islam
mengadakan pertemuan dengan sejumlah tokoh Islam di Deca Park, sebuah gedung
pertemuan di jalan Merdeka Utara, tidak jauh dari Istana Merdeka. Pertemuan
dipimpin oleh KH. Taufiqurrahman, yang membahas rencana pembangunan masjid. Gedung
pertemuan yang bersebelahan dengan Istana Merdeka itu, kini tinggal sejarah.
Deca Park dan beberapa gedung lainnya tergusur saat proyek pembangunan Monumen
Nasional (Monas) dimulai.
Masjid Istiqlal pada saat sedang dibangun, terlihat di latar belakang pemandangan kota Jakarta yang masih sepi dari gedung gedung jangkung. |
Masjid
tersebut disepakati akan diberi nama Istiqlal. Secara harfiah, kata Istiqlal
berasal dari bahasa Arab yang berarti: kebebasan, lepas atau kemerdekaan, yang
secara istilah menggambarkan rasa syukur kepada Allah SWT atas limpahan rahmat
berupa kemerdekaan bangsa.
Pembentukan
Panitia
Pada
pertemuan di gedung Deca Park tersebut, secara mufakat disepakati H. Anwar
Tjokroaminoto sebagai ketua Yayasan Masjid Istiqlal. Beliau juga ditunjuk
secara mufakat sebagai ketua panitia pembangunan Masjid Istiqlal, meskipun
beliau terlambat hadir karena baru kembali ke tanah air setelah bertugas
sebagai delegasi Indonesia ke Jepang membicarakan masalah pampasan perang saat
itu.
Pada
tahun 1953, Panita Pembangunan Masjid Istiqlal, melaporkan rencana pembangunan
masjid itu kepada kepala negara. Presiden Soekarno menyambut baik rencana
tersebut, bahkan akan membantu sepenuhnya pembangunan Masjid Istiqlal. Kemudian
Yayasan Masjid Istiqlal disahkan dihadapan notaris Elisa Pondag pada tanggal 7
Desember 1954.
Simbol toleransi dan Bhineka Tunggal Ika. Masjid Istiqlal berseberangan dengan Katedral Jakarta. |
Presiden
Soekarno mulai aktif dalam proyek pembangunan Masjid Istiqlal sejak beliau
ditunjuk sebagai Ketua Dewan Juri dalam Sayembara maket Masjid Istiqlal yang
diumumkan melalui surat kabar dan media lainnya pada tanggal 22 Pebruari 1955.
Melalui pengumuman tersebut, para arsitek baik perorangan maupun kelembagaan
diundang untuk turut serta dalam sayembara itu.
Penentuan
Lokasi
Terjadi
perbedaan pendapat mengenai rencana lokasi pembangunan Masjid Istiqlal. Ir.H.
Mohammad Hatta (Wakil Presiden RI) berpendapat bahwa lokasi yang paling tepat
untuk pembangunan Masjid Istiqlal tersebut adalah di Jl. Moh. Husni Thamrin
yang kini menjadi lokasi Hotel Indonesia. Dengan pertimbangan lokasi tersebut
berada di lingkungan masyarakat Muslim dan waktu itu belum ada bangunan di
atasnya.
Sementara
itu, Ir. Soekarno (Presiden RI) mengusulkan lokasi pembangunan Masjid Istiqlal
di Taman Wilhelmina, yang di bawahnya terdapat reruntuhan benteng Belanda dan
dikelilingi oleh bangunan-bangunan pemerintah dan pusat-pusat perdagangan serta
dekat dengan Istana Merdeka. Hal ini sesuai dengan simbol kekuasaan kraton di
Jawa dan daerah-daerah di Indonesia bahwa masjid selalu berdekatan dengan
kraton.
Taman Wihelmina kota Batavia, kini berubah menjadi Taman Wijaya Kusuma yang merupakan kawasan Masjid Istiqlal Jakarta. |
Pendapat
H. Moh. Hatta tersebut akan lebih hemat karena tidak akan mengeluarkan biaya
untuk penggusuran bangunan-bangunan yang ada di atas dan di sekitar lokasi.
Namun, setelah dilakukan musyawarah, akhirnya ditetapkan lokasi pembangunan
Masjid Istiqlal di Taman Wilhelmina bekas benteng Belanda.
Sayembara
Rancangan Masjid Istiqlal
Dewan
Juri sayembara maket Masjid Istiqlal, terdiri dari para Arsitek dan Ulama
terkenal. Susunan Dewan Juri adalah Presiden Soekarno sebagai ketua, dengan
anggotanya Ir. Roeseno, Ir. Djuanda, Ir. Suwardi, Ir. R. Ukar Bratakusumah, Rd.
