::: terlihat sepi di hari biasa, namun Langgar Agung ini benar benar dopadati jem'ah hingga ke jalanan di dua sholat hari raya dan di perayaan maulid nabi ::: |
Langgar Agung atau kadang
disebut Masjid Langgar Agung adalah mushola tua yang berada di dalam komplek
keraton Kasepuhan Cirebon. Kata Langgar adalah sama dengan surau atau mushola.
Disebut dan difungsikan sebagai Langgar karena memang tak jauh dari lokasi nya,
berdiri megah Masjid Agung Sang Ciptarasa yang merupakan masjid resmi
kesultanan Cirebon, dan di dalam komplek keraton ini juga terdapat Langgar Alit
dengan ukuran yang jauh lebih kecil.
Ada beberapa tradisi
yang sangat unik dari Langgar Agung ini yang tetap dilestarikan oleh keluarga
keraton Kasepuhan Cirebon. Diantaranya yang paling menyedot perhatian
masyarakat luas adalah perhelatan Panjang Jimat oleh Keraton Kasepuhan yang
acara puncaknya digelar di Langgar Agung ini.
Langgar Agung Keraton Kasepuhan
Kompek Keraton Kasepuhan Cirebon
Kampung Mandalangan, Kelurahan Kasepuhan
Kecamatan Lemah Wungkuk, Kota Cirebon, Provinsi Jawa Barat.
Untuk menuju ke Langgar
Agung, tentu saja harus menuju ke Keraton Kasepuhan Cirebon, salah satu dari
tiga Keraton di Kota Cirebon yang pada awalnya merupakan satu Kesultanan yakni
Kesultanan Cirebon sebelum kemudian terbagi menjadi tiga Keraton yaitu Keraton
Kasepuhan dengan Sultan Sepuh sebagai penguasanya, Lalu Keraton Kanoman dengan
Sultan Anom-nya dan Keraton Kacirbonan.
Dari arah gerbang
paling depan yang menghadap ke Alun Alun Keraton Kasepuhan, Langgar Agung berada
di halaman kedua yang berada diatara gerbang pertama dan kedua (Regol Pengada),
dua gerbang yang sama sama berbentuk paduraksa beratap genteng. Hanya sedikit
perbedaan pada ornamen atap dan warna-nya.
Gerbang paduraksa kedua
(Regol Pengada) berukuran 5 x 6,5m dibangun menggunakan batu dan daun pintunya
dari kayu. merupakan gerbang masuk ke halaman keraton Kasepuhan. Dari gerbang
peduraksa pertama Langgar Agung ada di sebelah kanan (sisi barat).
Sejarah Pembangunan Langgar Agung
Sejauh ini kami belum
menemukan literatur yang secara jelas menyebutkan kapan dan oleh siapa Langgar
ini dibangun. Hanya saja, sebagai sebuah kerajaan Islam, pembangunan komplek
keraton biasanya berbarengan dengan pembangunan sebuah masjid atau mushola atau
setidaknya pembangunan antara gedung keraton dan mushola / masjidnya tidak
terpaut jauh.
Keraton Kasepuhan pada
awalnya dibangun oleh Pangeran Cakrabuana, putra Prabu Siliwangi II dengan nama
Keraton Pakungwati atau Dalem Agung Pakungwati di tahun 1452. Nama tersebut
dinisbatkan kepada putri tunggal beliau yang bernama Putri Pakungwati. Sebagai
pusat pemerintahan Cirebon yang kala itu masih merupakan wilayah bawahan
kerajaan Padjajaran.
Dikemudian hari putri
Pakungwati dinikahkan oleh Pangeran Cakrabuana dengan keponakannya yang tak
lain adalah Syarif Hidayatullah yang dikemudian hari menjadi Sultan Pertama di
Kesultanan Cirebon. Keraton tersebut diperluas sekitar tahun 1479. Bangunan
asli Keraton Pakungwati sendiri kini sudah tidak ada lagi.
Lokasinya kini ditandai
dengan tiga bangunan petilasan, yakni petilasan Sunan Gunung Jati, Petilasan Pangeran
Cakrabuana dan petilasan Walisongo. Ketiga petilasan tersebut dikelilingi
dengan pagar tembok dari susunan bata merah dengan gerbang berpintu kayu
berukir. Di dalam komplek petilasan ini terdapat sumur Kejayaan.
Langgar Agung dari arah gerbang paduraksa pertama |
Sedangkan bangunan
keraton yang kini berdiri dibangun setelah wafatnya Sunan Gunung Jati dan
posisi beliau digantikan oleh cicitnya yang bernama Pangeran Emas Zaenal
Arifin, bergelar Panembahan Pakungwati I. Pada tahun 1529 beliau membangun
keraton baru di sebelah barat daya keraton lama. Kemungkinan besar Langgar
Agung dibangun bersamaan dengan pembangunan tersebut.
