Perpaduan tradisional dan modern di Masjid Menara Kudus |
Salah
Satu Masjid Tertua di Indonesia
Masjid Menara Kudus sebenarnya bernama
Masjid Al-Aqso, merupakan
salah satu masjid tertua di Indonesia. Bangunan aslinya masih bisa dijumpai hingga kini meski sudah mengalami
perbaikan dan perluasan berkali kali sejak pertama kali dibangun sekitar tahun
1549 oleh Sunan Kudus, sekitar sepuluh tahun lebih dulu dari Masjid Mantingan Jepara (1559) yang dibangun oleh
Sultan Hadiri,
atau sekitar 70 tahun setelah Masjid Agung Demak (1479) yang
dibangun pada masa Raden Fatah, atau kira kira sezaman dengan Masjid Kesultanan Banjar di Banjarmasin yang dibangun
oleh Sultan Suriansyah (1526-1550).
Kudus
Berasal dari kata Al-Quds
Menurut antropolog dari Universitas
Udayana - Bali, mendiang Prof. Purbacaraka, nama kota Kudus berasal dari bahasa
Arab, “Al-Quds” (kini Jerusalem - Ibukota Palestina). Sedangkan para sejarawan
Islam percaya bahwa pelaut muslim arab-lah yang memberikan nama tersebut untuk
mengenang tanah kelahiran mereka di Al-Quds – Palestina. Tak mengherankan bila
kemudian masjid tua di kota kudus yang terkenal dengan menara berbentuk
candi-nya itu pun kemudian diberi nama Masjid Al-Aqso, sebagaimana nama masjid
suci ketiga Ummat Islam di kota Al-Quds.
Foto tua masjid Menara Kudus |
Masjid Al Aqsa dan Menara Kudus
merupakan tempat bersejarah peninggalan salah satu Walisongo, Ja’far Shodiq atau lebih dikenal
dengan nama Sunan Kudus yang
makamnya terdapat di komplek itu. Tempat tersebut kini menjadi destinasi andalan wisata reliji kota Kudus, terutama bagi para peziarah, disamping makam Sunan Muria
yang berada
di kawasan
wisata Colo, Kecamatan Dawe Kudus,
pegunungan Muria. Nama
Jafar Shodiq terukir pada batu di atas mihrab masjid ini. konon batu bertulis
tersebut berasal dari Al-Quds (Baitul Maqdis) di Palestina.
Lokasi
Masjid Menara Kudus
Masjid
menara kudus berada di
pusat kota Kudus. Secara
administratif masuk ke dalam wilayah Desa Kauman Kulon kecamatan Kota,
kabupaten Kudus, Propinsi Jawa Tengah. Lingkungan
yang mengelililingi masjid menara kudus ini berupa rumah rumah penduduk desa
Kauman kulon yang sudah tidak jelas lagi batas batas yang memisahkan antara
rumah penduduk dengan komplek masjid karena antara dinding komplek masjid
dengan rumah penduduk telah menjadi satu.
Sebelumnya
Adalah Candi ?
Seperti sudah disebutkan sebelumnya, Masjid ini
sebenaranya bernama Masjid Al-Aqso sebagaimana tertulis di papan nama masjid
yang diletakkan di gerbang utama masjid dengan aksara arab. Hanya saja
masyarakat luas lebih mengenalnya sebagai Masjid Menara Kudus merujuk kepada
bangunan menaranya yang unik itu. Pendapat umum dan cerita tutur yang beredar
luas menyebutkan bahwa Masjid Menara Kudus sebelumnya adalah sebuah candi yang
kemudian di konversi (di alih fungsi) menjadi sebuah masjid. Benarkah Masjid
Menara Kudus ini merupakan konversi dari sebuah Candi ?, Apa nama candi itu
sebelumnya ?. Menjadi menarik untuk sekedar bertanya.
Sudah di fahami secara umum bahwa metoda da’wah yang
dijalankan para wali dalam menyebarkan Islam di Nusantara termasuk di tanah Jawa
dengan melalui pendekatan budaya. Mereka tidak serta merta menentang atau
menghapus budaya yang sudah berkembang di dalam masyarakat namun secara
perlahan melakukan editing secara cermat dengan memasukkan ajaran Islam kedalam
setiap pernik budaya yang sudah ada. Perubahan yang perlahan namun pasti
mengubah wajah budaya menjadi sesuatu yang Islami.