Soeratmoko, H. Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA), H. Abu Bakar Aceh, dan Oemar
Husein Amin.
Sayembara
berlangsung mulai tanggal 22 Februari 1955 sampai dengan 30 Mei 1955. Sambutan
masyarakat sangat menggembirakan, tergambar dari banyaknya peminat hingga
mencapai 30 peserta. Dari jumlah tersebut, terdapat 27 peserta yang menyerahkan
sketsa dan maketnya, dan hanya 22 peserta yang memenuhi persyaratan lomba.
Di dalam Masjid Istiqlal |
Setelah
dewan juri menilai dan mengevaluasi, akhirnya ditetapkanlah 5 (lima) peserta
sebagai nominator. Lima peserta tersebut adalah:
Pemenang
Pertama: Fredrerich Silaban dengan disain bersandi KETUHANAN
Pemenang
Kedua: R. Utoyo dengan disain bersandi ISTIGFAR
Pemenang
Ketiga: Hans Gronewegen dengan disain bersandi SALAM
Pemenang
Keempat: 5 orang mahasiswa ITB dengan disain bersandi ILHAM
Pemenang
Kelima : adalah 3 orang mahasiswa ITB dengan disain bersandi KHATULISTIWA dan
NV. Associatie dengan sandi LIMA ARAB
Pada
tanggal 5 Juli 1955, Dewan Juri menetapkan F. Silaban sebagai pemenang pertama.
Penetapan tersebut dilakukan di Istana Merdeka, sekaligus menganugerahkan sebuah
medali emas 75 gram dan uang Rp. 25.000. Pemenang kedua, ketiga, dan keempat
diberikan hadiah. Dan seluruh peserta mendapat sertifikat penghargaan.
Pemasangan
Tiang Pancang
Pemancangan
tiang pertama dilakukan oleh Presiden Ir. Soekarno pada tanggal 24 Agustus 1961
bertepatan dengan peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, disaksikan oleh ribuan
ummat Islam. Selanjutnya pelaksanaan pembangunan masjid ini tidak berjalan
lancar. Sejak direncanakan pada tahun 1950 sampai dengan 1965 tidak mengalami
banyak kemajuan. Proyek ini tersendat, karena situasi politik yang kurang
kondusif.
Masjid Istiqlal terdiri dari bangunan utama, dua plataran tengah dan satu menara |
Pada
masa itu, berlaku demokrasi parlementer, partai-partai politik saling bertikai
untuk memperjuangkan kepentingannya masing-masing. Kondisi ini memuncak pada
tahun 1965 saat meletus peristiwa G30S/PKI, sehingga pembangunan masjid
terhenti sama sekali. Setelah situasi politik mereda,pada tahun 1966, Menteri
Agama KH. M. Dahlan mempelopori kembali pembangunan masjid ini. Kepengurusan
dipegang oleh KH. Idham Chalid yang bertindak sebagai Koordinator Panitia
Nasional Pembangunan Masjid Istiqlal.
Peresmian
Masjid Istiqlal
Tujuh
belas tahun kemudian, Masjid Istiqlal selesai dibangun. Dimulai pada tanggal 24
Agustus 1961, dan diresmikan penggunaannya oleh Presiden Soeharto pada tanggal 22
Februari 1978, ditandai dengan prasasti yang dipasang di area tangga pintu
As-Salam. Biaya pembangunan diperoleh terutama dari APBN sebesar Rp.
7.000.000.000,- (Tujuh Milyar Rupiah) dan US$. 12.000.000 (dua juta Dollar AS).
Lembaga
lembaga di bawah Masjid Istiqlal
KBIH
Intiqlal semula bernama KBIH Kostiq didirikan tahun 2002 oleh Yayasan
Kostiq Istiqlal. Pada tahun 2003 dilaksanakan peremajaan pengurus yang efektif
melakukan kegiatannya mulai tahun 2004, dapat menerima pendaftaran dan
melakukan bimbingan manasik haji. KBIH didirikan dengan niat yang ikhlas
semata-mata untuk menyiarkan Agama Islam, dengan membantu memberikan kemudahan
bagi calon Haji untuk menjadi haji yang mabrur. Pusat kegiatan KBIH Istiqlal
baik pelayanan administrasi maupun pelayanan bimbingan manasik kepada jamaah
calon haji baik secara teori maupun praktek, berlokasi di Masjid Istiqlal.*** (dari berbagai sumber)
I wɑs recommended tһiѕ web site by my cousin. І am not positive ѡhether
BalasHapustһis post is wrіtten via hіm as no one else recognise ѕuch certain aƄout my trouble.
You are incredible! Ꭲhanks!