Halaman

Sabtu, 22 Desember 2012

Masjid Sultan Kasimuddin, Bulungan – Kaltara (Bagian-2)

Masjid Sultan Kasimuddin di Tanjung Palas, Kabupaten Bulungan, Provinsi Kalimantan Utara

Sejarah Masjid Sultan Kasimuddin

Sejarah kesultanan Bulungan tidak secara spesifik menjelaskan sejarah pembangunan masjid ini. hanya disinggung sedikit bahwa dimasa pemerintahan Sultan ke-6 Bulungan, Datuk Alam bergelar Khalifatul Alam Muhammad Adil yang berkuasa tahun 1873 – 1875, beliau pernah merenovasi Masjid Jami’ Tanjung Palas. Namun tidak menyebutkan kapan persisnya masjid tersebut dibangun. Namun dengan sendirinya kita dapat menyimpulkan bahwa Masjid Jami Kesultanan Bulungan sudah berdiri sebelum masa pemerintahan beliau yang hanya dua tahun itu.

Dan ditambah lagi dengan kenyataan bahwa masjid yang di renovasi oleh Datuk Alam adalah masjid Jami’ yang berbeda dengan Masjid Sultan Kasimuddin, karena lokasinya berbeda tempat. Situs kemenag (kementrian agama RI) menyebutkan bahwa “Masjid Kasimuddin didirikan pada waktu pemerintahan Sultan Maulana Muhammad Kasimuddin (1901-1925). Setelah meninggal, beliau dimakamkan di halaman masjid sebelah barat,sedangkan makam di sekitarnya merupakan makam keluarga raja.

Semasa hidupnya Sultan Kasimuddin terkenal sebagai sultan bulungan yang gigih melawan pengaruh Belanda di Bulungan, satu ucapan beliau yang sangat terkenal saat ia menghentikan aturan protokoler Belanda yang mengharuskan Sultan menjemput di dermaga ketika pejabat Belanda hendak berkunjung ke isana raja, “kalau kami sendiri harus menjemput tuan Belanda dari kapal untuk menghadap raja, maka raja mana lagi yang harus dikunjungi, karena saya adalah raja !,“ 

Ruang utama Masjid Sultan Kasimuddin dengan rangkaian tiang tiang kayu ulin yang langsing namun begitu kokoh meski sudah berusia begitu tua.

Menurut H. E. Mohd Hasan, dkk, Mesjid Kasimuddin di Bangun sekitar tahun 1900-an, letaknya tak begitu jauh dari bekas mesjid pertama yang dibangun oleh Sultan Datu Alam Muhammad Adil yang berada di dekat tepi sungai Kayan.  Lokasi masjid yang kini berdiri terpaut sekitar 150 meter ke arah darat dari lokasi mesjid pertama. Pemindahan lokasi masjid ini kemungkinan besar karena lokasi masjid lama sangat dekat dengan sungai, sehingga dikhawatirkan pondasinya bisa rubuh dan membahayakan jemaah.

Kondisi tanah agak becek karena berupa tanah rawa sehingga masyarakat bergotong royong membersihkan dan menimbunnya. uniknya waktu penimbunan tanah pada siang hari untuk kaum laki-laki sedangkan pada malam hari dikerjakan oleh kaum wanita. tidak hanya masyarakat biasa, Sultan Kasimuddin, beserta staf istana dan pegawai mesjid juga turut terlibat penuh dalam pembangunan mesjid bersejarah ini.

Pada awalnya lantai masjid ini hanya dilapisi tikar, kemudian dengan biaya Sultan Kasimuddin sendiri lantai tersebut dipercantik dengan marmer sampai sekarang. marmer dimesjid Kasimuddin ini kemduian diperindah dimasa Sultan Djalaluddin. Sisi dalam masjid ini juga diperindah dengan seni kaligrafi Islam. sebagai bangunan bersejarah Masjid Sultan Kasimuddin sudah beberapa kali mengalami pemugaran yang dilaksanakan oleh Proyek Pelestarian/Pemanfaatan Peninggalan Sejarah dan Purbakala Kalimantan Timur dari tahun anggaran 1992/1993-1993/1994.

