Berkunjung ke masjid ini
terasa terlempar kembali ke masa perkembangan Islam di Palembang. Terlebih
saat masuk ke dalam masjid dengan langgam masa lalu yang teramat kental. Masjid
Lawang Kidul adalah satu dari tiga masjid tua di Kota Palembang dengan
arsitektur yang serupa dan masih terawat apik ke asliannya hingga kini. Masjid
Agung Palembang atau Masjid Sultan Mahmud Badaruddin II yang kini berstatus
sebagai masjid nasional, Masjid Ki Marogan dan Masjid Lawang Kidul, adalah tiga
masjid tua saksi bisu perkembangan Islam di Palembang dan sekitarnya serta
perjalanan peradaban-nya.
Masjid
Lawang Kidul sangat identik dengan Masjid Kiai Merogan karena memang sama sama dibangun
oleh Kiai Merogan di era yang nyaris bersamaan. Masjid Lawang Kidul berada
di tepian Sungai Musi, di kawasan Kelurahan Lawang Kidul, Kecamatan
Ilir Timur II, Kota Palembang. Lokasinya persis
bersebelahan dengan Kawasan Pelabuhan Boom Baru, pelabuhan tua di tepian Sungai
Musi di kota Palembang yang masih berfungsi hingga kini. Dan juga tidak terlalu jauh
dari Pasar Kuto.
Lokasi Masjid Lawang Kidul
(MLK)
Jalan
Selamet Riyadi, Lorong Masjid Lawang Kidul
Kecamatan
Ilir Timur II, kota Palembang
Sumatera
Selatan, Indonesia
Lokasi
masjid ini berada di tengah tengah pemukiman warga di tepian Sungai Musi, Untuk
menuju ke Masjid ini dari Jalan Slamet Riyadi dari arah pasar Kuto, beberapa
meter sebelum gerbang Pelabuhan Boom Baru ada Lorong Masjid Lawang Kidul yakni
sebuah Gang Sempit di sisi kanan jalan raya lengkap dengan gerbangnya dengan
tulisan “MASJID LAWANG KIDUL” berukuran cukup besar. Ruas gang tersebut hanya
cukup untuk dilalui satu kendaraan roda empat.
Bila dengan angkutan umum, dari pusat Kota Palembang (Pasar 16 Ilir) naik angkot tujuan Sayangan – Lemabang. Jangan lupa bilang ke sang sopir angkot, minta turun di Masjid Lawang Kidul. Bila menginginkan perjalanan yang berbeda anda dapat menggunakan moda angkutan air menyusuri Sungai Musi dengan menyewa perahu dari kawasan BKB (Benteng Kuto Besak) menuju ke dermaga Masjid Lawang Kidul di belakang masjid ini, dengan moda angkutan air ini anda juga dapat berwisata menikmati pemandangan kota Palembang dari sungai Musi termasuk melihat Jembatan Ampera yang melegenda itu dari sungai musi.
Papan nama di muara gang masjid Lawang Kidul di Jalan Slamet Riyadi, lengkap dengan keterangan tentang status masjid tersebut. |
Untuk Tarif angkutan umum
sebaiknya ditanyakan langsung di lokasi sebelum menggunakan salah satu jasa
angkutan umum tersebut. Dari ruas Jalan Slamet Riyadi, masjid ini dapat dicapat
dengan berjalan kaki melalui lorong (gang) Masjid Lawang Kidul sambil menikmati
suasana kampung disana yang beberapa rumah penduduknya masih berupa bangunan
asli khas Palembang. Sebelum masuk kawasan masjid, ada
baiknya terutama bagi pengunjung perempuan agar menutup aurat (mengenakan
jilbab). Himbauan ini berdasarkan plang bertuliskan “Kawasan Menutup Aurat” di
area halaman masjid.
