Halaman

Kamis, 18 Agustus 2016

Masjid Lawang Kidul (MLK) Palembang (Bagian 1)

KAWASAN MENUTUP AURAT. Masuk ke pekarangan masjid ini terpampang tulisan besar "kawasan menutup aurat".  Bagian yagn dipagar besi itu adalah prasasti yang bertuliskan akta wakaf masjid ini dari Kyai Marogan.

Berkunjung ke masjid ini terasa terlempar kembali ke masa perkembangan Islam di Palembang. Terlebih saat masuk ke dalam masjid dengan langgam masa lalu yang teramat kental. Masjid Lawang Kidul adalah satu dari tiga masjid tua di Kota Palembang dengan arsitektur yang serupa dan masih terawat apik ke asliannya hingga kini. Masjid Agung Palembang atau Masjid Sultan Mahmud Badaruddin II yang kini berstatus sebagai masjid nasional, Masjid Ki Marogan dan Masjid Lawang Kidul, adalah tiga masjid tua saksi bisu perkembangan Islam di Palembang dan sekitarnya serta perjalanan peradaban-nya.

Masjid Lawang Kidul sangat identik dengan Masjid Kiai Merogan karena memang sama sama dibangun oleh Kiai Merogan di era yang nyaris bersamaan. Masjid Lawang Kidul berada di tepian Sungai Musi, di kawasan Kelurahan Lawang Kidul, Kecamatan Ilir Timur II, Kota Palembang. Lokasinya persis bersebelahan dengan Kawasan Pelabuhan Boom Baru, pelabuhan tua di tepian Sungai Musi di kota Palembang yang masih berfungsi hingga kini. Dan juga tidak terlalu jauh dari Pasar Kuto.

Lokasi Masjid Lawang Kidul (MLK)
Jalan Selamet Riyadi, Lorong Masjid Lawang Kidul
Kecamatan Ilir Timur II, kota Palembang
Sumatera Selatan, Indonesia


Lokasi masjid ini berada di tengah tengah pemukiman warga di tepian Sungai Musi, Untuk menuju ke Masjid ini dari Jalan Slamet Riyadi dari arah pasar Kuto, beberapa meter sebelum gerbang Pelabuhan Boom Baru ada Lorong Masjid Lawang Kidul yakni sebuah Gang Sempit di sisi kanan jalan raya lengkap dengan gerbangnya dengan tulisan “MASJID LAWANG KIDUL” berukuran cukup besar. Ruas gang tersebut hanya cukup untuk dilalui satu kendaraan roda empat. 

Bila dengan angkutan umum, dari pusat Kota Palembang (Pasar 16 Ilir) naik angkot tujuan Sayangan – Lemabang. Jangan lupa bilang ke sang sopir angkot, minta turun di Masjid Lawang Kidul. Bila menginginkan perjalanan yang berbeda anda dapat menggunakan moda angkutan air menyusuri Sungai Musi dengan menyewa perahu dari kawasan BKB (Benteng Kuto Besak) menuju ke dermaga Masjid Lawang Kidul di belakang masjid ini, dengan moda angkutan air ini anda juga dapat berwisata menikmati pemandangan kota Palembang dari sungai Musi termasuk melihat Jembatan Ampera yang melegenda itu dari sungai musi.

Papan nama di muara gang masjid Lawang Kidul di Jalan Slamet Riyadi, lengkap dengan keterangan tentang status masjid tersebut.

Untuk Tarif angkutan umum sebaiknya ditanyakan langsung di lokasi sebelum menggunakan salah satu jasa angkutan umum tersebut. Dari ruas Jalan Slamet Riyadi, masjid ini dapat dicapat dengan berjalan kaki melalui lorong (gang) Masjid Lawang Kidul sambil menikmati suasana kampung disana yang beberapa rumah penduduknya masih berupa bangunan asli khas Palembang. Sebelum masuk kawasan masjid, ada baiknya terutama bagi pengunjung perempuan agar menutup aurat (mengenakan jilbab). Himbauan ini berdasarkan plang bertuliskan “Kawasan Menutup Aurat” di area halaman masjid.

