Halaman

Sabtu, 26 November 2016

Masjid Pusaka Songak Suku Sasak

Masjid Al-Falah atau lebih dikenal sebagai masjid Pusaka di desa Songak

Masjid Pusaka Songak, adalah masjid tua suku sasak yang berada di Desa Songak, kabupaten Lombok Timur, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Masjid ini sebenarnya bernama Masjid Al-Falah namun lebih dikenal dengan nama Masjid Pusaka. Desa Songak secara tradisi turun temurun hingga kini merupakan masyarakat muslim yang menjunjung tinggi ajaran agama Islam dalam kehidupan mereka. Masjid merupakan salah satu elemen yang teramat penting dalam kehidupan masyarakat Songak yang menurut cerita turut merupakan keturunan dari Raja Selaparang dan Bayan.

Konon, masjid ini dibangun ditempat yang dulunya merupakan tempat bertemunya para wali yang dikemudian hari dibangun masjid sebagai penanda tempat tersebut. Menurut tradisi setempat, Masjid pusaka Songak dibangun sekitar tahun 1309 Miladiyah oleh sembilan orang tokoh yang dikenal dengan nama Ki Sanga Pati. Sebelum kedatangan sembilan orang tersebut, desa Songak telah lama menjadi kota hantu tak berpenghuni karena ditinggalkan seluruh penduduknya yang tidak betah lagi tinggal disana akibat di cap sebagai masyarakat Leak.


Sekitar tahun 1299 sembilan orang tokoh tersebut tiba di desa Songak yang sudah tak berpenghuni dan menetap disana. Mereka sengaja datang dan menetap ke desa Songak untuk menyepi dari keramaian. Setelah bertahun tahun tinggal disana baru kemudian masyarakat di luar wilayah desa itu mengetahui keberadaan mereka dan berangsur kembali tinggal di desa Songak. Nama Songak bagi nama desa ini, konon juga berasal dari kata Sanga pada nama Ki Sanga Pati yang membuka kembali desa itu dengan membawa ajaran Islam, setelah begitu lama ditinggalkan para penghuninya.

Tradisi Masjid Pusaka Songak

Masjid ini diyakini oleh Masyarakat Songak sebagai tempat penyimpanan semua kekayaan Datu Selaparang I. Masjid ini oleh Masyarakat Songak dahulu dijadikan sebagai ajang pertahanan dari serangan musuh perorangan maupun berkelompok. Pada jaman dahulu, mereka yang akan berangkat berperang akan berkumpul di masjid ini untuk berdoa bersama dipimpin oleh pemimpin mereka, setelah berdoa di masjid ini barulah mereka berangkat berperang. Tradisi tersebut disebut dengan tradisi Mangkat. Selain tradisi Mangkat, tradisi lainnya yang diselenggarakan di masjid ini adalah tradisi tahunan pengesahan minyak Ki Sanga Pati yang sekarang terkenal dengan Minyak Songak. Tradisi ini diselenggarakan setiap tanggal 12 Rabi’ul Awwal, sebagai bagian dari Ritual Mulut Adat atau peringatan Maulid Nabi Muhammad S.A.W.

Selain tradisi tradisi tersebut masih ada tradisi Ritual Bubur Putiq disetiap bulan Muharram (awal tahun Hijriah) pada tanggal 5 atau tanggal 10 atau paling lambat tanggal 15 Muharram setiap tahunnya. Kemudian disetiap bulan Safar diselenggarakan tradisi Ritual Bubur Beaq, yang kemudian dilanjutkan pada bulan berikutnya dengan penyelenggaraan ritual Mulut Adat seperti telah disebutkan sebelumnya. Hampir sepanjang tahun Masjid Pusaka Songak ini ramai dengan berbagai macam ritual tradisi kecuali tiga bulan yang disebut sebagai Bulan Suwung masjid ini sepi dari aktivitas selain aktivitas rutin sholat wajib lima waktu dan sholat Jum’at.

