Megah dan mewah. Kesan pertama melihat Masjid Raya Al-Mujahidin Pontianak ini. |
Kota Pontianak, ibukota Provinsi
Kalimantan Timur, kini memiliki sebuah masjid raya megah dan moderen dengan
nama Masjid Raya Mujahidin. Dinamakan Masjid Raya Muhajidin karena ingin
menandakan perjuangan. Banyak perjuangan yang dilakukan di Pontianak. Mulai
dari perjuangan kemerdekaan RI sampai perjuangan menyebarkan agama Islam di
pulau ini. Diharapkan masjid ini bisa selalu menjadi pengingat para Muslim
untuk terus aktif di kegiatan agama.
Kota Pontianak merupakan salah
satu kota tua di Indonesia dengan sejarahnya yang teramat panjang, di kota ini
pernah berdiri kesultanan Pontianak dengan salah satu warisan sejarahnya adalah
Masjid
Jami’ Sultan Syarif Abdurrahman yang merupakan masjid tertua di Kota
Pontianak dan Kalimantan Barat. Kesultanan Pontianak merupakan salah satu dari
sekian banyak kerajaan di Nusantara yang mendukung penuh kemerdekaan Republik
Indonesia dengan salah satu tokoh terkenalnya yang juga merupakan pahlawan
nasional, adalah Sultan Hamid II yang turut berkontribusi dalam merumuskan
“Garuda Pancasila” sebagai Lambang Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Alamat Masjid Agung Mujahidin
JL. A.Yani, Kec.Pontianak Selatan
Kota Pontianak, Prov.Kalimantan
Barat
Masjid Raya Muhajidin pertama kali diresmikan oleh
Presiden Soeharto pada tanggal 23 Oktober 1978 (20 Zulkaidah 1398), bertepatan
dengan ulang tahun Kota Pontianak ke 207. Dalam rangka perluasan dan peremajaan
bangunan masjid, pada November 2011 dilakukan pemugaran Masjid Raya dan
diresmikan oleh presiden Joko Widodo pada tanggal 20 Januari 2015 (29 Rabiul
Awal 1436 H).
Bangunan Megah Masjid Raya
Mujahidin Pontianak berdiri di
atas lahan seluas 4 hektar dan mampu menampung setidaknya 9 ribu Jemaah sekaligus.
Secara umum terbagi menjadi tiga bagian yakni ; Bangunan utama Masjid
berukuran 60 x 60 meter, kemudian bangunan menara utama yang dibangun terpisah
dari bangunan utama, dan area plaza berdenah segi empat yang dikelilingi
koridor panjang berada diantara bangunan utama masjid dan menara utama.
Masjid Raya Muhajidin dibangun
dengan memadukan beragam unsur arsitektur Islami dari berbagai peradaban Islam
dan dipadu dengan ornamen khas masyarakat pontianak. Bangunan utamanya dibangun
dua lantai, ruang sholat utama berada di lantai dua sedangkan lantai dasar
digunakan untuk berbagai aktivitas pendukung. Dari area plaza ada tangga besar
langsung menghubungkan ke area sholat di lantai dua.
Aerial View Masjid Raya Mujahidin Pontianak |
Kubah besar bewarna keemasan
sarat dengan mozaik khas Kalimantan di seluruh permukaan kubah dengan motif
yang indah. Dibagian ujung kubah diletakkan ornamen sederhana meruncing
sebagaimana tegaknya hurup alif. Empat buah menara menjulang di keempat penjuru
masjid dengan bentuk dan tinggi yang sama, ujung menara dilengkapi dengan kubah
bewarna ke-emasan polos tanpa ornamen. Seperti halnya pada kubah utama, di
puncak menara ini pun dilengkapi dengan ornamen yang senada dengan kubah
masjid. Bangunan masjid seperti ini mengingatkan kita pada bangunan bangunan
masjid dinasti Usmaniyah yang ditandai dengan menara menaranya yang menjulang
dan kubah kubahnya yang berukuran besar.
