Terhimpit diantara rumah rumah penduduk di kawasan jalan Hasanudin kampung Kajanan, Singaraja, Bali. Masjid Keramat Kuno Singaraja berdiri menjadi saksi sejarah eksistensi Islam disana. |
Singaraja adalah kota kecamatan
yang merupakan ibukota kabupaten Buleleng di pesisir utara pulau Bali. Seperti
halanya wilayah Bali lainnya, mayoritas masyarakat Singaraja dan kabupaten
Buleleng merupakan pemeluk agama Hindu. Meski demikian cukup banyak pemeluk
Islam di Singaraja dan wilayah kabupaten Buleleng lainnya. tak terlalu sulit
untuk menemukan masjid atau mushola di Buleleng.
Islam sudah masuk dan berkembang
di wilayah Buleleng sejak Buleleng masih berstatus sebagai sebuah kerajaan jauh
sebelum terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Di Singaraja terdapat
sebuah masjid tua yang dikenal sebagai “Masjid Keramat Kuno Singaraja” yang
berada di Kampung Kajanan, Singaraja. Dari tahun pembangunannya masjid ini
merupakan bangunan masjid tertua di kabupaten Buleleng bahkan mungkin di
seluruh Provinsi Bali.
Lokasi masjid ini kini
dikelilingi rumah penduduk yang sangat padat. Bahkan jalan masuknya hanya
berupa sebuah gang kecil yang cukup untuk pejalan kak dan jalan satu sepeda
motor. Masjid tua yang disebut sebagai masjid Keramat atau Masjid Kuna ini
masih terawat hingga kini dan menjadi saksi semangat dan kearifan para pendiri
masjid dan Takmir masjid ini pada jaman dahulu di tengah kehidupan sebagai
pemeluk agama minoritas.
Masjid Keramat Singaraja
JL. Hasanudin, Buleleng, Kec.
Buleleng
Kabupaten Buleleng, Bali 81113
Indonesia
Sejarah Masjid Keramat Kuno Singaraja
Agak sulit untuk memastikan kapan
dan oleh siapa Masjid Keramat Kuno Singaraja ini pertama kali dibangun. Dari
cerita tutur muslim setempat disebutkan bahwa pada tahun 1654 masyarakat muslim
yang awalnya tinggal di sekitar pelabuhan Buleleng di pesisir utara Pulau
Dewata, memilih untuk pindah dari kampung mereka ke wilayah yang lebih ke
daratan dan lebih Ngajanan (ke-selatan) akibat abrasi air laut yang terus
mengikis perkampungan mereka di sekitar pelabuhan.
Di daerah baru yang masih berupa
semak belukar itu masyarakat bersama sama membuka dan membersihkan lahan
pemukiman di samping Sungai Tukad Mungga, dan kemudian menemukan satu bangunan
segi empat berukuran 15 kali 15 meter persegi ditopang dengan empat tiang dari
pohon kelapa dan beratap meru yang diduga adalah sebuah masjid, karena di dalam
bangunan tersebut terdapat sebuah mimbar masjid yang diukir dengan ornamen khas
Bali. Warga berkesimpulan bangunan ini adalah masjid. Hanya saja bangunan awal
itu tak diketahui pasti siapa yang membangunnya.
Sejak ditemukan masyarakat muslim
kampung Kajanan sudah “menggunakan kembali’ masjid tersebut dan menyebutnya
sebagai “Masjid Keramat Kuna”, seperti nama yang kini tertulis di tembok masjid
ini dalam hurup arab gundul. Meski di gapura masjid yang mengarah ke Jalan
Hasanudin hanya ditulis dengan nama Masjid Kuna Singaraja saja tanpa kata
Kramat.
Ditulis dengan hurup Arab "Masjid Kramat Kuna", namun tak ada nama resmi dengan bahasa arab seperti kebanyakan masjid lainnya. |
Masjid ini cukup unik. Dari sisi
seni arsitekturnya menggambarkan visualisasi flora sebagai bentuk kedamaian dan
kekayaan Pulau Bali. Seni pahatan pada ukiran ornamennya juga memperlihatkan
ciri khas seni pahat Bali Utara. Masjid Kuno ditopang oleh empat kayu pohon
kelapa sebagai penyangga yang kemudian direnovasi dengan melakukan penebalan
pada tiang-tiangnya. Empat tiang utama sebagai Soko Guru merupakan wujud dari
banyaknya pohon kelapa yang tumbuh di pesisir Tukad Buleleng yang berada tepat
di belakang Masjid Kuno.
Selain keunikan bangunan dan
nilai sejarahnya, Masjid Kuno terkenal sebagai tempat untuk melakukan sumpah
jika terjadi perselisihan antar warga sekitar. Masjid Kuno yang dikenal sebagai
Masjid Keramat juga memiliki kolam sebagai tempat wudlu yang dulunya digunakan
untuk ritual sumpah. Karena dinilai angker, kolam tersebut ditutup dan kini
dijadikan bangunan SD N 1 Kampung Kajanan.
Meski sebagian bangunan telah
direnovasi dengan dinding dari kapur dan tiang tanpa beton ini, namun ornamen
Bali tetap terjaga baik. Masjid kuno ini juga menyisakan relief asal Persia.
