Masjid Agung Touba merupakan Masjid dengan ukuran terbesar di Senegal. Menara tertinggi di masjid ini merupakan bangunan tertinggi di Senegal. |
Touba
adalah kota yang terletak sekitar 170 km disebelah timur kota Dakar dan juga
kota terbesar kedua di Senegal setelah Dakar. Touba berasal dari bahasa Arab,
yang berarti “kebahagiaan” yang dimaknai sebagai kebahagiaan yang membangkitkan
kesenangan manis kehidupan kekal di akhirat. Touba juga dapat diartikan sebagai
nama pohon di surga. Dalam Sufisme simbolik pohon merupakan aspirasi untuk
kesempurnaan rohani dan mendekatkan diri dengan Allah.
Kota
Touba merupakan pusat aktivitas Tharikat
Mauridiyyah dan tempat pemakaman pengasasnya, Syeikh
Aamadu Mbàkke Bamba [1853-1927]. Di sebelah makam beliau kemudian
dibangun sebuah masjid besar yang diberi nama Masjid Agung Touba, selesai
dibangun tahun 1963 sekitar 40 tahun setelah kematian-nya. Masjid tersebut merupakan impian dari beliau
yang disampaikan setahun sebelum kematiannya. Touba dikenal sebagai kota suci
bagi muslim Senegal, khususnya bagi pengikut Tharikat
Mauridiyyah.
Bulan kesiangan di atas masjid. Touba merupakan pusat dan kota suci bagi Tharikat Maouridiyyah yang didirikan oleh Syeikh Aamadou Mbake Bamba. |
Di
kota ini diharamkan segala bentuk mimuman keras, tembakau, menari, musik bahkan
bermain game sekalipun. Touba memiliki status khusus sejak masa penjajahan
Prancis dengan status sebagai kota otonom di berbagai bidang termasuk aspek
kesehatan, sumber air, kebijakan publik, perekonomian, kepemilikan tanah,
transportasi hingga lahan dan perumahan. Kehidupan di Touba didominasi oleh tradisi
dan kebudayaan Islam. Sebuah tradisi ziarah Akbar tahunan, yang disebut Grand Magal, menarik perhatian satu hingga dua
juta pengunjung dari seluruh Senegal, Eropa dan Amerika setiap tahunnya.
Masjid
Agung Touba disebut sebut sebagai salah satu masjid terbesar di benua Afrika. Sejak
selesai dibangun tahun 1963, masjid ini terus diperbesar dan diperindah. Masjid
tersebut memiliki lima menara dan tiga kubah besar. Salah satu menaranya
dibangun paling tinggi hingga 87 meter, pada bagian ujungnya dibuat menyerupai
sebuah lentera, merujuk kepada Lampu Sheikh
Ibrāhīma, salah seorang syekh yang berpengaruh di kota ini. Menara
tersebut merupakan monumen paling terkenal di Senegal.
Masjid Agung Touba dan
Syekh Amadou Bamba
Merujuk
kepada tradisi setempat, kota Touba pertama kali dibuka oleh Syekh Amadu Bámba Mbákke atau yang dikenal dengan
nama Syekh Amadu Bámba [1853-1927]. Syekh Amadu atau Shaykh
Ahmadu Bàmba Mbàkke atau Ahmad ibnu Muhammad
ibnu Habīb Allāh atau Khadīmu r-Rasūl (pelayan Rosul) atau Sëriñ Tuubaa (Orang suci Touba), adalah seorang
sufi yang sangat terkenal di Senegal. Ia juga seorang yang dihormati dan
pendiri Tharikat Mauridiyyah. Beliau lahir
di desa Mbacké (Mbàkke Bawol di Wolof) di wilayah kerajaan Baol, di Senegal.
Putra dari seorang ulama Tharikat Qodiriyyah yang merupakan Tharikat tertua di
Senegal. Beliau dikisahkan menerima petunjuk dari Allah swt dalam bentuk cahaya
di bawah sebuah pohon pada tahun 1887.
