Halaman

Minggu, 12 Juni 2016

Masjid Agung Touba, Senegal

Masjid Agung Touba merupakan Masjid dengan ukuran terbesar di Senegal. Menara tertinggi di masjid ini merupakan bangunan tertinggi di Senegal.

Touba adalah kota yang terletak sekitar 170 km disebelah timur kota Dakar dan juga kota terbesar kedua di Senegal setelah Dakar. Touba berasal dari bahasa Arab, yang berarti “kebahagiaan” yang dimaknai sebagai kebahagiaan yang membangkitkan kesenangan manis kehidupan kekal di akhirat. Touba juga dapat diartikan sebagai nama pohon di surga. Dalam Sufisme simbolik pohon merupakan aspirasi untuk kesempurnaan rohani dan mendekatkan diri dengan Allah.

Kota Touba merupakan pusat aktivitas Tharikat Mauridiyyah dan tempat pemakaman pengasasnya, Syeikh Aamadu Mbàkke Bamba [1853-1927]. Di sebelah makam beliau kemudian dibangun sebuah masjid besar yang diberi nama Masjid Agung Touba, selesai dibangun tahun 1963 sekitar 40 tahun setelah kematian-nya. Masjid tersebut merupakan impian dari beliau yang disampaikan setahun sebelum kematiannya. Touba dikenal sebagai kota suci bagi muslim Senegal, khususnya bagi pengikut Tharikat Mauridiyyah.

Bulan kesiangan di atas masjid. Touba merupakan pusat dan kota suci bagi Tharikat Maouridiyyah yang didirikan oleh Syeikh Aamadou Mbake Bamba.

Di kota ini diharamkan segala bentuk mimuman keras, tembakau, menari, musik bahkan bermain game sekalipun. Touba memiliki status khusus sejak masa penjajahan Prancis dengan status sebagai kota otonom di berbagai bidang termasuk aspek kesehatan, sumber air, kebijakan publik, perekonomian, kepemilikan tanah, transportasi hingga lahan dan perumahan. Kehidupan di Touba didominasi oleh tradisi dan kebudayaan Islam. Sebuah tradisi ziarah Akbar tahunan, yang disebut Grand Magal, menarik perhatian satu hingga dua juta pengunjung dari seluruh Senegal, Eropa dan Amerika setiap tahunnya.

Masjid Agung Touba disebut sebut sebagai salah satu masjid terbesar di benua Afrika. Sejak selesai dibangun tahun 1963, masjid ini terus diperbesar dan diperindah. Masjid tersebut memiliki lima menara dan tiga kubah besar. Salah satu menaranya dibangun paling tinggi hingga 87 meter, pada bagian ujungnya dibuat menyerupai sebuah lentera, merujuk kepada Lampu Sheikh Ibrāhīma, salah seorang syekh yang berpengaruh di kota ini. Menara tersebut merupakan monumen paling terkenal di Senegal.

 

 Masjid Agung Touba dan Syekh Amadou Bamba

Merujuk kepada tradisi setempat, kota Touba pertama kali dibuka oleh Syekh Amadu Bámba Mbákke atau yang dikenal dengan nama Syekh Amadu Bámba [1853-1927]. Syekh Amadu atau Shaykh Ahmadu Bàmba Mbàkke atau Ahmad ibnu Muhammad ibnu Habīb Allāh atau Khadīmu r-Rasūl (pelayan Rosul) atau Sëriñ Tuubaa (Orang suci Touba), adalah seorang sufi yang sangat terkenal di Senegal. Ia juga seorang yang dihormati dan pendiri Tharikat Mauridiyyah. Beliau lahir di desa Mbacké (Mbàkke Bawol di Wolof) di wilayah kerajaan Baol, di Senegal. Putra dari seorang ulama Tharikat Qodiriyyah yang merupakan Tharikat tertua di Senegal. Beliau dikisahkan menerima petunjuk dari Allah swt dalam bentuk cahaya di bawah sebuah pohon pada tahun 1887.

