Masjid Jami' Kampung Hopong |
Masjid Jami’ Hopong dibangun sekitar tahun 1816 oleh Laskar Paderi dari Sumatera Barat, memiliki benang merah dengan sejarah masuk–nya Islam ke Tapanuli dan Sumatera Utara. Semula terbuat dari bangunan tepas bambu beratap ilalang. Beberapa tahun kemudian diperluas oleh Tuanku Rao. Dalam perjalanan berikutnya, Masjid tersebut dibangun kembali dengan bentuk rumah panggung dari kayu. Kemudian sekitar tahun 1950, diganti atapnya menjadi seng.
Karena
itu banyak pendapat mengatakan, Masjid Hopong memiliki benang merah terhadap
masuknya Islam ke Tapanuli Utara. Namun perkembangan Islam di daerah itu tidak
lancar, terutama seteah masuknya pengaruh Kristen yang dikembangkan Missionaris Jerman Pendeta Nommensen dari arah kawasan
Toba. Begitupun, di desa itu pernah
bermukim tokoh tasawuf yang punya berpengaruh seperti Lobe Pohom Pospos,
Lobe Zakaria Sigian dan lainnya.
Lokasi Masjid Jami’ Hopong
Masjid
Jamik Hopong
Dusun
Hopong, Desa
Dolok Sanggul
Kecamatan
Simangumban
Kabupaten Tapanuli Utara, Sumatera
Utara.
Koordinat Geografi : 1°44'13.12"N
99°13'41.18"E
Dusun Hopong
adalah satu dari lima dusun dalam wilayah Desa Dolok Sanggul bersama dengan dusun Hopong, Panongkaan, Hapundung,
Pansinaran, Lumban Garaga. Masuk dalam wilayah kecamatan Simangumban. Kecamatan
seluas 150 km persegi dan merupakan satu dari 15 kecamatan di dalam wilayah
kabupaten Tapanuli Utara, provinsi Sumatera Utara. Dusun ini dikenal sebagai
dusun terpencil, tertinggal dan termiskin di wilayah propinsi Sumatera Utara.
Lokasinya jauh dari
keramaian kota, 40 kepala keluarga warga dusun ini yang semuanya
beragama Islam, tak
terjangkau kendaraan bermotor, belum ada
penerangan listrik PLN, tak terjangkau siaran TVRI, tak terjangkau sarana
telekomunikasi telepon maupun sinyal
telepon genggam.
Dusun Hopong hanya dapat
dicapai dengan bejalan kaki
tidak kurang 24 KM dari jalan beraspal. Dapat ditempuh melalu jalur pekan Simangumban. Atau dari desa
Padang Mandailing, kecamatan Saipar Dolok Hole melalui hutan belantara. Satu
satunya kendaraan yang dapat sampai disana adalah kendaraan Jip gardan ganda
itupun hanya pada musim kemarau dengan resiko kecelakaan yang sangat tinggi
karena medan yang terlalu sulit untuk di lalui kendaran.
Jalan
yang dibuka Pemkab Taput dengan pasir
dan batu (Sirtu) sepanjang 8 KM, warga
setempat melilih
jalan kaki menuju dusun tersebut melewati
dusun Lumban Garaga, Pansinaran, Panongkalan, dengan menelusuri celah-celah
bukit barisan yang terjal dengan panorama
alam yang asri, hutan perawan yang hijau dan hamparan lahan tidur yang luas.
Rehabilitasi Masjid Jami’ Hopong
Idul
fitri 1413 H Masjid Jami’ Hopong sudah tampak Marhilong (mengkilap) begitu
muslim setempat menyebutnya. Masjid tua ini sudah di rehabilitasi, lantainya
sudah dikeramik, beratap seng, bertikar karpet, berlampu listrik tenaga surya
dengan pengeras suara (TOA) yang dapat mengumandangkan azan radius 5 KM. Setelah direhap, tak ada lagi suara
“Rukrek” saat orang masuk Masjid karena
strukturnya yang sudah reot.
