Halaman

Minggu, 04 September 2016

Masjid Jamiatul Khair Kraton Amantubillah – Mempawah

Kokoh di tepi Sungai Mempawah. Dibangun di masa kekuasaan kesultanan Mempawah, Masjid Jamiatul Khair masih kokoh berdiri hingga hari ini menjadi saksi sejarah perkembangan Islam di Kabupaten Mempawah.

Masjid Jamiatul Khair merupakan salah satu masjid tua di Kalimantan Barat, masjid Jamiatul Khoir merupakan masjid kerajaan dari Kesultanan Mempawah di Kabupaten Pontianak provinsi Kalimantan Barat. Pertama kali dibangun pada tahun 1906 oleh Panebahan Mempawah Mohammad Atufik Akamaddin. Lokasi Masjid Jamiatul Khair tak jauh dari Keraton Amantubillah kesultanan Mempawah. Bersama dengan Keraton Amantubillah, Masjid Jamiatul Khair menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan yang berkunjung ke Mempawah.

Lokasi Masjid Jamiatul Khair

Masjid Jamiatul Khair berdiri di tepian sungai Mempawah. Ditempatkan di pinggir sungai supaya memudahkan masyarakat menuju masjid, karena pada saat itu sungai dijadikan jalur transportasi utama untuk aktivitas masyarakat. Belum ada pembangunan jalan raya dan lainnya. Lokasi masjid ini juga tidak jauh dari Istana Amantubillah yang merupakan Istana Kerajaan Mempawah.

Masjid Jamiatul Khair
Kampung Pedalaman Kecamatan Mempawah Timur
Kabupaten Mempawah, Propinsi Kalimantan Barat
Indonesia


Tentang Mempawah

Kabupaten Mempawah merupakan salah satu kabupaten di propinsi Kalimantan Barat dengan julukan Bumi Galahherang. Sampai tahun 2014 kabupaten ini masih bernama Kabupaten Pontianak, kemudian diganti dengan nama Kabupaten Mempawah untuk membedakannya dengan Kota Pontianak, dan dari sisi sejarah, Nama mempawah merupakan kerajaan yang pernah berkuasa di daerah ini. Perubahan nama tersebut juga seiring dengan pemekaran kabupaten tersebut dengan disyahkannya Kabupaten Landak dan menyusul kemudian Kabupaten Kubu Raya sebagai Daerah Otonom Baru.

Kabupaten Mempawah memiliki luas 254,40 km, dengan ibukota pemerintahannya berada di kota Kecamatan Mempawah. Kota ini terletak di jalur perdagangan antara Pontianak, Singkawang dan Sambas. Wilayahnya berbatasan dengan Kabupaten Bengkayang di sebelah Utara, Kabupaten Ketapang di bagian Selatan dan Laut Natuna di bagian Barat dan dengan Kabupaten Landak di bagian Timur.

Masjid Jamiatul Khair tampak depan

Di Mempawah pernah berdiri kerajaan pada abad 17 dan rajanya yang terkenal adalah Opu Daeng Menambon. Peninggalan sejarah kerajaan Mempawah masih dapat kita saksikan sampai saat ini. Makam Opu Daeng Menambon terletak sekitar 5 km dari Desa Pasir, Kecamatan Mempawah Hilir. Beliau adalah raja Mempawah yang pertama dengan gelar Pangeran Mas Surya Negara yang wafat pada 26 Syafar 1175 Hijriah. Letak makamnya di atas bukit dan untuk menuju ke atas dengan melewati anak tangga yang ada. Makam ini sering dikunjungi masyarakat setempat pada hari Kamis dan Minggu.

Sejarah Masjid Jami'atul Khair

Masjid Jami'atul Khair berdiri tanggal 25 Desember 1906 oleh Panembahan Menpawah Mohammad Atufik Akamaddin. Masjid ini terletak tak jauh dari Keraton Amantubillah di tepian Sungai Mempawah. Masjid Jamiatul Khair sudah tiga kali mengalami perpindahan tempat. Yakni di Kampung Brunai, Kampung Siantan dan Kampung Pedalaman yang terletak di pinggir Sungai Mempawah. Masjid yang sekarang ini merupakan bangunan yang kedua, karena masjid pertama pernah terbakar

Ditempatkan di pinggir sungai supaya memudahkan masyarakat menuju masjid. Karena pada saat itu sungai dijadikan jalur transportasi utama untuk aktivitas masyarakat. Belum ada pembangunan jalan raya dan lainnya. Sejak dulu hingga saat ini tidak terlalu banyak perubahan fisik bangunan masjid. Bahkan dulunya, masjid memiliki pekarangan yang cukup luas dan sekelilingnya ditumbuhi pepohonan. Tetapi sekarang tanahnya sudah dikavling dan berikan kepada kerabat keraton untuk membangun rumah.