Dulunya tempat tersebut sangat terpencil di rimba belantara. Kepopuleran Syekh Amadou membuat banyak orang mengunjunginya hingga berkembang menjadi sebuah kota dengan nama Touba. Hal ini membuat pemerintahan Perancis yang waktu itu menjajah Senegal cemas, sehingga sang syekh ditangkap dan dibuang ke Gabon [1895-1902] lalu ke Mauritania [1903-1907]. Strategi ini tidak berhasil, penahanan Syekh Amadou justru membuat para pengikutnya menjadi kian memujanya.

foto paling terkenal di Senegal. Foto Syeikh Amadu Bamba di abadikan oleh penguasa Prancis, beliau menutup sebagian wajahnya dengan sorban. Foto ini begitu terkenal di Senegal.

Pemerintah Prancis kemudian membebaskan beliau setelah yakin bahwa beliau dan pengikutnya tidak tertarik melakukan perlawanan terhadap penjajahan Prancis dengan cara mengangkat senjata. Di tahun 1918 pemerintah Prancis bahkan menganugerahinya Bintang kehormatan Legion atas jasanya mengizinkan pengikutnya membela Prancis dalam perang dunia pertama serta memberikan izin khusus kepadanya untuk mendirikan kota suci Touba.

Syekh Amadou Bamba kemudian berniat mendirikan masjid setahun menjelang ajalnya. Masjidnya baru berdiri pada tahun 1963, 40 tahun setelah Syekh Amadou meninggal. Yang menarik, begitu masjid berdiri, kota yang tadinya sangat terpencil berkembang menjadi kota besar. Penduduk yang awalnya kurang dari 5.000 jiwa di tahun 1964, di tahun 2007 berkembang menjadi 529.000 orang. Banyak sekali orang dari berbagai wilayah Senegal yang berziarah ke makam sang syekh. Syekh Aamadu Bámba kembali dari pengasingannya ke Kota Touba pada hari ke 48 setelah tahun baru hijriah, dan kini setiap tahun di hari tersebut diadakan peringatan Grand Magal, berupa ziarah akbar ke makam Syekh Aamadu Bámba yang di ikuti oleh jutaan pengikut Tharikat Mauridiyyah dari seluruh dunia.

Tharikat Mauridiyyah Memiliki pengaruh yang sangat kuat di Senegal bahkan hingga mendominasi ranah politik, pengikutnya tersebar hingga ke Paris dan New York city dan berbagai kota dunia, secara rutin mereka mengirimkan sejumlah uang kepada pemimpin mereka di Touba. Salah satu anggota Tharikat ini yang terkenal adalah Presiden Senegal Abdoulaye Wade yang menang dalam pemilihan presiden setelah mengalahkan pesaingnya Abdou Diouf dari Tharikat Tijaniyyah. Sehari setelah terpilih, Abdoulaye Wade langsung berangkat ke Touba untuk meminta restu dari Khalifah Tharikat Mauridiyyah, Serine Saliou Mbacke (Sëriñ Falilou, Khalifah kedua 1945-1968)

Sketsa komplek Masjid Agung Touba

Komplek Masjid Agung Touba

Di sekitar lingkungan masjid ini terdapat rumah kediaman dan makam dari para khalifah Tharikat Mauridiyyah termasuk Syaikh Bara Mbacké Khalifah keenam Tharikat Mauridiyah dan yang pertama bukan keturunan dari Aamadu Bamba Mbàkke. Selain itu di komplek masjid ini juga terdapat perpustakaan, gedung pertemuan dan pemakaman yang dikelola oleh Tharikat Mauridiyah. Saat ini Tharikat Mauridiyah dipimpin oleh Shaykh Sidy Mokhtar Mbacké yang merupakan Khalifah ketujuh sekaligus merupakan khalifah kedua yang bukan merupakan keturunan dari sang pendiri, Syeikh Aamadu Mbàkke Bamba.