Disekeliling bangunan utama
dilengkapi dengan sederatan pilar pilar tinggi dan besar lengkap dengan
lengkungan lengkungan dua warna khas masjid Masjid Cordova dan Istana Alhambra
hingga masjidil Harom dan Masjid Nabawi. Motif Kalimantan sangat kental terasa
di interior masjid dengan balutan warna emas dalam setiap mozaik yang menghias
interior masjid ini. Pembangun masjid ini cukup jeli dalam memadukan beragam
unsur peradaban Islam dalam membangun masjid ini.
Masjid Raya Mujahidin Pontianak sekarang dan dulu |
Pembangunan Masjid
Agung Mujahidin Kota Pontianak
Keinginan membangun masjid begitu
besar dikalangan umat muslim pontianak berawal dari dibangunnya Masjid
Syuhada di Jogjakarta [1949] dan ditahun yang sama dibangun Masjid Al-Azhar
di Jakarta serta direncanakannya pembangunan Masjid Istiqlal oleh Bung Karno
pada awal 1950-an. Delegasi
Kalimantan mengirimkan utusannya, Achmad Mawardi Djafar, Abdur Rani Macmud,
Mohamad Akib, Hasan Koeboe, Muzani A Rani dan Azhari Djamaluddin untuk
mengikuti Kongres Muslimin Indonesia [KMI] dan bertemu dengan Mr Assat Sutan
Mudo yang saat itu menjadi pengggas dalam pembangunan Masjid
Syuhada di Jogjakarta.
Saat bertemu dengan beliau,
Mawardi Djafar dan Mohamad Akib meminta petunjuk dan pengalaman tokoh nasional
yang sempat sebagai Pejabat Presiden RI waktu itu untuk membangun Masjid serupa
di Kota Pontianak karena pada saat itu Delegasi KMI Kalimantan Barat belum
mempunyai konsep yang pasti tentang masjid besar yang akan dibangun. Kepulangan delegasi KMI ke Pontianak
pada awal tahun 1950 menambah semangat dan kerja keras untuk mewujudkan
pembangunan masjid besar di Kota Pontianak. Achmad Mawardi Djafar dan Mohamad
Akib aktif bersilaturahmi dengan para pemuka masyarakat muslim Pontianak untuk
mendapat dukungan dan doa.
Lima Menara |
Berawal dari Seribu
Rupiah
Empat tahun sudah pembangunan
masjid besar direncanakan, dan pada hari Jumat, 2 Oktober 1953 tokoh muslim
terkemuka seperti Mr Sjafruddin Prawiranegara, Mohamad Natsir, Syamsurizal,
Buya Hamka dan Anwar Tjokroaminoto mengukuhkan dan Membentuk Yayasan Mujahidin
dengan para pengurus H Achmad Mashur Thahir [pengusaha terkemuka], Mohamad Saad
Karim [Kepala Kantor Urusan Agama Kabupaten Pontianak], Merah Kesuma Indra
Mahyuddin [pengusaha terkemuka], Achmad Mawardi Djafar [Koordinator Penerangan
Agama Daerah Kalimantan Barat], Gulam Abas [pengusaha] dan Mohamad H Husein
[pengusaha] dikukuhkan dalam Akta Notaris.
Keenam Tokoh tersebut berbekal
modal tunai 1000 [seribu rupiah] dalam merintis pembangunan rumah ibadah yang
akan diberinama Masjid Mujahidin yang termaktub dalam Pasal 3 Akta Notaris
tersebut dimana tujuan didirikannya Yayasan Mujahidin tersebut dalam Tujuan dan
Usaha diuraikan bahwa: “…. Tujuan Mutlak Yayasan ini, ialah mendirikan sebuah
Masjid di Kota Pontianak yang akan diberi nama Masjid Mujahidin…” Para pengurus berusaha mengembangkan
modal 1000 yang tersimpan di BRI Pontianak dengan cara membuka kotak amal bagi
masyarakat yang akan menyumbang dana, subsidi pemerintah dan penerimaan lainnya
yang dianggap halal.