Ruas jalan sempit ini tidak terlalu panjang, di ujung jalan kita akan langsung bertemu dengan gerbang masjid ini dengan pekarangan yang cukup luas untuk parkir kendaraan. Warga disana pun cukup ramah, saat berkunjung kesana, warga setempat yang kebetulan sedang berada di lokasi dengan ramah menunjukkan arah ke masjid ini, termasuk mengarahkan kendaraan masuk dan keluar gang sempit tersebut kembali ke jalan raya.

Gerbang Masjid Lawang Kidul diantara rumah rumah penduduk 

Warisan Masa Lalu Yang Masih Terawat

Patut di acungi jempol kepada otoritas dan muslim kota Palembang yang mampu mempertahankan salah satu warisan sejarah Islam di kota ini. Meski telah beberapa kali mengalami pemugaran, keaslian masjid ini masih dapat kita nikmati hingga kini. Bangunan Masjid Lawang kidul dibangun sangat mirip dengan bangunan asli Masjid Sultan Palembang (Masjid Agung Palembang) yang merupakan masjid resmi Kesultanan pada masanya.

Bangunan utamanya berdenah segi empat dengan atap limas bersusun tiga seperti halnya dengan masjid Agung Demak. Kemiripan arsitektur masjid masjid di wilayah kesultanan Palembang dengan Bentuk Masjid Demak dapat dimaklumi karena memang dibangun setelah Majid Demak dan Kenyataan sejarah pun menunjukkan keterikatan yang kuat antara muslim Palembang dengan Kesultanan Demak, mengingat bahwa Raden Fatah, selaku Sultan pertama di Kesultanan Demak adalah putra Prabu Brawijaya dari Majapahit yang lahir dan besar di Palembang.

Masih Asli

Meski demikian. Masjid masjid tua di Palembang memiliki ciri khasnya sendiri terutama pada bagian atapnya yang dibentuk sedemikian rupa sehingga memiliki penampilan mirip dengan atap bangunan kelenteng. Ornamen seperti tanduk atau seperti taji atau duri menjadi ciri khas bangunan atapnya dengan jumlah rata rata 12 buah di masin masing sisi. Ornamen khas Palembang juga ditemukan dibagian lisplang atau sisi bawah bagian ujung atap, dan bagian bawah atap tertinggi yang ditutup seluruhnya dengan kayu membuat susunan atap teratas masjid ini sebagai sebuah kubah utuh.

Ornamen di puncak tertinggi atap masjid ini juga sangat khas. Sebuah bentuk kubah berukuran kecil yang juga dilengkapi dengan ornamen tanduk tanduk kecil berjumlah masing masing 3 buah di tiap sisi, ada beberapa bentuk sulur sulur berbentuk bunga di masing masing sisi. Di puncaknya dilengkapi dengan ornamen bulan bintang yang juga sangat khas. Ornamen Bulan sabitnya simetris ke atas seperti ornamen bulan sabit di masjid masjid Turki namun dengan bentuk yang lebih lebar tidak ramping seperti bulan sabit di masjid masjid Turki, sedangkan ornamen bintangnya digunakan bintang bersegi delapan yang sepertinya menyimbolkan delapan penjuru mata angin.

Ornamen di Puncak atap Masjid Lawang Kidul

Mihrabnya dibangun menjorok keluar bangunan utama sebagai sebuah bangunan yang menempel ke bangunan utama namun dilengkapi dengan sebuah pintu akses sendiri. Atap bangunan mihrab ini juga dibangun dengan bentuk yang khas, dengan beberapa ornamen unik di bagian puncak atapnya. Bangunan masjid ini dilengkapi dengan sebuah menara yang tidak terlalu tinggi, bertingkat empat dengan ukuran makin megecil makin mengecil. Tiga tingkatan menara dilengkapi dengan balkon kecuali tingkat teratas.