Warga menduga bangunan yang ditemukan ini dibangun para Wali. Mengingat, Pantai
Utara Bali sangat dekat dengan Pulau Jawa.
mimbar kuno yang sudah ada sejak pertama kali masjid ditemukan |
Mimbar Masjid Kuno/ Keramat.
Tepat di depan mimbar terdapat sebuah tongkat yang biasanya akan dibawa seorang
khatib sholat Jum’at. Pelaksanaan sholat Jum’at di sini menggunakan dua kali
adzan mirip dengan tradisi Nahdlatul Ulama (NU). Di sebelah utara mimbar
terdapat pintu kecil..
Masjid Keramat Kuno Dan Mushaf Al-Qur’an Tertua
Menurut Dr. Sugianto, seorang
peneliti budaya Bali Utara dan juga penemu kitab suci Al-Qur'an tertua di
Indonesia, menyatakan bahwa masjid Kramat Kuno Singaraja mempunyai peranan yang
sangat besar dalam penulisan Al-Qur'an tertua di Nusantara. Lebih lanjut ia
menyatakan, besar kemngkinanan sebagian isi Al-Qur'an tertua ditulis di masjid
ini. Hal ini dapat dibuktikan dengan diketemukannya Al-Quran kuno beberapa
puluh meter dari masjid ini, dan kini disimpan di Masjid Agung Jami, Singaraja.
Al-Quran yang ditulis tangan oleh
I Gusti Ngurah Ketut Jelantik Celagi yang menyingkir dari Puri Buleleng dan
belajar di Masjid Kuno pascaperang saudara tahun 1820-an. Gusti Ngurah Ketut
Jelantik Celagi merupakan keturunan ke VI dari anak Agung Panji Sakti yang
dikenal juga sebagai Raja Buleleng / pendiri Kota Singaraja. Ngurah Jelantik
juga dikenal sebagai seorang mualaf ketika terjadi perang saudara yang kemudian
mempertemukannya dengan Muhammad Yusuf Saleh, imam masjid pertama di Singaraja.
Siapapun yang menimba ilmu pada Muhammad Yusuf Saleh, akan diwajibkan menulis
Al-Qur’an sebagai ujian akhirnya. Hal serupa juga berlaku pada Ngurah Jelantik
sekalu murid dari Yusuf Saleh.
Interior Masjid, berusaha mempertahankan bentuk aslinya meski tiang-nya kini terlihat sangat kokoh . |
Kaligrafi yang digoreskan
sangatlah rapi. Pada halaman pertama, yaitu surat Al Fatihah dan Al Baqoroh
terdapat lukisan tangan Khas Bali yang digambar langsung oleh Gusti Ngurah
Ketut Jelantik Celagi. Sampul Al-Qur’an terbuat dari kulit pohon yang umurnya
hampir sama dengan kertas yang digunakan dalam penulisan Al-Qur’an. Desain
sampul tersebut juga merupakan lukisan tangan Ngurah Jelantik yang mengikuti
pahatan khas Bali.
Inilah bukti Ngurah Jelantik
sebagai seorang mualaf keturunan Raja Buleleng yang telah mengkhatamkan Al-Qur’an.
Tulisan tangannya adalah kaligrafi yang memiliki nilai seni tinggi. Kertas yang
digunakan adalah kertas yang didatangkan langsung dari Eropa. Bahan tintanya
menggunakan bahan pewarna alami dari dedaunan lokal. Hiasannya adalah ornamen
khas Bali.
Raja Buleleng menengahi perselisihan Muslim Singaraja
Seiring dengan semakin
meningkatnya jumlah muslim di Singaraja sehingga kapasitas Masjid Keramat sudah
tidak lagi mampu untuk melayani seluruh Jemaah dari beberapa kampung Muslim di
Buleleng termasuk muslim dari Kampung Kajanan, Kampung Bugis, dan Kampung Baru,
disuratilah Anak Agung Ngurah Ketut Jelantik Polong (Raja Buleleng) dengan isi
permohonan pendirian masjid.
Raja Buleleng ternyata tidak saja
memberikan izin untuk pembangunan masjid baru tapi juga memberikan sepetak
tanah untuk pembangunan masjid baru tersebut yang kini dikenal dengan nama
Masjid Agung Jami Singaraja. Di tengah pembangunan Masjid Jami’, pernah terjadi
pertikaian saat mengalihkan pelaksanaan sholat jum’at dari Masjid Keramat menuju
Masjid Jami’. Pertikaian tersebut kemudian mendatangkan I Gusti Anglurah Ketut
Jelantik VIII beserta I Gusti Ngurah Ketut Jelantik Celagi. Raja Buleleng
kemudian memberikan Pintu Gerbang yang berada di Puri untuk dipasang sebagai
pintu gerbang masjid, juga memerintahkan tukang ukir Puri untuk membuat mimbar
masjid yang berukiran sama dengan Masjid Keramat.***
Baca Juga Masjid Agung Jamik Singaraja
Alhamdulillah masih ada masjid di kota bali
BalasHapusSalam dari kami
www.jadwalsholatjbu.com