Warna meriah. Penggunaan warna warna terang pada masjid ini berhasil menjadikannya sebagai bangunan ikon kota Tuban yang memang sangat menarik perhatian. |
Tuban, salah satu kabupaten di provinsi Jawa Timur, salah satu tempat Sunan Bonang Bedakwah. Dan salah satu wilayah bawahan Majapahit yang kemudian Bupatinya memeluk agama Islam. Di Tuban berdiri sebuah masjid megah yang seringkali disebut sebagai masjid dengan keindahan layaknya bangunan dalam dongeng 1001 malam, masjid tersebut adalah Masjid Agung Tuban.
Lokasi dan Alamat Masjid Agung Tuban
Berdiri
megah di sisi barat alun alun Tuban, masjid ini telah menjadi Ikon kebanggaan
warga Tuban. Lokasinya berdiri tidak saja berada di pusat kota tapi juga
bersebelahan dengan salah satu situs penting sejarah tanah Jawa, yakni Kompek
Makam Sunan Bonang yang ramai di ziarahi oleh berbagai lapisan masyarakat dari
berbagai tempat.
Arsitektur Masjid Agung Tuban
Aristektur
masjid ini memadukan ragam budaya dari berbagai negara seperti Arab, Turki, dan
India. Secara umum bangunan masjid ini terdiri dari bangunan utama masjid yang
diapit oleh empat menara di masing masing empat penjuru masjid, dua bangunan
serambi di sisi depan bagian kiri dan kanan serta ditambah dua menara yang
lebih tinggi dari empat menara lainnya.
Penggunaan
aneka warna terang sangat kuat menonjolkan bangunan masjid ini ditengah tengah
kota Tuban. Kubah utama diapit dua kubah lainnya diantara enam menaranya yang
menjulang seakan akan menghadirkan suasana negeri dongeng dalam kehidupan nyata
di kota Tuban.
Sejarah Masjid Agung Tuban
Tuban
dan Sunan Bonang
Kota
Tuban bagaimanapun tidak dapat dipisahkan dari nama besar Sunan Bonang. Meski
Kota Tuban bukan satu-satunya kota tempat Sunan Bonang berdakwah, tetapi karena
ia dimakamkan di Tuban maka tidak salah jika ia sering disebut Sunan Tuban. Ada
pula yang menyebutkan, makamnya di Lamongan. Seperti para wali yang lain, Sunan
Bonang juga mendirikan sebuah masjid sebagai pusat kegiatan dakwahnya. Masjid
tersebut dikenal sebagai Masjid Astana yang berada di bangunan kompleks makam
Sunan Bonang. Bersebalahan dengan komplek masjid Agung Tuban.
Dalam berdakwah, Sunan Bonang atau Raden Makdum Ibrahim, sering menggunakan alat musik tradisional yang disebut bonang. Bonang adalah sejenis gamelan yang terbuat dari besi atau kuningan yang bagian tengahnya dibuat menonjol. Bila tonjolan itu dipukul dengan kayu yang lunak maka akan timbul suara yang merdu.
Pada waktu itu, bunyi
demikian sudah sangat mengasyikkan telinga. Apalagi yang membunyikan bonang itu
seorang wali maka bunyinya mempunyai pengaruh yang luar biasa, sehingga banyak
penduduk yang berbondong-bondong ingin menyaksikan dan mendengar dari dekat.
Sunan Bonang yang
cerdik sudah memperhitungkan hal itu maka ia mempersiapkan kolam di depan
masjid. Siapa yang mau masuk ke masjid harus membasuh kakinya. Setelah mereka
berkumpul di dalam masjid, ia pun mengajarkan tembang-tembang yang berisikan
ajaran Islam.
Sepulangnya dari
masjid, tembang itu mereka hafalkan di rumah. Sanak saudara mereka pun turut
menyanyikan tembang itu karena tertarik akan kemerduan lagunya. Demikianlah
cara Sunan Bonang berdakwah sehingga santrinya tersebar di berbagai penjuru
Nusantara.
Berdirinya
Masjid Jam Tuban
Sebelum
menjadi Masjid Agung Tuban, sebelumnya masjid ini dikenal sebagai Masjid Jami’
Tuban. Sejarah pembangunan masjid ini tidak ada sangkut pautnya dengan Sunan
Bonang, pembangunan masjid ini sendiri dilaksanakan pada tahun 1894, terpaut
sekitar empat abad dari masa Sunan Bonang. Namun demikian kehadiran masjid ini
telah menjadi saksi sejarah keberhasilan dakwah Sunan Bonang di Tuban.
Masjid
Jami’ Tuban pertama kali dibangun pada abad ke-15 Masehi, yakni pada masa
pemerintahan Adipati Raden Ario Tedjo
(Bupati Tuban ke-7), letaknya tidak jauh dari kompleks makam Sunan Bonang, Raden
Ario Tedjo sendiri merupakan Bupati Tuban pertama yang memeluk Islam.
Dalam perkembangan selanjutnya, bangunan masjid ini diperluas menjadi bangunan
masjid yang dikenal sebagai Masjid Agung Tuban saat ini.
Masjid
tersebut sempat mengalami beberapa kali renovasi. Renovasi pertama kali
dilakukan tahun 1894, yakni pada masa pemerintahan Raden Toemengoeng
Koesoemodiko (Bupati ke-35 Tuban). Saat itu Raden Toemengoeng Koesoemodiko
menggunakan jasa arsitek berkebangsaan Belanda, BOHM Toxopeus. Sebagaimana disebutkan
dalam prasasti yang ada di depan masjid ini yang berbunyi :
“Batoe
yang pertama dari inie missigit dipasang pada hari Akad tanggal 29 Djuli 1894
oleh R. Toemengoeng Koesoemodiko Boepati Toeban. Inie missigit terbikin oleh
Toewan Opzicter B.O.H.M. Toxopeus.”
Bila bentuknya kita
amati, Masjid Jami Tuban ini memiliki cari khas tersendiri. Secara garis besar,
bentuk bangunannya terdiri atas dua bagian, yaitu serambi dan ruang shalat
utama. Bentuknya tidak terpengaruh dengan kebiasaan bentuk masjid di Jawa yang
atapnya bersusun tiga. Arsitektur masjid ini justru terpengaruh oleh corak
Timur Tengah, India, dan Eropa. Sekilas tampak ada kemiripan dengan Masjid Raya
Baiturrahman Banda Aceh, terutama bentuk berandanya yang dipertahankan hingga
kini.
Renovasi
selanjutnya dilakukan tahun 1985. Masjid mengalami perluasan. Kemudian, di
tahun 2004 dilakukan renovasi total terhadap bangunan Masjid Agung Tuban oleh
pemerintah Kabupaten Tuban. Renovasi yang dilakukan kali ini meliputi
pengembangan satu lantai menjadi tiga lantai, menambah sayap kiri dan kanannya
dengan mengadopsi arsitektur bangunan berbagai masjid terkenal di dunia serta
penambahan enam menara masjid dengan luas keseluruhan mencapai 3.565 meter
persegi. ***
----------------
----------------
Baca Juga Masjid di Jawa Timur
Lainnya
Izin Share ya
BalasHapusThanks for the auspicious writeup. It actually was a leisure account it.
BalasHapusGlance complicated to more introduced agreeable from you! However, how
could we communicate?
izin share bang...
BalasHapus