Dulunya
tempat tersebut sangat terpencil di rimba belantara. Kepopuleran Syekh Amadou membuat banyak orang mengunjunginya
hingga berkembang menjadi sebuah kota dengan nama Touba. Hal ini membuat
pemerintahan Perancis yang waktu itu menjajah Senegal cemas, sehingga sang
syekh ditangkap dan dibuang ke Gabon [1895-1902] lalu ke Mauritania
[1903-1907]. Strategi ini tidak berhasil, penahanan Syekh
Amadou justru membuat para pengikutnya menjadi kian memujanya.
foto paling terkenal di Senegal. Foto Syeikh Amadu Bamba di abadikan oleh penguasa Prancis, beliau menutup sebagian wajahnya dengan sorban. Foto ini begitu terkenal di Senegal. |
Pemerintah
Prancis kemudian membebaskan beliau setelah yakin bahwa beliau dan pengikutnya
tidak tertarik melakukan perlawanan terhadap penjajahan Prancis dengan cara
mengangkat senjata. Di tahun 1918 pemerintah Prancis bahkan menganugerahinya
Bintang kehormatan Legion atas jasanya mengizinkan pengikutnya membela Prancis
dalam perang dunia pertama serta memberikan izin khusus kepadanya untuk
mendirikan kota suci Touba.
Syekh Amadou Bamba
kemudian berniat mendirikan masjid setahun menjelang ajalnya. Masjidnya baru
berdiri pada tahun 1963, 40 tahun setelah Syekh
Amadou meninggal. Yang menarik, begitu masjid berdiri, kota yang tadinya
sangat terpencil berkembang menjadi kota besar. Penduduk yang awalnya kurang
dari 5.000 jiwa di tahun 1964, di tahun 2007 berkembang menjadi 529.000 orang.
Banyak sekali orang dari berbagai wilayah Senegal yang berziarah ke makam sang
syekh. Syekh Aamadu Bámba kembali dari
pengasingannya ke Kota Touba pada hari ke 48 setelah tahun baru hijriah, dan
kini setiap tahun di hari tersebut diadakan peringatan Grand
Magal, berupa ziarah akbar ke makam Syekh
Aamadu Bámba yang di ikuti oleh jutaan pengikut Tharikat
Mauridiyyah dari seluruh dunia.
Tharikat Mauridiyyah Memiliki
pengaruh yang sangat kuat di Senegal bahkan hingga mendominasi ranah politik,
pengikutnya tersebar hingga ke Paris dan New York city dan berbagai kota dunia,
secara rutin mereka mengirimkan sejumlah uang kepada pemimpin mereka di Touba.
Salah satu anggota Tharikat ini yang terkenal adalah Presiden Senegal Abdoulaye Wade yang menang dalam pemilihan presiden
setelah mengalahkan pesaingnya Abdou Diouf
dari Tharikat Tijaniyyah. Sehari setelah
terpilih, Abdoulaye Wade langsung berangkat
ke Touba untuk meminta restu dari Khalifah Tharikat
Mauridiyyah, Serine Saliou Mbacke (Sëriñ
Falilou, Khalifah kedua 1945-1968)
Sketsa komplek Masjid Agung Touba |
Komplek Masjid Agung Touba
Di
sekitar lingkungan masjid ini terdapat rumah kediaman dan makam dari para
khalifah Tharikat Mauridiyyah termasuk Syaikh Bara Mbacké Khalifah keenam Tharikat Mauridiyah dan yang pertama bukan keturunan
dari Aamadu Bamba Mbàkke. Selain itu di
komplek masjid ini juga terdapat perpustakaan, gedung pertemuan dan pemakaman
yang dikelola oleh Tharikat Mauridiyah. Saat
ini Tharikat Mauridiyah dipimpin oleh Shaykh Sidy Mokhtar Mbacké yang merupakan Khalifah
ketujuh sekaligus merupakan khalifah kedua yang bukan merupakan keturunan dari sang
pendiri, Syeikh Aamadu Mbàkke Bamba.
