Grande Mosquée de Poitiers atau Masjid Agung kota Poiters ini merupakan
masjid pertama yang dibangun di Poiters sebagai sebuah bangunan yang memang
sejak awal dibangun sebagai masjid. Sampai tahun 2012, bangunan masjid ini
masih dalam tahap pengerjaan ahir. Kota Poitiers juga dikenal sebagai kota pelajar-nya
Prancis, di kota ini mahasiswa dari berbagai negara datang untuk menimba ilmu
di berbagai universitas dan perguruan tinggi disana termasuk mahasiswa dari
benua Afrika dan negara negara berpenduduk mayoritas muslim.
Kelompok mahasiswa ini kemudian
bergabung dengan komunitas muslim yang ada di kota Poiters bersama sama
membangun sebuah masjid transisi dari sebuah bekas bangunan klab malam yang
kemudian dialihfungsi sementara sebagai masjid sembari menunggu pembangunan
masjid Poiters selesai dibangun di tahun 2013.
Grande Mosquée de Poitiers
Rue de la Vincenderie
Poitiers, Aquitaine-Limousin-Poitou-Charentes
86000 Poitiers, Prancis
Masjid s atu ini adalah salah
satu masjid di negara Perancis, pada tanggal 24 Oktober 2012 yang lalu sempat
menjadi perhatian dunia internasional. Sekelompok orang berjumlah 60 orang dari
kelompok ekstrim sayap kanan Prancis, menyerbu dan mengambil alih masjid ini
secara paksa yang saat ini sedang dalam tahapan ahir pembangunannya sebagai
aksi protes atas pengaruh Islam di negara tersebut. Tindakan yang secara luas
mendapatkan kecaman keras dari para politikus dan muslim dunia.
Merujuk kepada media Prancis
mereka menyebut diri mereka sendiri sebagai “Generation Identity” menguasai
masjid tersebut yang berada di kawasan sub urban kota Potiers, sebelah barat
Prancis sekitar pukul 6 pagi. Mereka memanjat tembok masjid hingga ke atap
kemudian membentangkan spanduk bertuliskan “732 generation identity” merujuk
kepada angka tahun 734 manakala Charles Martel maju menghadapi serbuan tentara
Islam di sebelah utara kota Poitiers. Kelompok ini dengan tegas menyatakan
sikapnya di situs resmi milik mereka dengan pernyataan :
“kami tidak menginginkan ada
imigran lagi dari luar Eropa atau pembangunan masjid baru di tanah Prancis”.
Pendudukan Masjid Agung Poiters oleh kelompok ektrim sayap kanan Prancis |
Selain merekam aksi mereka, kelompok
ektrimis ini juga mengeluarkan pernyataan melalui akun medsos Tweeter mereka
menyatakan bahwa mereka tidak akan pergi dari masjid yang mereka kuasai kecuali
bila dikeluarkan paksa oleh pihak berwenang. Namun ternyata mereka telah
meninggalkan masjid tersebut pada sekitar pukul 1 siang setelah tercapai
kesepakatan dengan pihak kepolisian namun demikian tiga orang dari kelompok ini
ditahan polisi.
Dari dalam negeri Prancis
sendiri, kelompok ini mendapatkan kecaman keras dari berbagai kalangan, tak
kurang dari kalangan pemerintahnya sendiri yang kini di kuasai oleh partai
Sosialis dan partai Komunis menyerukan pembubaran kelompok Generation Identity.
Sedangkan dari pihak otoritas kota Poitiers akan memberikan sanksi keras
terhadap kelompok tersebut dengan tuduhan telah melakukan tindakan protes
secara tidak sah dan tindakan kebencian rasial.
Interior masjid dengan kesibukan persiapan Iftar jama'i atau Bukber (buka puasa bersama) |
Menteri dalam negeri Prancis Manuel
Valls menyebut aksi itu sebagai sebuah tindakan provokasi kebencian, sementara
Perdana Menteri Prancis Jean-Marc Ayrault, dengan keras mengecam tindakan
tersebut dan menyebutnya sebagai tindakan melawan pemerintah dan tatanan nilai
Prancis.
Kelompok muslim Prancis
menyatakan sangat terkejut dan sangat marah atas aksi pendudukan tersebut.
Dewan Muslim Prancis (CFCM) menyatakan tindakan tersebut sebagai tindakan liar
dan merusak tatanan kerukunan beragama di Prancis. Tindakan tersebut merupakan
tindakan pertama yang pernah terjadi sepanjang sejarah Prancis.
Tanggal 24 Oktober memang
memiliki arti sejarah bagi Prancis, ditanggal tersebut pada tahun 732 pasukan
Prancis dibawah pimpinan Charles Martel berjibaku membendung serbuan pasukan
Islam di Poiters. Peritiwa tersebut yang justru dijadikan rujukan oleh kelompok
Ektrimis ini untuk melakukan aksinya.
--------------------
Baca Juga
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Dilarang berkomentar berbau SARA