Ekterior Masjid Raya Mujahidin Pontianak |
Kepengurusan Pertamakalinya
Yayasan Mujahidin yang terbentuk pada tanggal 2 Oktober 1953 yang terdiri dari
dua orang penasehat, masing-masing Residen Koordinator Kalimantan Barat dan
Walikota Besar Pontianak. Komisi Pengawas terdiri dari Raden Djenal Asikin
Judadibrata [Residen Koordinator Kalimantan Barat] dan Raden Soedjarwo [Bupati
Kabupaten Pontianak di Pontianak]. Badan Pengurus terdiri dari H Achmad Manshur
Thahir [Ketua Umum], Mayor TNI Aminuddin Hamzah [Ketua I], Mohammad Saad [Ketua
II], Merah Kesuma Indra Mahjuddin [Penulis I], Achmad Mawardi Djafar [Penulis
II], Gulam Abas [Bendahara I] dan Mohammad H Husein [Bendahara II]. Selaku
penandatangan akta notaris, mewakili para penghadap lainnya, masing-masing H
Achmad Manshur Thahir, Mohamad Saad Karim, Merah Kesuma Indra Mahyuddin, Achmad
Mawardi Djafar, Gulam Abas dan Mohamad H Husein.
Dipilihnya nama Mujahidin
Dipilihnya nama Mujahidin untuk
yayasan dan masjid yang dirintis tersebut, diusulkan oleh Achmad Mawardi
Djafar, dengan pemikiran mengabadikan perjuangan kaum muslim dalam kancah
kolektif mempersembahkan kemerdekaan Indonesia, khususnya di Kalimantan Barat.
Mereka maksudkan, Mujahidin sebagai monumen perjuangan ummat. Dan para
penggagas yayasan ini sendiri notabene adalah pelaku sejarah di daerah ini,
khususnya Achmad Mawardi Djafar dan H Achmad Manshur Thahir.
Interior Masjid Raya Mujahidin Pontianak |
Setelah terbentuknya yayasan
tersebut, tidklah berarti segala kesulitan teratasi dalam rangka membangun
masjid yang diidamkan. Sebab, membangun masjid modern untuk ukuran zamannya di
Pontianak ketika itu, bukan perkara yang mudah. Berbagai usaha segera
dijalankan. Dengan faktor minimnya pendanaan, hingga dari waktu ke waktu,
masjid yang digagas inipun belum juga kunjung didirikan. Namun, Yayasan
Mujahidin berusaha semaksimal mungkin sesuai tujuan semulanya.
Perjalanan waktu, delapan tahun
kemudian, pada 7 September 1961, diadakan pembaharuan kepengurusan Yayasan
Mujahidin. Ini dimaksudkan untuk mempercepat pencapaian tujuan semula,
membangun masjid modern di tengah Kota Pontianak. Dalam kepengurusan yang
diperbaharui itu, terdiri dari tiga Penasehat: Pangdam XII Tanjungpura Brigjen
Soedarmo, Wakil Gubernur Kalimantan Barat Letkol Iwan Soepardi dan Walikota
Kepala Daerah Kotapraja Pontianak HA Muis Amin. Komisi Pengawas masing-masing
Raden Djenal Asikin Joedadibrata, Mohammad Akib dan H Abdussjukur Ketua DPR
Daswati II Kalimantan Barat. Badan Pengurus masing-masing Ketua Umum H Achmad
Manshur Thahir, Ketua I Andi Odang, Ketua II Ardan, Sekretaris I Muzani A Rani,
Sekretaris II Achmad Mawardi Djafar, Bendahara I Merah Kesuma Indra Mahjudin
dan Bendahara II Hasnul Kabri. Anggota terdiri dari Burhanuddin, Mohamad Saad
Karim, HM Saleh HA Thalib, Andi Jusuf, Saiyan Tiong, M Soedarjo, Aliaswat Saleh
dan Mohamad H Husein.
Dari sudut yang lain |
Kepengurusan baru ini berusaha
mensinergikan secara optimal keberadaan mereka untuk mencapai tujuan semula.