Komplek
masjid Agung Touba ini terbilang cukup unik, secara umum terbagi menjadi dua
kawasan yakni kawasan masjid agung ditambah maosolium dan kawasan terbuka
termasuk areal pemakaman. Konfigurasi tersebut dirancang sendiri oleh Syeikh Aamadu Mbàkke Bamba selaku pendiri kota
sekaligus pendiri Tharikat Mauridiyyah yang menyatukan dimensi fisik dan
metafisik secara berkaitan. Bangunan Masjid Agung merupakan pusat dari
keseluruhan komplek ini sekaligus menjadi titik pusat dari kota Touba secara
keseluruhan.
Eksterior Masjid Agung Touba |
Pembangunan
Masjid Agung Touba sudah dimulai sejak tahun 1930 namun sempat terhenti karena
pecahnya peang dunia pertama, dan baru selesai tahun 1963, sejak itu masjid ini
terus diperluas dan diperindah. Perluasan yang paling berpengaruh adalah
perluasan tahun 1980 yang menambahkan bangunan baru mengitari bangunan lama.
Bangunan baru yang hampir seluruhnya di hias menggunakan material batu pualam di
penghujung tahun 1990-an mengubah tampilan luar masjid ini secara signifikan.
Tiga
kubah besar masjid ini di beri warna hijau, kubah terbesar nya menaungi ruang
sholat utama di depan mihrab. Sedangkan dibawah kubah sebelah timur masjid atau
disebelah kiri mihrab terdapat makam dari Syeikh
Aamadu Mbàkke Bamba yang tak henti hentinya diziarahi oleh para
pengikutnya. Seperti sudah disinggung di awal tulisan tadi, Arsitektural paling
menarik perhatian dari masjid ini adalah menara tertingginya yang dikenal dengan
nama “Lamp Fall” setinggi 87 meter yang mendominasi pemadangan masjid dan
sekitarnya bahkan seluruh kota Touba yang sepi dari gedung pencakar langit. Di
cuaca cerah, puncak menara masjid bewarna hijau ini bahkan dapat dilihat dari
jarak 15 Km atau lebih jauh dari itu. Menara masjid ini merupakan salah satu
bangunan tertinggi di seluruh negara Senegal.
Eksterior Masjid Agung Touba |
Selain
Masjid, di kawasan utama berdiri bangunan bangunan maosolium (Kubah makam) dari
para mendiang petinggi Tharikat Mauridiyyah yang merupakan para keturunan Syeikh Aamadu Mbàkke Bamba serta para penerusnya.
Di sebelah kanan Mihrab dibangun di luar dinding sisi kiblat masjid sebagai
bangunan yang berdiri sendiri sejajar dengan arah kiblat, terdapat maosolium Sëriñ Mamadou Moustafa Mbacké, kahlifah pertama Tharikat Mauridiyyah (1927-1945). Maosolium Sëriñ Falilou, Khalifah kedua
(1945-1968) dan Sëriñ Abdou Khadre, Khalifah
ke empat (1989-1990). Di tempat tersebut juga terdapat Mushola kota.
Makam
dari khalifah ketiga Sëriñ Abdoul Ahad (1968-1989),
berada di halaman dalam gedung perpustakaan yang dibangun diantara mushola dan
masjid, kemudian maosolium Sëriñ Murtada Mbacké
yang wafat tahun 2004. Sejajar dengan kiblat masjid terdapat komplek pemakaman
umum Touba yang merupakan salah satu elemen penting dari tipografi spiritual
kota tersebut. Pemakaman ini merupakan tempat yang paling di idamkan oleh para
pengikut Thariqat Mauridiyyah, meski
ditempat manapun mereka menjalani hidupnya namun berkeinginan untuk dimakamkan
di pemakaman tersebut bila mereka meninggal dunia.***
--------------------------------
Baca juga
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Dilarang berkomentar berbau SARA