Ruas jalan sempit ini tidak terlalu panjang, di ujung jalan kita akan langsung bertemu dengan gerbang masjid ini dengan pekarangan yang cukup luas untuk parkir kendaraan. Warga disana pun cukup ramah, saat berkunjung kesana, warga setempat yang kebetulan sedang berada di lokasi dengan ramah menunjukkan arah ke masjid ini, termasuk mengarahkan kendaraan masuk dan keluar gang sempit tersebut kembali ke jalan raya.
Gerbang Masjid Lawang Kidul diantara rumah rumah penduduk |
Warisan Masa Lalu Yang
Masih Terawat
Patut di acungi jempol kepada otoritas dan muslim kota Palembang yang mampu
mempertahankan salah satu warisan sejarah Islam di kota ini. Meski telah
beberapa kali mengalami pemugaran, keaslian masjid ini masih dapat kita nikmati
hingga kini. Bangunan Masjid Lawang kidul dibangun sangat mirip dengan bangunan
asli Masjid Sultan Palembang (Masjid Agung Palembang) yang merupakan masjid
resmi Kesultanan pada masanya.
Bangunan utamanya berdenah segi empat dengan atap limas bersusun tiga seperti halnya dengan masjid Agung Demak. Kemiripan arsitektur masjid masjid di wilayah kesultanan Palembang dengan Bentuk Masjid Demak dapat dimaklumi karena memang dibangun setelah Majid Demak dan Kenyataan sejarah pun menunjukkan keterikatan yang kuat antara muslim Palembang dengan Kesultanan Demak, mengingat bahwa Raden Fatah, selaku Sultan pertama di Kesultanan Demak adalah putra Prabu Brawijaya dari Majapahit yang lahir dan besar di Palembang.
Masih Asli |
Meski demikian. Masjid masjid tua di Palembang memiliki ciri khasnya
sendiri terutama pada bagian atapnya yang dibentuk sedemikian rupa sehingga
memiliki penampilan mirip dengan atap bangunan kelenteng. Ornamen seperti
tanduk atau seperti taji atau duri menjadi ciri khas bangunan atapnya dengan
jumlah rata rata 12 buah di masin masing sisi. Ornamen khas Palembang juga
ditemukan dibagian lisplang atau sisi bawah bagian ujung atap, dan bagian bawah
atap tertinggi yang ditutup seluruhnya dengan kayu membuat susunan atap teratas
masjid ini sebagai sebuah kubah utuh.
Ornamen di puncak tertinggi atap masjid ini juga sangat khas. Sebuah bentuk kubah berukuran kecil yang juga dilengkapi dengan ornamen tanduk tanduk kecil berjumlah masing masing 3 buah di tiap sisi, ada beberapa bentuk sulur sulur berbentuk bunga di masing masing sisi. Di puncaknya dilengkapi dengan ornamen bulan bintang yang juga sangat khas. Ornamen Bulan sabitnya simetris ke atas seperti ornamen bulan sabit di masjid masjid Turki namun dengan bentuk yang lebih lebar tidak ramping seperti bulan sabit di masjid masjid Turki, sedangkan ornamen bintangnya digunakan bintang bersegi delapan yang sepertinya menyimbolkan delapan penjuru mata angin.
Ornamen di Puncak atap Masjid Lawang Kidul |
Mihrabnya dibangun menjorok keluar bangunan utama sebagai sebuah bangunan
yang menempel ke bangunan utama namun dilengkapi dengan sebuah pintu akses
sendiri. Atap bangunan mihrab ini juga dibangun dengan bentuk yang khas, dengan
beberapa ornamen unik di bagian puncak atapnya. Bangunan masjid ini dilengkapi
dengan sebuah menara yang tidak terlalu tinggi, bertingkat empat dengan ukuran
makin megecil makin mengecil. Tiga tingkatan menara dilengkapi dengan balkon
kecuali tingkat teratas.