Dahulunya menara ini difungsikan sebagai tempat muazin mengumandangkan azan dari balkoninya di tingkat paling atas. Kini menara ini masih berfungsi sebagaimana semula hanya saja muazin tidak lagi memanjat ke atas menara diganti dengan beberapa unit pengeras suara yang di tempatkan dibagian paling atas menara.

Menara Masjid Lawang Kidul

Sebelum dibangun bangunan tambahan di sisi selatan bangunan utama, menara masjid ini masih dapat dilihat dengan jelas dari sisi selatan masjid. Namun kini menara ini sudah masuk ke dalam bangunan tambahan meski masih tetap dijaga seperti aslinya. Lantai dasar menara kini sejajar dengan lantai cor di bangunan tambahan. Dari dalam bangunan hanya dapat dilihat dua buah pilar kayu berukuran besar yang merupakan tiang asli dari menara ini. sedangkan tangga dan bagian lainnya dari menara ini dibagian bawah sudah dibongkar.

Di depan bangunan mihrab, di halaman depan masjid di terdapat prasasati yang berisikan salinan surat akta wakaf dari Kiai Merogan yang seluruhnya ditulis menggunakan aksara Arab Gundul atau aksara Arab Melayu yang ditulis tanpa tanda baca. Di sekeliling masjid ini juga dipasang beberapa penanda batas batas tanah wakaf dimaksud.

Mihrab Masjid Lawang Kidul dari sebelah luar, tampak prasasti wakaf disebelah kiri foto

Sebagai masjid yang dibangun di tepian sungai, masjid Lawang Kidul ini aslinya dilengkapi dengan dermaga kecil di tepian sungai musi yang dikenal dengan nama tangga raja, karena dulunya memang digunakan oleh Sultan dan keluarganya bila ke Masjid ini dari jalur sungai. Tangga itu juga menjadi tempat berlabuhnya Kiai merogan, namun tangga itu kini sudah tidak difungsikan lagi, sebagai gantinya dibangun satu dermaga kecil di belakang masjid ini. disamping masjid ini memang ada ruas jalan kecil untuk pejalan kaki sebagai jalan akses ke dermaga dan jalan akses bagi warga yang tinggal disana. Ruas jalan kecil itu juga masih merupakan lahan masjid Lawang Kidul walaupun berada diluar pagar masjid. 

Dari bagian belakang Masjid Lawang Kidul ini kita bisa melihat jejeran kapal laut yang sedang bersandar di Pelabuhan Boom baru atau kapal dan perahu masyarakat setempat yang sedang wara wiri di sungai Musi. Sungai Musi merupakan salah satu sungai terbesar dan terpanjang di Indonesia. Lebar sungai ini rata rata mencapai satu kilometer atau lebih, sebuah pemandangan yang jarang ditemui di tanah Jawa.  Dari dermaga di belakang masjid ini kita juga bisa melihat jembatan Ampera yang menjadi Ikon kota Palembang di kejauhan dibalik SPBU terapung milik pertamina beberapa meter ke arah hulu dari masjid ini.

Memandang masjid ini dari arah dermaga menyajikan pemandangan unik tersendiri, tampak menara masjid ini menjulang diantara menara pengawas di Pelabuhan Boom Baru yang kini sudah dibangun lebih moderen, dan menara telekomunikasi dengan berbagai peralatannya yang bergelantungan. Menyiratkan perkembangan peradaban di tempat itu bergandengan dengan warisan masa lalu yang masih terawat baik. Dihalaman masjid ini juga dipasang papan peringatan larangan bagi anak anak untuk bermain bola di halaman masjid ini demi menjaga ketertiban.

Bersambung

Dermaga Masjid Lawang Kidul di lihat dari jendela masjid
MLK dari arah Sungai Musi
Pelabuhan Boom Baru dilihat dari pelataran belakang Masjid Lawang Kidul 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Dilarang berkomentar berbau SARA