KEBANGGAAN NASIONAL. Gambar Masjid Menara Kudus diabadikan di uang kertas pecahan lima ribu Rupiah. |
Tidak hanya di masa para wali, di masa kini pun metoda
yang memiliki kemiripan diterapkan oleh kaum muslimin minoritas yang tinggal di
wilayah non muslim. Seperti contoh pada saat saudara saudara kita itu akan
membangun masjid mereka tidak memaksakan diri untuk membangun masjid dengan
bentuk masjid umumnya yang memiliki kubah dan menara serta kumandang azan dari
menara. Misalnya saja Muslim di Estonia yang minoritas membangun masjid dengan
bentuk yang serupa dengan gedung gedung bertingkat disekitarnya, dan sama
sekali tidak seperti masjid yang biasa kita kenal yang memiliki kubah besar,
simbol bulan sabit di ujung kubah dan menara serta kumandang azan berpengeras
suara dari menara-nya. Tidak hanya di Estonia yang berada di Eropa sana,
saudara saudara muslim di Tolikara pun membangun masjid mengikuti bentuk
bangunan disekitarnya agar tidak terlalu mencolok demi toleransi.
Menilik hal hal yang demikian, bukan tidak mungkin toh,
bila dulu Ja’far Shodiq dan kaum muslimin awal di Kudus membangun masjid dengan
mengikuti bentuk / arsitektur tempat ibadah ummat mayoritas yang ada disana.
Bukankah tata letak bangunannya pun sudah persis menghadap kiblat, termasuk
tata letak bangunan menaranya. Bukankah sejarah mencatat bangunan yang awal
sekali dibangun sudah mengalami beberapa kali perluasan, menunjukkan bahwa
bangunan awalnya memang tidak terlalu besar, dan pembangunan masjid sudah
barang tentu sesuai dengan kebutuhan jemaah nya, alias disesuaikan dengan
jumlah jemaahnya. Wallohuwa’lam.
DA GAPURA DI DALAM MASJID. Ini salah satu keunikan yang ada di Masjid Menara Kudus, ada gapura / gerbang paduraksa di dalam masjid, tak ada di masjid lain. |
Keunikan
yang Menarik Perhatian
Ke-unikan arsitektural menjadi daya tarik utama masjid
ini. Sejauh ini Masjid Menara Kudus merupakan satu satunya masjid dengan paduan
arsitektural bangunan candi dengan bangunan masjid modern sebagaimana biasa
dikenal. Telah difahami secara umum bahwa masjid ini sebelumnya memang
merupakan bangunan candi yang kemudian di alih fungsi menjadi masjid seiring
dengan telah muslim nya masyarakat disana. Menara setinggi 17 meter yang berada
di sisi kiri gerbang utama masjid ini yang berbentuk bangunan candi dibangun
dengan susunan bata merah tanpa semen, berdiri megah hingga kini dengan bentuk
aslinya, dengan fungsi sebagai menara masjid lengkap dengan perangkat pengeras
suara terpasang disana. Gaya
arsitektur Menara masjid ini disebut sebut menyerupai candi-candi di Jawa Timur
pada masa Majapahit dan juga memiliki kemiripan
dengan Menara
Kukul di Bali.
Menara ini terbagi menjadi tiga bagian
yaitu bagian kaki, tubuh dan puncak. Kaki
menara berbentuk bujur sangkar
berukuran 6.3 meter. Sedangkan
puncak menara berupa ruangan mirip pendopo berlantai papan. Di atas menara di beri atap
tumpang bertingkat dua dari sirap. Menurut G.F. Pijpet dan A.J. Bernet
Kemperes, menara masjid kudus ini mirip dengan menara Kul Kul di Bali dan pada
awalnya bukanlah menara masjid melainan sebuah bangunan candi pada masa Hindu
yang kemudian disesuaikan kegunaannya sebagai menara masjid ini. Beberapa peneliti lain seperti
Soekmon, Syafwandi dan Parmono atmadi menghubungkan bentuk menara masjid Kudus
dengan candi candi di Jawa Timur seperti candi jago dan candi singasari
berkaitan dengan bentuk arsitektural dan ragam hiasnya.
Restorasi menara |
Keunikan bangunan masjid ini tidak hanya pada menaranya.
Beberapa bagian kuno dari bangunan masjid ini masih dapat ditemui dengan pola
dan bahan bangunan yang sama, termasuk empat bangunan gapura (gerbang), terdiri
dari dua gerbang berbentuk paduraksa dan dua gerbang berbentuk candi bentar.
Gerbang gerbang tersebut tetap di konservasi keberadaan dan keasliannya meski
kini sudah berada di dalam bangunan masjid. Bentuk dan keberadaannya yang tak
biasa di dalam masjid membuat gerbang gerbang ini menjadi daya tarik tersendiri
bagi para pengunjung.