Sajadah
kumal yang terbuat dari tikar pandan sudah berganti dengan karpet, Mimbar yang
kumuh dimakan rayap sudah terbuat dari
papan yang sudah dihaluskan. Atap yang sering bocor jika turun hujan sudah
diganti seng baru berwarna putih. Tidak lagi
seperti rumah panggung yang menunggu rubuh. Kegiatan mengaji atau
membaca Al-Qur’an dikalangan anak-anak, sudah dapat dilaksanakan malam hari
berkat penerangan lampu listrik tenaga surya.
Bahkan
air wudhu yang daholoe sering “mellep” (tak jalan), kini sudah lancar. Pancuran
dekat masjid itu, kini juga sudah menjadi tempat mandi yang mengasikkan dengan
air yang jernih dan deras. Warga dusun Hopong pun sudah dapat menggunakan
pancuran itu sebagai tempat MCK utama. Malam takbiran disana pun, sudah
semarak.
Citra satelit Dusun Hopong 2023. |
Perubahan masjid Jamik Hopong dari yang reot menjadi “marhillong” tidak terjadi begitu saja. Ini perjuangan panjang ummat islam dan perantau desa itu. Ummat islam disana, sudah bertahun-tahun mendambakan pembangunan masjid itu, betapa sulitnya menggalang dana untuk membuat Masjid Jamik Hopong seperti kondisi saat ini. Maklum, walau 100 persen penduduknya beraga Islam, tapi hanya petani tradisional yang miskin. Perantau desa itu pun belum ada yang berhasil.
Adalah
Mayjen Simanungkalit yang merupakan salah satu pribumi setempat yang hidup
diperantauan di tahun tahun 2009 bincang-bincang dengan Sigit Praono Asri SE, (kala
itu) Ketua Fraksi PKS DPRD Sumut. Atas advokasi beliaulah, Masjid Jamik Hopong
mendapat alokasi bantuan dari Biro Sosial dan kemasyarakatan Pemprovsu sebesar
Rp 50 juta tahun anggaran 2010.
Sajadah
dari karpet di masjid ini merupakan bantuan pribadi Arifin Nainggolan SH,MSi,
yang saat itu juga anggota Fraksi PKS DPRD Sumut dan kini Ketua Komisi C DPRD
Sumut. Dialah yang membeli dua gulungan karpet dan mengirimkan sendiri sampai
ke Hopong. Sedangkan pasilitas sambungan air minum sepanjang 4 KM lebih yang
kini sudah lancar hingga mampu melayani dusun Hopong dan tiga dusun di
sekitarnya, berkat advokasi Daudsyah MM yang saat itu Kepala Biro Pemberdayaan
Masyarakat Pemprovsu melalui program PNPM Mandiri yang merupakan program
pemerintah melalui Kementerian Kesejahteraan Rakyat (Menkokesra), guna
mengatasi permasalahan pembangunan di tengah-tengah masyarakat.
Dengan
direhapnya Masjid Jamik Hopong, warga sangat bersyukur. Walau hanya rehap
sederhana, masih berdinding papan, ummat Islam disana sudah berterima kasih.
Dalam ukuran desa itu, Masjid Jamik Hopong saat ini sudah merupakan nikmat luar
biasa. Mereka merasa masih berkesempatan menikmati pembangunan walau setelah 65
tahun Indonesia merdeka. Mereka berharap, jika pemerintah berkenan, bantuan
rehap untuk Masjid Jamik Hopong kiranya dilanjutkan. Karena masjid itu belum
memiliki kamar dan bak wudhu, dan bagian teras belum di kramik. Warga Hopong
juga masih berharap kiranya jalan ke desa dibangun pemerintah, sehingga dapat
dilalui kenderaan roda empat dengan mulus. (disadur dari Catatan
Mudik Mayjen
Simanungkalit di batakislam.blogspot.com).***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Dilarang berkomentar berbau SARA