Masjid Al-Falah atau lebih dikenal sebagai masjid Pusaka di desa Songak |
Masjid Pusaka Songak, adalah masjid tua suku sasak yang
berada di Desa Songak, kabupaten Lombok Timur, Provinsi Nusa Tenggara Barat
(NTB). Masjid ini sebenarnya bernama Masjid Al-Falah namun lebih dikenal dengan
nama Masjid Pusaka. Desa Songak secara tradisi turun temurun hingga kini
merupakan masyarakat muslim yang menjunjung tinggi ajaran agama Islam dalam
kehidupan mereka. Masjid merupakan salah satu elemen yang teramat penting dalam
kehidupan masyarakat Songak yang menurut cerita turut merupakan keturunan dari
Raja Selaparang dan Bayan.
Konon, masjid ini dibangun ditempat yang dulunya
merupakan tempat bertemunya para wali yang dikemudian hari dibangun masjid
sebagai penanda tempat tersebut. Menurut tradisi setempat, Masjid pusaka Songak
dibangun sekitar tahun 1309 Miladiyah oleh sembilan orang tokoh yang dikenal
dengan nama Ki Sanga Pati. Sebelum kedatangan sembilan orang tersebut, desa Songak
telah lama menjadi kota hantu tak berpenghuni karena ditinggalkan seluruh
penduduknya yang tidak betah lagi tinggal disana akibat di cap sebagai
masyarakat Leak.
Sekitar tahun 1299 sembilan orang tokoh tersebut tiba di
desa Songak yang sudah tak berpenghuni dan menetap disana. Mereka sengaja
datang dan menetap ke desa Songak untuk menyepi dari keramaian. Setelah
bertahun tahun tinggal disana baru kemudian masyarakat di luar wilayah desa itu
mengetahui keberadaan mereka dan berangsur kembali tinggal di desa Songak. Nama
Songak bagi nama desa ini, konon juga berasal dari kata Sanga pada nama Ki
Sanga Pati yang membuka kembali desa itu dengan membawa ajaran Islam, setelah
begitu lama ditinggalkan para penghuninya.
Tradisi
Masjid Pusaka Songak
Masjid ini diyakini oleh Masyarakat Songak
sebagai tempat penyimpanan semua kekayaan Datu Selaparang I. Masjid ini oleh Masyarakat
Songak dahulu dijadikan
sebagai ajang pertahanan dari serangan musuh perorangan maupun berkelompok.
Pada jaman
dahulu, mereka yang akan berangkat berperang akan berkumpul di masjid ini untuk
berdoa bersama dipimpin oleh pemimpin mereka, setelah berdoa di masjid ini
barulah mereka berangkat berperang. Tradisi tersebut disebut dengan tradisi
Mangkat. Selain tradisi Mangkat,
tradisi lainnya yang diselenggarakan di masjid ini adalah tradisi tahunan pengesahan minyak Ki Sanga Pati yang sekarang terkenal
dengan Minyak Songak. Tradisi ini
diselenggarakan
setiap tanggal 12 Rabi’ul Awwal, sebagai bagian
dari Ritual Mulut Adat atau peringatan
Maulid Nabi Muhammad S.A.W.
Selain tradisi tradisi tersebut masih ada tradisi Ritual
Bubur Putiq disetiap bulan Muharram (awal tahun Hijriah) pada tanggal 5 atau
tanggal 10 atau paling lambat tanggal 15 Muharram setiap tahunnya. Kemudian disetiap
bulan Safar diselenggarakan tradisi Ritual Bubur Beaq, yang kemudian
dilanjutkan pada bulan berikutnya dengan penyelenggaraan ritual Mulut Adat
seperti telah disebutkan sebelumnya. Hampir sepanjang tahun Masjid Pusaka
Songak ini ramai dengan berbagai macam ritual tradisi kecuali tiga bulan yang
disebut sebagai Bulan Suwung masjid ini sepi dari aktivitas selain aktivitas
rutin sholat wajib lima waktu dan sholat Jum’at.