Sebagai masjid Kesultanan, mesjid Kasimuddin memiliki kaitan yang kuat dengan istana Bulungan. pada awalnya para imam mesjid dijabat secara turun temurun. Jabatan imam merupakan jabatan penting. Di tahun 1933 Sultan Kasimuddin melantik tiga belas pejabat keagamaan di Istana Bulungan. Dan kemungkinan besar Qadi yang dilantik pada saat itu adalah Hadji Baha'Uddin, ulama asal Minangkabau, sedangkan Mufti kemungkinan besar adalah Hadji Syahabuddin Ambo' Tuwo, ulama asal Wajo yang juga guru mengaji di Istana Bulungan tempo dulu. Dimasa Sultan Kasimuddin berkuasa, jabatan Mufti Negeri, Qadi dan Imam Besar memiliki peran dan pengaruh yang besar untuk melakukan pembinaan terhadap umat. 

Sisi Mihrab, ruang mihrab dan mimbar di dalam Masjid Sultan Kasimuddin. sekilas saja tampak bahwa arah kiblat di dalam masjid ini sedikit miring. karenanya kemudian deretan sajadah di dalam nya di tata sedikit miring untuk menyesuaikan dengan arah kiblat. 

Legenda Beduk di masjid Sultan Kasimuddin

Seperti masjid masjid tua di Indonesia pada umumnya, masjid Sultan Kasimuddin ini juga dilengkapi dengan Beduk yang sudah sama tuanya dengan bangunan masjidnya sendiri namun masih berpungsi dan kondisi kayunya pun masih sangat baik. Berdasarkan kisah tutur yang berkembang di masyarakat disebutkan bahwa Konon kayu yang dijadikan beduk ini hanyut dari hulu dan terdampar didalam parit dekat lokasi pembangunan mesjid kasimuddin, potongan kayu tersebut sudah berbentuk beduk (mungkin maksudnya sudah berupa potongan kayu besar dengan rongga ditengahnya).

Potongan kayu yang disebut oleh ketua-ketua kampung sebagai "nenek kayu" tersebut kemudian dijadikan beduk di Masjid Sultan Kasimuddin. Beduk berukuran panjang 274 cm, dan ber garis tengah 47 cm dengan ketebalan kayu sekitar 1 inci atau 2,4 cm ini sampai kini masih terawatt dan berfungsi dengan baik di masjid Kasimuddin. 

Mimbar di Masjid Sultan Kasimuddin. Mimbar yang sudah berumur sama tuanya denganbangunan utama masjid ini di ukir dengan sangat indah dengan ukiran khas Bulungan. 

Tradisi Masjid Sultan Kasimuddin

Dimasa kesultanan, pada bulan-bulan hijriyah yang penting, ada tradisi berkumpulnya para pemuka agama dan masyarakat serta kerabat kesultanan di istana Bulungan, biasanya diawali dengan tembakan salvo "Meriam Sebenua", khususnya pada awal dan akhir Ramadhan serta malam 1 Syawal. Sehari menjelang Ramadhan, semua pengawai mesjid, berkumpul di istana untuk tahlilan menyambut ramadhan. Selesai acara Sultan biasanya memberikan uang kepada pegawai mesjid atau jawatan keagamaan masing masing kepada Qadi dan juga Mufti 35 gulden, para Imam 25 gulden, khatib 15 gulden dan Santri 10 gulden.