Masjid Pusaka Songak saat ini

Perkembangan Masjid Pusaka Songak

Masjid Pusaka Songak dibangun dengan atap daun alang alang dan masih dipertahankan hingga saat ini. sejak dibangun tahun 1308 Miladiyah masjid ini baru dilakukan perbaikan bagian atapnya pada tahun 1499 Miladiyah. Perbaikan berikutnya dilakukan tahun 1549 Miladiyah, kemudian secara rutin dilakukan perbaikan atap setiap kurun waktu 25 tahun. Tahun 1719 wilayah Songak yang merupakan bagian dari kerajaan Purwa Dadi, jatuh ke dalam kekuasaan Anak Agung dari kerajaan Karang Asem, Bali. Masjid Pusaka Songak sepi dari aktivitas ke-agamaan secara terang terangan, masayarakat setempat bahkan tak berani menyebutnya sebagai masjid melainkan tempat ibadah atau bahkan Bale Bleq (tempat pertemuan banjar). hal tersebut berlangsung hingga penghujung abad ke 18.

Setelah peralihan penguasa barulah masjid ini kembali semarak. Sekitar tahun 1897-1899 masjid ini mulai dilengkapi dengan Kolam di halaman masjid tua ini. Kolam sebelah kiri untuk jemaah perempuan dan kolam untuk jemaah laki laki di sebelah kanan. Pembangunan tersebut bersamaan dengan pembangunan jembatan penghubung antara desa Songak dengan Desa Rumbuk. Pada masa itu juga dilakukan renovasi terhadap bangunan masjid Pusaka Songak dengan mulai digunakannya bahan bangunan semen namun tetap mempertahankan bentuk dan ukuran aslinya.

Renovasi selanjutnya dilakukan sekitar tahun 1920, saat itu desa Songak kedatangan seorang guru agama dari Darmaji Lombok Tengah yang mulai mengajak muslim Songak kembali menjalankan syariat. Muslim setempat kembali ramai sholat berjamaah di masjid Pusaka Songak.  Di masa itu juga dilakukan penggantian dinding masjid dengan dengan cetakan bata mentah  yang berukuran besar beberapa bahkan hingga berukuran 60 x 80 cm. Pengerjaan tembok ini di motori oleh Jero Kertasih (Kepala desa Songak), Papuq Candra (Penghulu Desa Songak), Papuq Delah (Sesepuh Masyarakat Songak) bersama Tuan guru dari Lopan. Kepengurusan masjid ini selanjutnya diserahkan sepenuhnya kepada penghulu desa yaitu Papuq Candra  Yang kemudian lebih di kenal dengan sebutan Papuq Pengulu sampai beliau wafat sekitar tahun 1980 dalam usia 160 tahun.

Perluasan Masjid Pusaka Songak

Di sekitar tahun 1962 di desa Songak dibangun Masjid baru yang lebih besar bernama Masjid AL-Mujahidin atas prakarsa H. Athar dan sejak tahun 1972 kegiatan peringatan hari besar Islam maupun sholat jum’at mulai dilaksanakan bergilir antara Masjid Pusaka Songak dengan masjid Al-Mujahidin. Di sepanjang tahun 1975 hingga tahun 1987 Masjid Pusaka Songak sempat mengalami perluasan ke tiga sisi bangunannya dengan ditambahkan bangunan tambahan hingga menutupi bangunan utama yang merupakan bangunan asli masjid tersebut. Penambahan bangunan disekeliling masjid asli ini seakan telah menutupi secara keseluruhan bangunan aslinya. Seluruh bangunan tambahan tersebut juga ditinggikan lantainya sama tinggi dengan bangunan asli.

Dikembalikan ke Bentuk Asli

Pada permulaan tahun 1999 masjid ini di kembalikan  seperti  bangunan semula, Dengan susah payah semua Masyarakat mengangkat kembali tanah urugan tahun 1987 secara bergotong royong menggali kembali timbunan tanah yang mengelilingi pondasi bangunan tua tersebut. Membangun kembali tembok bangunan asli yang sempat dirobohkan dan mengembalikan lagi bentuknya seperti semula. Barulah masjid tua berukuran 9 x 9 meter ini kembali kelihatan kokoh berdiri seprti yang kita saksikan sekarang ini.

Tahun 2005 halaman Masjid ini diperluas atas upaya dari Kepala desa Saifullah Aman sekaligus, bersamaan dengan diadakan nya peresmian keberadaan Makam sebengak yang diberi nama Makam Keramat Songak oleh Bupati Lombok timur pada Saat itu di pegang oleh Hajji Ali Bin Dahlan, yang terkenal dengan sebutan Ali Bd. Sedangkan perluasan halaman di sebelah selatan Masjid di  laksanakan  pada ahir tahun 2007, dan dilanjutkan  di bagian utara pada pertengahan tahun 2009.***

Baca Juga



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Dilarang berkomentar berbau SARA