|
Masjid Kasunyatan Banten |
Masjid Kasunyatan adalah salah satu masjid tua
di kawasan Banten Lama, lokasinya pun tidak terlalu jauh dari Masjid Agung
Banten, berada di kampong Kasunyatan sekitar satu kilometer sebelah selatan
Masjid Agung Banten. Lokasinya yang tidak berada di sisi jalan raya utama
menjadikan masjid ini seolah tersembunyi di tengah tengah pemukiman penduduk,
pun juga tidak ada papan nama dan rambu petunjuk keberadaan masjid ini.
Lokasinya yang berada di dalam lingkungan pemukiman membuat masjid ini tidak
atau setidaknya belum muncul di dalam citra google street view.
Dulunya masjid dan kawasan ini dikenal sebagai
tempat yang angker. Konon bila ada orang tidur di masjid pada
malam hari, dapat berpindah menjadi ke tengah hutan saat pagi harinya. Selain
itu, dulu banyak burung hantu dan
pohon-pohon besar di sekitar masjid, sehingga jarang ada masyarakat yang berani
mendekati masjid.
Mesjid Kasunyatan
Kampung Kasunyatan RT 009/03 Desa Kasunyatan
Kecamatan Kasemen, Kota Serang
Provinsi Banten
42191 Indonesia
Kesan sebagai masjid tua memang sangat terlihat
di masjid ini. Foto tua masjid ini juga menjadi salah satu koleksi Museum
Tropen Belanda. Disebut masjid Kasunyatan karena memang berada di kampong
Kasunyatan, namun demikian masjid ini juga dikenal dengan Masjid Al-Fatihah
karena dianggap sebagai masjid pembuka dan juga fakta bahwa luas masjid ini
adalah 144 meter persegi dan angka 144 tersebut sesuai dengan jumlah huruf yang
ada di surah Al-Fatihah, surat pembuka di dalam susunan surah kitab Suci
Al-Qur’an.
Masjid Kasunyatan berdiri di atas lahan sekitar
satu hektar, terbagi dalam 3 bangunan, yakni dua
pendopo dan satu bangunan utama, yang berada di tengah-tengah pendopo. Ruangan utama masjid Kasunyatan tak terlalu besar
itu, di dalam masjid ini masih
berdiri dengan kokoh “singgasana” raja milik Sultan Maulana Yusuf. Tak hanya
“singgasana” yang terbuat dari kayu jati yang dilapisi cat berwarna putih dan
emas, di atas “singgasana” itu juga masih bertengger Pedang Cis, pedang milik
Sultan Maulana Yusuf yang berbelah dua pada bagian bawahnya. Kini, tempat
tersebut dijadikan tempat khutbah ketika salat Jumat digelar, dan pedang itu
dijadikan pegangan khotib.
Masjid Kasunyatan memang memiliki banyak
simbolis, Masjid ini mempunyai 4 perkara, semuanya serba 4, mempunyai 4 pintu gerbang, 4 pintu
masjid, 4 tiang besar, menara yang berbentuk persegi 4, kolam yang berbentuk
bintang 4, serta kubah yang berbentuk 4 burung. 4 perkara juga yang harus
disebarkan, yakni keislaman, keimanan, keikhsanan, serta keikhlasan. Kasunyatan
sendiri, mempunyai 4 makna, yaitu kesucian, kenyataan, kesunyian serta
kesepian.
Di sekitar masjid juga terdapat kolam
pemandian yang mempunyai kedalaman sekitar 4 meter. Konon, kolam tersebut
digunakan sebagai pemandian bagi para mualaf. Kini, menurut Ardabili, kolam
pemandian itu kerap dijadikan tempat ritual setiap Kamis malam. Biasanya, orang
yang datang untuk mandi, sehabis
itu, biasanya mereka berziarah,
Di masjid ini juga terdapat tempat untuk menyepi di menara masjid.
Di sekitar masjid,
terdapat komplek Panembangan
Sulaiman yang merupakan komplek makam yang terbagi dalam dua bagian,
bagian utara dan selatan. Di bagian utara, terdapat makam Syekh Abdul Syukur
Sepuh, Syekh Ahmad Almadani, Tb Urip, Syekh Habul, Pangeran Arya Kasunyatan, Tb
Sulaiman, Syekh Hasan Khan, Buyut Cempa, Patih Jaya Kusuma, dan Tb Zulkarnain.