Interior Masjid Jamiatul Khair

Tempatnya yang berada tidak jauh dari Istana Amantubillah Mempawah. Setiap pengujung yang datang ke Istana Amantubillah Mempawah, pasti menyempatkan berkunjung dan beribadah di masjid  tersebut. Serta menikmati pemandangan indah Sungai Mempawah. Keraton Amantubillah didirikan oleh Raja Adidaya pada tahun 1961 dan beliau rnerupakan raja pertama dari Kerajaan Mempawah. Salah satu peninggalannya adalah Keraton Amantubillah yang terletak di kelurahan pedalaman, Kecamatan Mempawah Hilir. Keraton ini dibangun kembali oleh Panembahan Mohd. Atufik Akamaddin pada 1922 karena bangunan lama habis terbakar. Keunikan dalam keraton ini adalah terdapatnya Sigondah yang memiliki banyak cerita keanehannya.

Masih berkaitan dengan Kerajaan Mempawah, Syayid Al Habib Husein Al Qadry bergelar Tuanku Besar di kerajaan itu. Beliau wafat Rabu, 3 Djulhijjah 1184 Hijriah dan dimakamkan di Desa Sejeki, Kecamatan Mempawah Hilir. Pada masa Kerajaan Mempawah beliau adalah seorang tokoh dalam menyebarkan agama Islam di bumi Galahherang ini. Beliau juga tabib istana yang memiliki kesaktian mandraguna sehingga banyak dibutuhkan masyarakat. Hingga kini makamnya banyak dikunjungi masyarakat terutama pada hari besar Islam dan hari libur.

Arsitektural Masjid Jami'atul Khair

Masjid Jamiatul Khair merupakan salah satu masjid tertua di Mempawah. Masjid tersebut selalu ramai dipenuhi jemaah baik untuk salat Jumat, Idulfitri maupun Iduladha. Masjid tersebut memiliki panjang kurang lebih 40 meter dan lebar 30 meter. Fondasi bangunan masjid menggunakan tongkat dari jenis belian. Dulunya bagian bawah atau kolong masjid belum diberi dinding. Sekarang sudah disemen agar kolong tak terlihat. Sedangkan bagian lantai masjid masih menggunakan papan belian. Secara keseluruhan, masjid mampu menampung kurang lebih 800 orang jemaah.

Masjid Jamiatul Khair dari jembatan gantung sungai Mempawah

Meski seiring berjalannya waktu, sudah banyak bagian masjid dilakukan perbaikan. Seperti atap masjid yang dulunya menggunakan atap sirap dari belian, kini telah menggunakan atap seng, tapi bentuk aslinya masih tetap dipertahankan. Bangunan masjid memiliki dua kubah, dengan atap paling atas berbentuk limas. Dimana di atas kubah terdapat tempayan kendi, yang masih dipertahankan. Bangunan masjid yang berwarna hijau tersebut, di setiap dinding memiliki satu pintu dan empat jendela yang berfungsi mengatur sirkulasi udara.

Demikian pula pada bagian ruangan lainnya yang tetap dipertahankan untuk menjaga keasliannya. Misalnya tiang atau pilar bangunan berjumlah empat buah termasuk motif dan bentuk daun pintu serta jendela masjid. Dinding bangunan juga masih menggunakan papan belian. Sedangkan atap masjid juga masih dipertahankan menggunakan atap sirap. Namun, bagian luarnya dilapisi dengan atap seng. Juga ditambahkan dek pada bagian tengah masjid. Agar, pantulan panas matahari tidak masuk ke dalam ruangan.

Dinding dan lantai, serta empat pilar di dalam masjid masih asli. Hanya atap dan tiang bawah masjid sudah dilakukan perbaikan. Dipertahankan tempayan kendi di atas kubah masjid karena ada amanah dari Panembahan Mohammad Taufik Akamadin, yang meminta tempayan kendi di atas kubah tetap dipertahankan. Bentuk bangunan juga tidak pernah di ubah sesuai dengan amanah dari Panembahan Mohammad Taufik Akamadin.***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Dilarang berkomentar berbau SARA