Masjid
Sultan Kasimuddin di Tanjung Palas, Kabupaten Bulungan, Provinsi Kalimantan
Utara
|
Sejarah Masjid Sultan Kasimuddin
Sejarah
kesultanan Bulungan tidak secara spesifik menjelaskan sejarah pembangunan
masjid ini. hanya disinggung sedikit bahwa dimasa pemerintahan Sultan ke-6 Bulungan,
Datuk Alam bergelar Khalifatul Alam Muhammad Adil yang berkuasa tahun 1873 –
1875, beliau pernah merenovasi Masjid Jami’ Tanjung Palas. Namun tidak
menyebutkan kapan persisnya masjid tersebut dibangun. Namun dengan sendirinya
kita dapat menyimpulkan bahwa Masjid Jami Kesultanan Bulungan sudah berdiri
sebelum masa pemerintahan beliau yang hanya dua tahun itu.
Dan
ditambah lagi dengan kenyataan bahwa masjid yang di renovasi oleh Datuk Alam
adalah masjid Jami’ yang berbeda dengan Masjid Sultan Kasimuddin, karena
lokasinya berbeda tempat. Situs kemenag (kementrian agama RI) menyebutkan bahwa
“Masjid Kasimuddin didirikan pada waktu pemerintahan Sultan Maulana Muhammad
Kasimuddin (1901-1925). Setelah meninggal, beliau dimakamkan di halaman masjid
sebelah barat,sedangkan makam di sekitarnya merupakan makam keluarga raja.
Semasa
hidupnya Sultan Kasimuddin terkenal sebagai sultan bulungan yang gigih melawan
pengaruh Belanda di Bulungan, satu ucapan beliau yang sangat terkenal saat ia
menghentikan aturan protokoler Belanda yang mengharuskan Sultan menjemput di
dermaga ketika pejabat Belanda hendak berkunjung ke isana raja, “kalau kami
sendiri harus menjemput tuan Belanda dari kapal untuk menghadap raja, maka raja
mana lagi yang harus dikunjungi, karena saya adalah raja !,“
Ruang utama Masjid Sultan Kasimuddin dengan rangkaian tiang tiang kayu ulin yang langsing namun begitu kokoh meski sudah berusia begitu tua.
|
Menurut
H. E. Mohd Hasan, dkk, Mesjid Kasimuddin di Bangun sekitar tahun 1900-an, letaknya
tak begitu jauh dari bekas mesjid pertama yang dibangun oleh Sultan Datu Alam
Muhammad Adil yang berada di dekat tepi sungai Kayan. Lokasi masjid yang kini berdiri terpaut
sekitar 150 meter ke arah darat dari lokasi mesjid pertama. Pemindahan lokasi
masjid ini kemungkinan besar karena lokasi masjid lama sangat dekat dengan sungai,
sehingga dikhawatirkan pondasinya bisa rubuh dan membahayakan jemaah.
Kondisi
tanah agak becek karena berupa tanah rawa sehingga masyarakat bergotong royong
membersihkan dan menimbunnya. uniknya waktu penimbunan tanah pada siang hari
untuk kaum laki-laki sedangkan pada malam hari dikerjakan oleh kaum wanita.
tidak hanya masyarakat biasa, Sultan Kasimuddin, beserta staf istana dan
pegawai mesjid juga turut terlibat penuh dalam pembangunan mesjid bersejarah
ini.
Pada
awalnya lantai masjid ini hanya dilapisi tikar, kemudian dengan biaya Sultan Kasimuddin
sendiri lantai tersebut dipercantik dengan marmer sampai sekarang. marmer
dimesjid Kasimuddin ini kemduian diperindah dimasa Sultan Djalaluddin. Sisi
dalam masjid ini juga diperindah dengan seni kaligrafi Islam. sebagai bangunan
bersejarah Masjid Sultan Kasimuddin sudah beberapa kali mengalami pemugaran
yang dilaksanakan oleh Proyek Pelestarian/Pemanfaatan Peninggalan Sejarah dan
Purbakala Kalimantan Timur dari tahun anggaran 1992/1993-1993/1994.
Sebagai
masjid Kesultanan, mesjid Kasimuddin memiliki kaitan yang kuat dengan istana
Bulungan. pada awalnya para imam mesjid dijabat secara turun temurun. Jabatan
imam merupakan jabatan penting. Di tahun 1933 Sultan Kasimuddin melantik tiga
belas pejabat keagamaan di Istana Bulungan. Dan kemungkinan besar Qadi yang
dilantik pada saat itu adalah Hadji Baha'Uddin, ulama asal Minangkabau,
sedangkan Mufti kemungkinan besar adalah Hadji Syahabuddin Ambo' Tuwo, ulama
asal Wajo yang juga guru mengaji di Istana Bulungan tempo dulu. Dimasa Sultan
Kasimuddin berkuasa, jabatan Mufti Negeri, Qadi dan Imam Besar memiliki peran
dan pengaruh yang besar untuk melakukan pembinaan terhadap umat.
Legenda Beduk di masjid Sultan Kasimuddin
Seperti
masjid masjid tua di Indonesia pada umumnya, masjid Sultan Kasimuddin ini juga
dilengkapi dengan Beduk yang sudah sama tuanya dengan bangunan masjidnya
sendiri namun masih berpungsi dan kondisi kayunya pun masih sangat baik. Berdasarkan
kisah tutur yang berkembang di masyarakat disebutkan bahwa Konon kayu yang
dijadikan beduk ini hanyut dari hulu dan terdampar didalam parit dekat lokasi pembangunan
mesjid kasimuddin, potongan kayu tersebut sudah berbentuk beduk (mungkin
maksudnya sudah berupa potongan kayu besar dengan rongga ditengahnya).