Dahulunya menara ini difungsikan sebagai tempat muazin mengumandangkan azan dari balkoninya di tingkat paling atas. Kini menara ini masih berfungsi sebagaimana semula hanya saja muazin tidak lagi memanjat ke atas menara diganti dengan beberapa unit pengeras suara yang di tempatkan dibagian paling atas menara.
Menara Masjid Lawang Kidul |
Sebelum dibangun bangunan tambahan di sisi selatan bangunan utama, menara
masjid ini masih dapat dilihat dengan jelas dari sisi selatan masjid. Namun
kini menara ini sudah masuk ke dalam bangunan tambahan meski masih tetap dijaga
seperti aslinya. Lantai dasar menara kini sejajar dengan lantai cor di bangunan
tambahan. Dari dalam bangunan hanya dapat dilihat dua buah pilar kayu berukuran
besar yang merupakan tiang asli dari menara ini. sedangkan tangga dan bagian
lainnya dari menara ini dibagian bawah sudah dibongkar.
Di depan bangunan mihrab, di halaman depan masjid di terdapat prasasati yang berisikan salinan surat akta wakaf dari Kiai Merogan yang seluruhnya ditulis menggunakan aksara Arab Gundul atau aksara Arab Melayu yang ditulis tanpa tanda baca. Di sekeliling masjid ini juga dipasang beberapa penanda batas batas tanah wakaf dimaksud.
Mihrab Masjid Lawang Kidul dari sebelah luar, tampak prasasti wakaf disebelah kiri foto |
Sebagai masjid yang dibangun di tepian sungai, masjid Lawang Kidul ini
aslinya dilengkapi dengan dermaga kecil di tepian sungai musi yang dikenal
dengan nama tangga raja, karena dulunya memang digunakan oleh Sultan dan
keluarganya bila ke Masjid ini dari jalur sungai. Tangga itu juga menjadi
tempat berlabuhnya Kiai merogan, namun tangga itu kini sudah tidak difungsikan
lagi, sebagai gantinya dibangun satu dermaga kecil di belakang masjid ini.
disamping masjid ini memang ada ruas jalan kecil untuk pejalan kaki sebagai
jalan akses ke dermaga dan jalan akses bagi warga yang tinggal disana. Ruas
jalan kecil itu juga masih merupakan lahan masjid Lawang Kidul walaupun berada
diluar pagar masjid.
Dari bagian belakang Masjid Lawang Kidul ini kita bisa melihat jejeran kapal laut yang sedang bersandar di Pelabuhan Boom baru atau kapal dan perahu masyarakat setempat yang sedang wara wiri di sungai Musi. Sungai Musi merupakan salah satu sungai terbesar dan terpanjang di Indonesia. Lebar sungai ini rata rata mencapai satu kilometer atau lebih, sebuah pemandangan yang jarang ditemui di tanah Jawa. Dari dermaga di belakang masjid ini kita juga bisa melihat jembatan Ampera yang menjadi Ikon kota Palembang di kejauhan dibalik SPBU terapung milik pertamina beberapa meter ke arah hulu dari masjid ini.
Memandang masjid ini dari arah dermaga menyajikan pemandangan unik
tersendiri, tampak menara masjid ini menjulang diantara menara pengawas di
Pelabuhan Boom Baru yang kini sudah dibangun lebih moderen, dan menara
telekomunikasi dengan berbagai peralatannya yang bergelantungan. Menyiratkan
perkembangan peradaban di tempat itu bergandengan dengan warisan masa lalu yang
masih terawat baik. Dihalaman masjid ini juga dipasang papan peringatan
larangan bagi anak anak untuk bermain bola di halaman masjid ini demi menjaga
ketertiban.
Bersambung
Dermaga Masjid Lawang Kidul di lihat dari jendela masjid |
MLK dari arah Sungai Musi |
Pelabuhan Boom Baru dilihat dari pelataran belakang Masjid Lawang Kidul |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Dilarang berkomentar berbau SARA