Namun, malapetaka sejarah terjadi, beberapa di antara pengurus baru ini
tertimpa musibah kezaliman Partai Komunis Indonesia [PKI], akibatnya mereka ini
dinon-aktifkan. Kondisi itu, bersamaan dibubarkannya Partai Masyumi, di mana
aktifis Yayasan Mujahidin serupa Achmad Mawardi Djafar dan Muzani A Rani adalah
dua tokoh utama Masyumi di Kalimantan Barat. Mawardi Djafar anggota DPR Daswati
I Kalimantan Barat dari Fraksi Masyumi dan Muzani A Rani anggota Konstituante
wakil Masyumi dari Kalimantan Barat. Namun, kelahiran Orde Baru memberikan perubahan
tatanan kenegaraan, dan mereka pun kembali beraktifitas di tengah masyarakat.
Selanjutnya, ketika Gubernur
Kalimantan Barat dijabat Kol Kadarusno, kepengurusan yayasan mengalami
perubahan untuk kedua kalinya. Dua orang tokoh pemuka masyarakat muslim Kalimantan
Barat, Achmad Mawardi Djafar dan A Muin Idris, diberi mandat oleh yayasan pada
18 Januari 1975 untuk mewakili Yayasan Mujahidin untuk melakukan pembaharuan
kepengurusan serta mempertegas maksud dan tujuan dari yayasan ini. Maka, pada
Kamis 29 Februari 1975, dengan Akta Nomor 40 Notaris Mohamad Damiri di
Pontianak, terbit Akta Perubahan Yayasan Mujahidin. Dan di bawah kepemimpinan
Gubernur Kadarusno, pembangunan wujud fisik masjid dilaksanakan secara
intensif.
Ribuan jemaah memadati masjid Raya Mujahidin Pontianak hingga ke plaza tengah. |
Kepengurusan baru terdiri Ketua
Umum Kadarusno, Ketua I Mohamad Barir SH, Ketua II H Achmad Manshur Thahir,
Sekretaris I Achmad Mawardi Djafar, Sekretaris II Drs Noor Ismail, Bendahara
Drs Nurdin. Pembantu Hasnul Kabri, HM Saleh H Thalib, Saiyan Tiong, Aliaswat
Saleh, Muhamad Ali As SH, A Muis Amin, HM Jusuf Sjuib, A Muin Idris, HM Syah
Bakie SE, Ir Daeng Arifin Hadi, Ir Said Djafar dan HA Hamid Lahir.
Pada tanggal 23 Oktober 1978 (20
Zulkaidah 1398), bertepatan dengan ulang tahun Kota Pontianak ke 207, Masjid Raya Mujahidin Pontianak diresmikan oleh Presiden
Soeharto. Dan 37 tahun setelah
itu Masjid Raya Mujahidin Pontianak dipugar total ke bentuknya yang megah mewah
saat ini dan diresmikan oleh Presiden Joko Widodo pada tanggal 20
Januari 2015 (29 Rabiul Awal 1436 H), setelah mengalami pemugaran yang dilaksanakan sejak bulan November
2011.
Dalam acara tersebut, Presiden
yang didampingi Ibu Negara melakukan peninjauan kesejumlah bagian Masjid Raya
Mujahidin. Ikut hadir dalam peresmian tersebut, antara lain: Sekretaris Kabinet
(Andi Wijayanto), Wakil Ketua MPR yang juga Ketua Umum Pembangunan (Oesman
Sapta Odang), Wakil Ketua MPR (Hidayat Nurwahid), Anggota Dewan Pertimbangan Presiden
(Sidharta Danusubroto), Kepala BIN (Maciano Norman), Gubernur Kalimantan Barat
(Drs. Cornelis, M.H), Walikota Pontianak (H. Sutarmidji), Jajaran MUSPIDA serta
masyarakat umum. Kedatangan Presiden di Kota Pontianak ini juga disambut dengan
tradisi tepung tawar, yang merupakan tradisi khas masyarakat Melayu Pontianak.***
--------------
Baca Juga
aw keren
BalasHapusarti menara nya ad gk ya
BalasHapus