Masjid Pusaka Songak saat ini |
Perkembangan
Masjid Pusaka Songak
Masjid Pusaka Songak dibangun dengan atap daun alang
alang dan masih dipertahankan hingga saat ini. sejak dibangun tahun 1308
Miladiyah masjid ini baru dilakukan perbaikan bagian atapnya pada tahun 1499
Miladiyah. Perbaikan berikutnya dilakukan tahun 1549 Miladiyah, kemudian secara
rutin dilakukan perbaikan atap setiap kurun waktu 25 tahun. Tahun 1719 wilayah
Songak yang merupakan bagian dari kerajaan Purwa Dadi, jatuh ke dalam kekuasaan
Anak Agung dari kerajaan Karang Asem, Bali. Masjid Pusaka Songak sepi dari
aktivitas ke-agamaan secara terang terangan, masayarakat setempat bahkan tak
berani menyebutnya sebagai masjid melainkan tempat ibadah atau bahkan Bale Bleq
(tempat pertemuan banjar). hal tersebut berlangsung hingga penghujung abad ke
18.
Setelah peralihan penguasa barulah masjid ini kembali semarak.
Sekitar tahun 1897-1899
masjid ini mulai dilengkapi dengan Kolam di halaman masjid tua ini. Kolam sebelah
kiri untuk jemaah perempuan dan kolam untuk jemaah laki laki di sebelah kanan.
Pembangunan tersebut bersamaan dengan pembangunan jembatan penghubung antara
desa Songak dengan Desa Rumbuk. Pada masa itu juga dilakukan renovasi terhadap
bangunan masjid Pusaka Songak dengan mulai digunakannya bahan bangunan semen
namun tetap mempertahankan bentuk dan ukuran aslinya.
Renovasi selanjutnya dilakukan sekitar tahun 1920, saat
itu desa Songak kedatangan seorang guru agama dari Darmaji Lombok Tengah yang
mulai mengajak muslim Songak kembali menjalankan syariat. Muslim setempat
kembali ramai sholat berjamaah di masjid Pusaka Songak. Di masa itu juga dilakukan penggantian
dinding masjid dengan dengan
cetakan bata mentah yang berukuran besar
beberapa
bahkan hingga berukuran 60 x 80 cm. Pengerjaan tembok ini di
motori oleh Jero
Kertasih (Kepala desa Songak), Papuq
Candra (Penghulu Desa Songak), Papuq Delah (Sesepuh
Masyarakat Songak)
bersama Tuan guru dari Lopan. Kepengurusan masjid ini selanjutnya diserahkan sepenuhnya kepada
penghulu desa yaitu Papuq Candra Yang
kemudian lebih di kenal dengan sebutan Papuq Pengulu sampai beliau wafat sekitar tahun 1980 dalam
usia 160 tahun.
Perluasan
Masjid Pusaka Songak
Di sekitar tahun 1962 di desa Songak dibangun Masjid baru
yang lebih besar bernama Masjid AL-Mujahidin atas prakarsa H. Athar dan sejak
tahun 1972 kegiatan peringatan hari besar Islam maupun sholat jum’at mulai
dilaksanakan bergilir antara Masjid Pusaka Songak dengan masjid Al-Mujahidin.
Di sepanjang tahun 1975 hingga tahun 1987 Masjid Pusaka Songak sempat mengalami
perluasan ke tiga sisi bangunannya dengan ditambahkan bangunan tambahan hingga
menutupi bangunan utama yang merupakan bangunan asli masjid tersebut.
Penambahan bangunan disekeliling masjid asli ini seakan telah menutupi secara
keseluruhan bangunan aslinya. Seluruh bangunan tambahan tersebut juga
ditinggikan lantainya sama tinggi dengan bangunan asli.
Dikembalikan
ke Bentuk Asli
Pada
permulaan tahun 1999 masjid ini di kembalikan
seperti bangunan semula, Dengan susah payah semua
Masyarakat mengangkat kembali tanah urugan tahun
1987
secara bergotong royong menggali
kembali
timbunan tanah
yang mengelilingi pondasi bangunan tua tersebut.
Membangun
kembali tembok bangunan asli yang sempat dirobohkan dan mengembalikan lagi
bentuknya seperti semula. Barulah
masjid tua berukuran 9 x 9 meter ini
kembali kelihatan kokoh berdiri seprti yang kita saksikan sekarang ini.
Tahun
2005 halaman Masjid ini diperluas atas upaya dari Kepala desa Saifullah Aman
sekaligus, bersamaan dengan diadakan nya peresmian keberadaan Makam sebengak
yang diberi nama Makam Keramat
Songak oleh Bupati Lombok
timur pada Saat itu di pegang oleh Hajji Ali Bin Dahlan, yang terkenal dengan sebutan
Ali Bd. Sedangkan
perluasan halaman di sebelah selatan Masjid di
laksanakan pada ahir tahun 2007,
dan dilanjutkan di bagian utara pada
pertengahan tahun 2009.***
Baca
Juga
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Dilarang berkomentar berbau SARA