Gerbang gerbang tersebut sejatinya merupakan pembatas
antar halaman di komplek masjid ini. komplek masjid menara kudus ini terbagi menjadi sebelas
halaman yang dibatasi dengan pagar
dan gapura dari bata yang berbentuk candi bentar maupun padureksa. Fitur dari masa
lalu yang tak kalah menarik yang masih bisa dijumpai, terdapat disebelah selatan masjid, ada kolam berwudhu kuno yang cukup
unik, ada
delapan pancuran dihiasi ukiran batu berbentuk kepala kala. Sekarang pancuran tersebut
ditambah dengan keran untuk memudahkan Jemaah berwudhu.
Terhimpit. Masjid Menara Kudus dari udara terlihat terjepit diantara padatnya rumah penduduk di sekitarnya. |
Pembangunan
dan Perluasan Masjid Menara Kudus
Sejak dibangun oleh Ja’far Shodiq alias Sunan Kudus pada tahun 956
Hijriah atau 1549 M. Masjid
menara kudus sudah beberapakali mengalami perbaikan dan perluasan. Pada awal tahun 1918 sampai
ahir tahun 1919 telah diadakan pembongkaran dibeberapa bagian masjid. Tahun 1925 bagian depan masjid
ditambah dengan serambi untuk menampung jemaah khususnya di hari Jum'at yang
semakin membludak. Tahun
1933 serambi tersebut diperluas dengan serambi tambahan menyebabkan gapura kori
agung atau gapura lawang kembar menjadi ternaungi atap serambi depan masjid. Di atas serambi itupun
dibangun kubah. Perubahan
terahir tahun 1960 saat terjadi pergantian mustaka.
Bagian
yang masih asli di masjid ini berupa tembok sisi timur, sebagian tembok sisi
utara dan selatan, gapura paduraksa, tembok luar mihrab, delapan buah pancuran
tempat wudhu serta menara. Seperti bangunan lainnya di komplek masjid ini,
tembok timur masjid juga dibangun dari batu bata tanpa perekat. Pada tembok sisi timur ini
terdapat empat buah gapura, dua buah gapua berbentuk candi bentar dan dua
gapura berbentuk paduraksa.
Pintu menuju menara |
Legenda Masjid
Menara Kudus
Dikisahkan
bahwa pada waktu Sunan Kudus berhaji beliau terserang penyakit kudis. karena
penyakitnya itu beliau di hina dan disingkirkan dari pergaulan sehari hari, Sunan kudus pun membalas
dengan kesaktiannya dan timbullah wabah penyakit yang menimpa negeri arab. Berbagai upaya dilakukan oleh
pera pemuka negeri arab untuk mengatasi wabah tersebut namun tak membuahkan
hasil. Ahirnya
sunan kudus diminta mengatasi wabah tersebut. Atas jasanya para pemuka negeri arab
tersebut memberikan berbagai hadiah menarik tapi sunan kudus menolaknya dan
justru memilih batu yang kemudian digunakan untuk memperingati pendirian masjid
menara kudus. Batu tersebut kini ada di mihrab masjid bertuliskan nama Sunan Kudus.
Banyu Panguripan
Masih
menurut cerita tutur, dahulu dibawah bangunan menara terdapat dua buah sumber
air. oleh penduduk sumber air itu disebut sumber banyu panguripan. Disebut demikian karena
apabila seseorang meminum air itu maka orang itu akan hidup abadi. Sunan Kudus sangat khawatir jika
khasiat air sumber panguripan itu disalahgunakan oleh orang orang berwatak
jahat. Oleh
karenanya sumber air itu ahirnya ditutup dan di atasnya didirikan bangunan
menara. Dari legenda ini jelas disebutkan bahwa bangunan menara tersebut dibuat
atas perintah atau setidaknya atas prakarsa Sunan Kudus. Bisa jadi legenda itu
sebenarnya adalah potongan cerita dari proyek pembangunan Masjid di tempat itu
yang kini dikenal sebagai Masjid Menara Kudus.
Tradisi
Beduk Dhandhang
Ada
kebiasaan unik Sunan Kudus dalam berdakwah dengan
mengadakan beduk dhandhang yakni tradisi memukul beduk bertalu talu menjelang
ramadhan untuk mengundang jemaah datang ke masjid. Setelah jamaah berkumpul, Sunan
Kudus pun mengumumkan kapan
persisnya hari pertama puasa. Beduk sendiri merupakan salah satu pernik tradisi
Nusantara, sama halnya dengan kentongan atau pun digunakan berpadanan. Namun
kemudian diserap menjadi salah satu tradisi Islam Nusantara.***
----------ooo000ooo----------
Artikel
Masjid Masjid Tertua Di Nusantara Lainnya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Dilarang berkomentar berbau SARA