Sementara di bagian selatan terdapat makam Nyi Ratu Asiyah, Nyi Karimah, Nyi
Ratu Ayu Sari Banon, Tb Muhidin, Ki Rajil, Ki Ijel, dan Ki Bujel..
|
Masjid Kasunyatan di Zaman Belanda, dengan kolam air wudhunya yang masih terbuka tanpa atap seperti saat ini. |
Beberapa benda peninggalan masih tersimpan di
masjid Kasunyatan, terdiri dari Pedang Cis milik Sultan Maulana Yusuf,
gentong Aceh, dan rongsokan ranjang milik Nyi Ratu Asiyah. Beduk asli masjid ini ditukar dengan beduk milik
Masjid Agung Banten. Di bulan Ramadhan selain menggelar salat tarawih bersama, dimasjid ini memiliki tradisi
taqobalan, yakni puji-pujian kepada Allah SWT.
Sejarah Masjid Kasunyatan
Sedikit sekali sumber sumber sejarah yang
menyebutkan tentang masjid ini. Sumber tertulis yang ada di masjid ini berupa
prasasti yang ditandatangani Bupati Serang RTA Soeria Nata Atmadja, pada
Desember 1932 yang terletak pada pendopo bagian kanan masjid. Tentang renovasi / perbaikan masjid Kasunyatan
bukan pembangunan awal masjid ini. Sejauh ini ada dua pendapat tentang sejarah
pembangunan masjid ini. Berbagai sumber di dunia maya menyebutkan
masjid ini merupakan masjid tertua di Banten, dibangun tahun 1533 oleh Maulana Hasanuddin
yang merupakan Sultan Pertama di Kesultanan Banten. Meski ada juga sumber
sumber yang menyebutkan masjid ini dibangun oleh Maulana Yusuf, putra dari
Maulana Hasanuddin.
Bila menilik angka tahun 1533
sebagai tahun pembangunan masjid ini lalu di sandingkan dengan catatan sejarah
lainnya, menunjukkan bahwa; Masjid Kasunyatan dibangun jauh lebih dulu sekitar
19 tahun dibandingkan dengan pembangunan Masjid Agung Banten (1522) atau 6 tahun setelah
jatuhnya Sunda Kelapa (1527) ke tangan Pasukan Islam Gabungan dari Kesultanan Cirebon dan Kesultanan Demak di bawah pimpinan Fatahillah yang kemudian
mendirikan Kesultanan Jayakarta.
Merujuk kepada angka tahun tersebut dan
pendapat bahwa masjid Kasunyatan adalah Masjid pertama di Banten memang menimbulkan
pertanyaan: mengapa Maulana Hasanuddin membangun masjid pertama di Banten
justru di kampung Kasunyatan yang terpaut cukup jauh dari Keraton. Rata rata
Kesultanan di Jawa memulai pembangunan komplek Keraton ataupun tempat tinggal
raja bersamaan dengan pembangunan Masjid dan Alun Alun. Belum diketahui dengan
pasti apakah Maulana Hasanuddin tadinya memang tinggal di kawasan tersebut
sebelum kemudian membangun Keraton dan Masjid Agung Banten, atau memang karena
latar belakang tertentu.
Seperti disebutkan tadi bahwa tahun 1533
terpaut enam tahun paska jatuhnya Sunda Kelapa ke tangan pasukan Islam gabungan
dari Kesultanan Demak dan Kesultanan Cirebon yang faktanya juga di dukung oleh pasukan
Banten, menunjukkan bahwa Islam sudah memilki pengaruh cukup kuat di wilayah
Banten jauh sebelum kemudian secara tegas membebaskan diri dari pengaruh Padjajaran.
|
Interior Masjid Kasunyatan |
Maknanya bahwa Islam telah disampaikan secara
terang terangan di kawasan Banten dan sudah di anut kalangan Ningrat Istana
tanpa rasa khawatir, dan tentunya kurang tepat untuk menyebut bahwa pembangunan
masjid ini jauh dari istana sebagai bentuk penghindaran masalah yang akan
muncul karena ketersinggungan kerajaan Pajajaran selaku induk wilayah Banten
kala itu, terlebih lagi bahwa paska runtuhnya Sunda Kelapa, Pajajaran sudah
kehilangan kekuasaannya atas wilayah Banten.
Lain halnya bila ternyata masjid Kasunyatan
memang dibangun oleh Maulana Yusuf, putra partama Maulana Hasanuddin, sekaligus
merupakan Sultan Kedua di Kesultanan Banten. Semasa berkuasa beliau memang
terkenal sangat merakyat dan sangat mencintai pertanian, sampai sampai ketika
wafat pun beliau dimakamkan di tengah pesawahan bukan di komplek pemakaman
kerajaan, sesuai dengan wasiat beliau. Bila hal itu benar maka dengan
sendirinya akan menggugurkan pendapat bahwa masjid Kasunyatan merupakan masjid pertama
di wilayah (Kesultanan) Banten.
