Halaman

Senin, 05 September 2016

Masjid Raya Syahabuddin Siak Sri Indrapura

Warisan Sultan Siak Sri Indrapura. Masjid Syahabuddin merupakan masjid kabupaten sekaligus masjid bersejarah peninggalan kesultanan Siak Sri Indrapura di kota Siak

Masjid Syahabuddin merupakan masjid tertua di kota Siak Sri Indrapura, ibukota kabupaten Siak di Provinsi Riau, masjid ini merupakan warisan dari Kesultanan Siak yang dibangun semasa kekuasaan Sultan Siak ke-12, Sultan Syarif Kasim II. Sehingga masjid ini sering dikenal masyarakat dengan sebutan Masjid Sultan Siak. Pasa masa kejayaan kesultanan Siak Sri Indrapura Masjid ini menjadi salah satu pusat pengkajian Islam terbesar di Asia Tenggara.

Sampai kini masjid tersebut masih menjadi tempat ibadah warga kota Siak. Apa lagi masjid ini dilengkapi fasilitas pendingin udara AC yang membuat ruangan masjid bertambah sejuk. Selama bulan Ramadan pun banyak masyarakat yang menjatuhkan pilihannya untuk melaksanakan salat fardu maupun sunah di masjid ini. Selain itu, di sebelah masjid juga terdapat makam sultan.

Megah dalam balutan warna kuning khas melayu dengan sedikit sentuhan warna hijau

Selain menjadi tempat beribadah, masjid tersebut juga dijadikan lokasi wisata riligi. Berbagai tamu wisata baik lokal maupun mancanegara sering singgah barang sejenak di masjid ini. Diantara wisatawan lain, pengunjung dari negeri jiran Malaysia yang paling banyak mengunjungi masjid ini. Karena memang Kesultanan Siak pada mulanya berawal dari Kesultanan Johor di Malaysia.

Lokasi Masjid Syhabuddin Siak

Jl. Sultan Ismail Kota Siak Sri Indrapura
Kabupaten Siak, Provinsi Riau, Indonesia



Masjid Syahabuddin terletak di Jl Sultan Ismail, tepat di persimpangan dengan ruas jalan Datuk Pesisir di kota Siak yang berjarak sekitar 30 meter dari bibir sungai Siak. Masjid berwarna kuning dengan polesan cat hijau dibeberapa tiang penyangganyanya ini dikelilingi rerumputan hijau yang menambah keindahan tersendiri. Ada dua bangunan megah dalam komplek masjid ini, yakni bangunan Masjid Syahabuddin dan bangunan kedua yang mirip dengan bangunan masjid modern dengan kubah bawang merupakan bangunan komplek pemakaman raja raja Siak, keluarga dan kerabatnya.

Kehadiran masjid ini tidak hanya sekedar menjadi tempat ibadah semata. Sejak dulu, Masjid Syhabuddin menjadi pusat pendidikan islam terbesar di Asia Tenggara. Pada waktu itu, Sultan mendatangkan guru-guru islam dari tanah Arab. Sejarah membuktikan, kerajaan Siak tempo dulu merupakan pusat pendidikan Islam terbesar di Asia Tenggara. Banyak negara sahabat seperti Malaysia, Filipina, dan Thailand belajar pendidikan Islam di Kesultanan Siak.

Teras Masjid Syahabuddin

Asal Muasal Nama Syahabuddin

Nama masjid Syahabudin diambil dari nama suku Syahad dari keturunan Sultan Kerajaan Siak yang berasal dari Arab, mulai dari Sultan ke-2 yaitu Sultan Muhammad Ali. Sumber yang lain mengatakan bahwa Nama masjid ini diambil dari nama imam Sayyid Osman Syahabuddin. Adapula yang mengartikan nama Masjid ini sebagai perpaduan dari dua kata “syah” yang berarti penguasa dan “Addin” yang berarti agama.

Sejarah Masjid Syahabuddin

Masjid Syahabudin yang pertama terletak di Jalan Syarif Kasim dibangun tahun 1302 Hijriah bertepatan dengan tahun 1882 Miladiah, berdekatan dengan istana kesultanan. Bangunan fisiknya terbuat dari kayu, di dalamnya terdapat mimbar yang berukir dari Jepang. Kemudian masjid Syahabudin dipindahkan secara permanen pembangunannya ke Jalan Sultan Ismail di tepi Sungai Siak, berjarak lebih kurang 300 M dari istana As Seraya Hasniliyah Siak.

Masjid Syahabuddin dari jalan Sultan Syarif Khasim

Masjid Syahabudin didirikan oleh Sultan yang ke-12 bernama Sultan Assayyidis Syarif Kasim Abdul Jalil Syaefudin (Sultan Syarif Qasim II), dimulai pada tahun 1927 dan selesai dibangun pada tahun 1935. Dana pembangunan masjid tersebut berasal dari dana kerajaan dan partisipasi masyarakat Siak. Dalam pelaksanaan pembangunan masjid, untuk menimbun tanah khususnya pondasi masjid dilakukan secara gotong-royong oleh kaum ibu pada malam hari, mengingat masa itu masih berlaku Adat Pingitan bagi kaum wanita (pada masa Pemerintahan Sultan Syarif Qasim II).

Untuk menjadi imam pada masa itu persyaratannya telah lulus tes oleh Qodi Siak di zaman Sultan pada masa itu. Kepengurusan Masjid Syahabudin dikoordinir oleh Sultan Siak, karena itu yang menjadi imam dan khatib digaji oleh Sultan Siak. Diantara mereka adalah: H. Abdul Wahid, Tuan Lebay Abdul Muthalib, dan Imam Suhel.

Kemudian pada tahun 1945 setelah Indonesia merdeka, seluruh aset kerajaan diserahkan kepada Pemerintah Republik Indonesia, sehingga masjid tersebut dijadikan masjid kecamatan. Dengan adanya pemekaran wilayah di Provinsi Riau, Siak menjadi kabupaten, maka masjid itupun naik status menjadi masjid kabupaten. Dengan demikian, selain bersatus sebagai masjid kabupaten, masjid ini juga menjadi masjid bersejarah. (Bersambung ke bagian 2).

Baca Juga


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Dilarang berkomentar berbau SARA