Mimbar di Masjid Sultan Kasimuddin. Mimbar yang sudah berumur sama tuanya denganbangunan utama masjid ini di ukir dengan sangat indah dengan ukiran khas Bulungan.
|
Tradisi Masjid Sultan Kasimuddin
Dimasa
kesultanan, pada bulan-bulan hijriyah yang penting, ada tradisi berkumpulnya
para pemuka agama dan masyarakat serta kerabat kesultanan di istana Bulungan,
biasanya diawali dengan tembakan salvo "Meriam Sebenua", khususnya
pada awal dan akhir Ramadhan serta malam 1 Syawal. Sehari menjelang Ramadhan,
semua pengawai mesjid, berkumpul di istana untuk tahlilan menyambut ramadhan. Selesai
acara Sultan biasanya memberikan uang kepada pegawai mesjid atau jawatan
keagamaan masing masing kepada Qadi dan juga Mufti 35 gulden, para Imam 25
gulden, khatib 15 gulden dan Santri 10 gulden.
Selama
Ramadhan seluruh pegawai mesjid dan staf istana tidak ada yang meninggalkan
tempat khusus melaksanakan tugas mereka. sepanjang malam mesjid dan istana raja
ramai dengan acara Tadarus Al-Qur'an, Istana juga menyediakan makan bagi mereka
yang tadarusan, termasuk sajian buka puasa di masjid dan istana. Khatamul
Al-Qur’an dilaksanakan di masjid ini dilanjutkan dengan pembagian zakat fitrah
oleh pegawai Masjid. Di masjid ini juga pada masa jayanya Sultan mengeluarkan
zakat mall (harta) setiap tanggal 27 Ramadhan.
Arsitektural Masjid Sultan Kasimuddin
Luas
lahan Masjid Kasimuddin 3.560,25 m2, dan luas bangunan 585,64 m2. Bangunan
masjid terbuat dari kayu dan beton, berbentuk bangunan semi permanen. Dinding
bangunan terbuat dari papan kayu ulin. Menurut keterangan masyarakat setempat
pondasi dan lantainya terbuat dart campuran semen dan batu yang berlapiskan
tegel/ubin bermotif arsitektur Eropa yang diimpor dart Belanda. Ruang utama
berbentuk bujur sangkar, berukuran 19 × 19 m, tinggi bangunan sampai puncaknya
15,50 m.
Bangunan
ruang utama mempunyai beberapa tiang penyangga yang terdiri dari empat tiang
utama/saka guru dengan penampang segi empat, tinggi 11,15 m. Duabelas tiang
pembantu dengan penampang segiempat tinggi 8 m mengelilingi tiang utama. Lima
puluh buah tiang pembantu deretan ke tiga mengelilingi 12 tiang pembantu,
merupakan deretan tiang paling bawah yang sekaligus menjadi pegangan konstruksi
papan dinding dan pintu-pintu masjid, dan empat puluh tujuh tiang.
Beduk di Masjid Sultan Kasimuddin. |
Masjid
Kasimuddin tidak mempunyai jendela, namun memiliki 11 pintu yang terletak
disekeliling bangunan. terdiri dari 3 pintu depan, 3 pintu kiri, 3 pintu
disebelah kanan, dan 2 dua pintu lagi di bagian belakang dekat mimbar menghadap
ke kompleks kuburan Sultan Bulungan dan keluarga. Bangunan mihrab masjid ini mempunyai
kekhususan pada ruangan dan atapnya. Ruang mihrabnya berukuran 3,60 × 2,80 m
dengan bentuk segi lima. Dinding semi permanen terdiri atas bagian bawah
setinggi satu meter terbuat dari pasangan ubin/tegel bermotif dengan warna
hijau papan kuning, dinding atas terbuat dari bahan papan kayu ulin.
Di
bagian dinding sisi mihrab dipasang kaca berwarna putih bening dan bagian
atasnya dipasang kaca berwarna hijau yang mengelilingi ruangan tersebut. Kaca kaca
ini berfungsi sebagai penerangan alami ruangan masjid di siang hari. Di ruang mihrab
ini terdapat enam tiang berfungsi sebagai penopang atap. Atapnya tidak bersusun
tiga, berbentuk segi delapan dan meruncing ke atas dan lebih pendek dari pada
atap bangunan induk. Dibagian ujung atapnya diletakkan sebuah mahkota terbuat
dari kayu ukir.
Sebagaimana
masjid masjid lainnya, di Masjid Sultan Kasimuddin ini juga terdapat sebuah
mimbar. Mimbar tua didalam Mesjid Sultan Kasimuddin ini dihias dengan ragam seni
ukir khas Bulungan yang begitu indah dengan pola ukir dedaunan sangat menonjol
dihampir semua bagian mimbar terutama pada bagian tangga, kepala mimbar, bagian
dalam mimbar yang semuanya diukir dengan sangat teliti dan dilapis cat berwarna
keemasan. Menurut penuturan masyarakat setempat, mimbar tersebut dibuat dan
dihadiahkan oleh seorang kerabat Kesultanan yang sangat ahli dalam seni ukir
Bulungan. Selesai.
Kembali
ke Bagian-1
-----------------------
Baca
Juga Artikel Masjid di Kalimantan Lainnya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Dilarang berkomentar berbau SARA