Komplek masjid Agung Touba ini terbilang cukup unik, secara umum terbagi menjadi dua kawasan yakni kawasan masjid agung ditambah maosolium dan kawasan terbuka termasuk areal pemakaman. Konfigurasi tersebut dirancang sendiri oleh Syeikh Aamadu Mbàkke Bamba selaku pendiri kota sekaligus pendiri Tharikat Mauridiyyah yang menyatukan dimensi fisik dan metafisik secara berkaitan. Bangunan Masjid Agung merupakan pusat dari keseluruhan komplek ini sekaligus menjadi titik pusat dari kota Touba secara keseluruhan.

Eksterior Masjid Agung Touba

Pembangunan Masjid Agung Touba sudah dimulai sejak tahun 1930 namun sempat terhenti karena pecahnya peang dunia pertama, dan baru selesai tahun 1963, sejak itu masjid ini terus diperluas dan diperindah. Perluasan yang paling berpengaruh adalah perluasan tahun 1980 yang menambahkan bangunan baru mengitari bangunan lama. Bangunan baru yang hampir seluruhnya di hias menggunakan material batu pualam di penghujung tahun 1990-an mengubah tampilan luar masjid ini secara signifikan.

Tiga kubah besar masjid ini di beri warna hijau, kubah terbesar nya menaungi ruang sholat utama di depan mihrab. Sedangkan dibawah kubah sebelah timur masjid atau disebelah kiri mihrab terdapat makam dari Syeikh Aamadu Mbàkke Bamba yang tak henti hentinya diziarahi oleh para pengikutnya. Seperti sudah disinggung di awal tulisan tadi, Arsitektural paling menarik perhatian dari masjid ini adalah menara tertingginya yang dikenal dengan nama “Lamp Fall” setinggi 87 meter yang mendominasi pemadangan masjid dan sekitarnya bahkan seluruh kota Touba yang sepi dari gedung pencakar langit. Di cuaca cerah, puncak menara masjid bewarna hijau ini bahkan dapat dilihat dari jarak 15 Km atau lebih jauh dari itu. Menara masjid ini merupakan salah satu bangunan tertinggi di seluruh negara Senegal.

Eksterior Masjid Agung Touba

Selain Masjid, di kawasan utama berdiri bangunan bangunan maosolium (Kubah makam) dari para mendiang petinggi Tharikat Mauridiyyah yang merupakan para keturunan Syeikh Aamadu Mbàkke Bamba serta para penerusnya. Di sebelah kanan Mihrab dibangun di luar dinding sisi kiblat masjid sebagai bangunan yang berdiri sendiri sejajar dengan arah kiblat, terdapat maosolium Sëriñ Mamadou Moustafa Mbacké, kahlifah pertama Tharikat Mauridiyyah (1927-1945). Maosolium Sëriñ Falilou, Khalifah kedua (1945-1968) dan Sëriñ Abdou Khadre, Khalifah ke empat (1989-1990). Di tempat tersebut juga terdapat Mushola kota.

Makam dari khalifah ketiga Sëriñ Abdoul Ahad (1968-1989), berada di halaman dalam gedung perpustakaan yang dibangun diantara mushola dan masjid, kemudian maosolium Sëriñ Murtada Mbacké yang wafat tahun 2004. Sejajar dengan kiblat masjid terdapat komplek pemakaman umum Touba yang merupakan salah satu elemen penting dari tipografi spiritual kota tersebut. Pemakaman ini merupakan tempat yang paling di idamkan oleh para pengikut Thariqat Mauridiyyah, meski ditempat manapun mereka menjalani hidupnya namun berkeinginan untuk dimakamkan di pemakaman tersebut bila mereka meninggal dunia.*** 

--------------------------------

Baca juga


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Dilarang berkomentar berbau SARA