Adalah situs kebudayaan.kemdikbud salah satu yang menyebutkan bahwa
masjid ini dibangun pada era Sultan Maulana Yusuf yang berkuasa antara tahun
1552-1570, dimana tokoh masyarakat (ulama) yang sangat berperan pada masa itu
adalah Syekh Abdul Syukur, dan kini makam beliau di dalam cungkup kompleks
masjid, yang oleh masyarakat setempat sangat dihormati dan dikeramatkan.
Masih di situs yang sama, disebutkan bahwa
penamaan Kasunyatan bagi kampung tempat masjid ini berdiri bermula sejak era
pemerintahan Maulana Muhammad (putra dari Maulana Yusuf). Dikisahkan bahwa
untuk menunjukkan rasa hormatnya kepada sang guru yang bernama Kyai Dukuh, ia
memberi gelar kepada sang guru, Pangeran Kasunyatan yang kini makamnya juga
berada di kompleks masjid ini.
Bagaimanapun dibutuhkan penggalian data lebih
dalam dan lebih komprehensif untuk mengetahui sejarah sebenarnya dari Masjid
Kasunyatan ini. Dan telepas dari semua itu, Masjid Kasunyatan tetaplah masjid
tua yang patut dijaga kelestariannya sebagai masjid tua dan bersejarah.
|
Gapura Masjid Agung Kasunyatan dan kolam tempat berwudhu yang kini sudah diberikan atap pelindung. |
Sekilas Sejarah Islam
di Banten
Catatan sejarah menyebutkan bahwa Islam telah
masuk dan berkembang di wilayah Banten sejak wilayah itu masih bernama Banten
Girang dan masih merupakan bagian dari kerajaan Padjajaran yang berpusat di
Pakuan (Bogor). Perkembangan Islam di Banten sendiri sebenarnya justru
dilakukan oleh anggota keluarga Istana Padjajaran sendiri. Syarif Hidayatullah
yang dikemudian hari dikenal sebagai Sunan Gunung Jati tak lain adalah cucu
dari Prabu Siliwangi, Maharaja Padjajaran.
Syarif Hidatullah adalah putra tertua dari Dewi
Rara Santang, dan Dewi Rara Santang adalah Anak Prabu Siliwangi dari
pernikahannya dengan Subang Larang dari Pengguron Syech Quro (Syech Hasanuddin)
di Karawang. Syarif Hidatullah menjadi sosok penting perkembangan Islam tanah Jawa sejak
kedatangannya ke Cirebon dari tanah kelahirannya di Jazirah Arab, Di Cirebon beliau tinggal bersama Uwaknya, Pangeran Cakrabuwana, yang kala itu
menjadi penguasa di Cirebon sebagai bagian dari kerajaan
Padjajaran.
Kedudukannya sebagai “orang dalam istana” menjadi
keuntungan tersendiri bagi beliau termasuk memberi-nya keleluasaan untuk
berpergian kemanapun di dalam wilayah Padjajaran untuk berdakwah termasuk ke
wilayah Banten, sampai kemudian beliau menikah dengan Dewi Kawunganten, putri
dari Adipati Banten. Dari pernikahan itu lahirlah putra beliau yang diberi nama
Maulana Hasanuddin.
Manakala Syarif Hidayatullah mendirikan
Kesultanan Cirebon lepas dari Padjajaran, tentunya memberikan hak waris tahta dan
keningratan berganda Kepada Maulana Hasanuddin, Hak dari Ayahandanya di Keraton
Cirebon dan hak dari Ibunda-nya di Keraton Banten. Maka sangat wajar bila
dikemudian hari beliau turut mengerahkan pasukan Banten membantu pasukan
gabungan Demak dan Cirebon dalam penaklukan Sunda Kelapa tahun 1527. Dan sangat wajar pula bila
setelah itu beliau dikukuhkan sebagai Sultan Pertama di Kesultanan Banten.
Keturunan Maulana Hasanuddin juga yang
dikemudian hari menaklukkan kekuasaan Padjajaran sekaligus menggondol Palangka
Sriman Sriwacana yang merupakan batu penobatan raja raja Padjajaran ke
Kraton Banten sebagai bentuk penghapusan kerajaan Padjajaran secara politik, dan
secara de-facto sebagai penguasa wilayah wilayah bekas kerajaan Padjajaran,
sekaligus juga menandai eksistensi Islam di tatar Pasundan.*** (dari berbagai
sumber, data di olah)
Artikel Terkait