Tradisi Mauludan
Sekali dalam setahun,
Langgar Agung Keraton Kasepuhan menjadi pusat peringatan Maulid Nabi yang
diselenggarakan setiap tahun di Keraton Kasepuhan. Tradisi Mauludan di kota
Cirebon atau lebih dikenal dengan nama tradisi Panjang Jimat merupakan tradisi
yang diselenggarakan oleh tiga Keraton di kota Cirebon, baik di Keraton
Kasepuhan, Keraton Kanoman dan Keraton Kacirbonan.
::panjang jimat, di keraton Kasepuhan - Cirebon :: |
Panjang Jimat merupakan
serangkaian ritual panjang peringatan Maulid Nabi Muhammad S.A.W. yang dimulai
dengan pembersihan benda benda pusaka keraton yang akan dipergunakan dalam
prosesi Maulid Nabi, hingga ke acara puncaknya berupa iring iringan benda benda
pusaka tersebut dari keraton Kasepuhan menuju ke Langgar Agung untuk
pelaksanaan acara puncak peringatan Maulid Nabi yang dipimpin oleh imam Masjid
Agung Sang Ciptarasa.
Sultan Kasepuhan Cirebon Salat Id Dua Kali
Selain tradisi
Mauludan, yang tak kalah menarik tradisi di Langgar Agung ini adalah tatkala
Sultan Sepuh, penguasa Keraton Kasepuhan melaksanakan Sholat Idul Fitri dan
Idul Adha dua kali. Sholat Id pertama dilaksanakan di Langgar Agung ini bersama
dengan seluruh kerabat keraton lalu kemudian dilanjutkan dengan Sholat Id kedua
di Masjid Agung Sang Ciptarasa. Sultan dijemput oleh Imam Masjid ke keraton
untuk kemudian berjalan kaki menuju ke Langgar Agung diiringi oleh para kerabat.
::: Suasana Idul Fitri di Langgar Agung Keraton Kasepuhan - Cirebon ::: |
Salah satu dari abdi
dalem yang mengiringi keluarga Sultan membawa sebuah dupa yang menyala untuk
menebarkan aroma wewangian sejak dari keraton hingga masuk ke dalam Langgar
Agung. di dalam Langgar Agung Sultan melaksanakan sholat membaur dengan seluruh
kerabat dan masyarakat dalam lingkungan keraton, tidak di dalam maksurah atau
Krapyak seperti di Masjid Agung Sang Ciptarasa.
Tradisi unik lainnya di
Langgar Agung ini adalah, khutbahnya disampaikan dalam bahasa Aeab, tradisi
yang sama juga dilaksanakan di Masjid Agung Sang Ciptarasa. Khutbah berbahasa
Arab ini sudah dilaksanakan sejak masa Sunan Gunung Jati dengan tujuan untuk
memotivasi jemaah untuk belajar bahasa Arab.
Selesai melaksanakan
sholat Id di Langgar Agung ini, Sultan sepuh dan keluarga akan melanjutkan
perjalanan dengan berjalan kaki sekitar 100 meter menuju ke Masjid Agung Sang
Ciptarasa untuk melaksanakan sholat Id bersama masyarakat umum di masjid
Kesultanan tersebut.
Sepulang dari Masjid
Agung Sang Ciptarasa, Sultan keluarga kembali ke keraton dengan berjalan kaki
dan disambut dengan tetabuhan gamelan sekaten di pendopo keraton, disana Sultan
akan singgah sejenak melepas lelah sembari menikmati irama gamelan sekaten yang
hanya dimainkan dua kali dalam setahun yakni ketika Idul Fitri dan peringatan
Maulid Nabi.
Arstitektural Langgar Agung
Bangunan Langgar Agung memiliki
bangunan utama dengan ukuran 6 x 6 m. Teras 8 x 2, 5 m. Denah bangunannya
berbentuk “T” terbalik Karena teras depan lebih besar dari bangunan utama.
Bagian teras berdinding kayu setengah dari permukaan lantai, kemudian setengah
bagian atas diberi terali kayu. Dinding bangunan utama merupakan dinding
tembok. Mihrab berbentuk melengkung berukuran 5 x 3 x 3 m. Di dalam mihrab
tersebut terdapat mimbar terbuat dari kayu berukuran 0,90x 0,70x2 m.
Atap Langgar Agung
merupakan atap tumpang dua dengan menggunakan sirap. Konstruksi atap disangga 4
tiang utama. Langgar Agung ini memiliki halaman dengan ukuran 37 x 17 m.
Langgar ini berfungsi sebagai tempat ibadah kerabat keraton. Bangunan Langgar
Agung dilengkapi pula dengan Pos Bedug Somogiri. Bangunan yang menghadap ke
timur ini berdenah bujursangkar berukuran 4 x 4 m yang di dalamnya terdapat
bedug (tambur). Bangunan ini tanpa dinding dan atap berbentuk limas, penutup
atap didukung 4 tiang utama dan 5 tiang pendukung.***
Artikel Terkait
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Dilarang berkomentar berbau SARA