Selama Ramadhan seluruh pegawai mesjid dan staf istana tidak ada yang meninggalkan tempat khusus melaksanakan tugas mereka. sepanjang malam mesjid dan istana raja ramai dengan acara Tadarus Al-Qur'an, Istana juga menyediakan makan bagi mereka yang tadarusan, termasuk sajian buka puasa di masjid dan istana. Khatamul Al-Qur’an dilaksanakan di masjid ini dilanjutkan dengan pembagian zakat fitrah oleh pegawai Masjid. Di masjid ini juga pada masa jayanya Sultan mengeluarkan zakat mall (harta) setiap tanggal 27 Ramadhan. 

Arsitektural Masjid Sultan Kasimuddin

Luas lahan Masjid Kasimuddin 3.560,25 m2, dan luas bangunan 585,64 m2. Bangunan masjid terbuat dari kayu dan beton, berbentuk bangunan semi permanen. Dinding bangunan terbuat dari papan kayu ulin. Menurut keterangan masyarakat setempat pondasi dan lantainya terbuat dart campuran semen dan batu yang berlapiskan tegel/ubin bermotif arsitektur Eropa yang diimpor dart Belanda. Ruang utama berbentuk bujur sangkar, berukuran 19 × 19 m, tinggi bangunan sampai puncaknya 15,50 m.

Bangunan ruang utama mempunyai beberapa tiang penyangga yang terdiri dari empat tiang utama/saka guru dengan penampang segi empat, tinggi 11,15 m. Duabelas tiang pembantu dengan penampang segiempat tinggi 8 m mengelilingi tiang utama. Lima puluh buah tiang pembantu deretan ke tiga mengelilingi 12 tiang pembantu, merupakan deretan tiang paling bawah yang sekaligus menjadi pegangan konstruksi papan dinding dan pintu-pintu masjid, dan empat puluh tujuh tiang. 

Beduk di Masjid Sultan Kasimuddin. 

Masjid Kasimuddin tidak mempunyai jendela, namun memiliki 11 pintu yang terletak disekeliling bangunan. terdiri dari 3 pintu depan, 3 pintu kiri, 3 pintu disebelah kanan, dan 2 dua pintu lagi di bagian belakang dekat mimbar menghadap ke kompleks kuburan Sultan Bulungan dan keluarga. Bangunan mihrab masjid ini mempunyai kekhususan pada ruangan dan atapnya. Ruang mihrabnya berukuran 3,60 × 2,80 m dengan bentuk segi lima. Dinding semi permanen terdiri atas bagian bawah setinggi satu meter terbuat dari pasangan ubin/tegel bermotif dengan warna hijau papan kuning, dinding atas terbuat dari bahan papan kayu ulin.

Di bagian dinding sisi mihrab dipasang kaca berwarna putih bening dan bagian atasnya dipasang kaca berwarna hijau yang mengelilingi ruangan tersebut. Kaca kaca ini berfungsi sebagai penerangan alami ruangan masjid di siang hari. Di ruang mihrab ini terdapat enam tiang berfungsi sebagai penopang atap. Atapnya tidak bersusun tiga, berbentuk segi delapan dan meruncing ke atas dan lebih pendek dari pada atap bangunan induk. Dibagian ujung atapnya diletakkan sebuah mahkota terbuat dari kayu ukir.

Sebagaimana masjid masjid lainnya, di Masjid Sultan Kasimuddin ini juga terdapat sebuah mimbar. Mimbar tua didalam Mesjid Sultan Kasimuddin ini dihias dengan ragam seni ukir khas Bulungan yang begitu indah dengan pola ukir dedaunan sangat menonjol dihampir semua bagian mimbar terutama pada bagian tangga, kepala mimbar, bagian dalam mimbar yang semuanya diukir dengan sangat teliti dan dilapis cat berwarna keemasan. Menurut penuturan masyarakat setempat, mimbar tersebut dibuat dan dihadiahkan oleh seorang kerabat Kesultanan yang sangat ahli dalam seni ukir Bulungan. Selesai.

Kembali ke Bagian-1
-----------------------

Baca Juga Artikel Masjid di Kalimantan Lainnya



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Dilarang berkomentar berbau SARA