Lautan manusia membanjiri Masjid Amru Bin Ash di malam hari selama bulan suci Ramadhan. |
Sejarah
Masjid Amru Bin Ash
Masjid
Amru bin Ash di Kairo, Ibukota Mesir
disebut sebut sebagai masjid tertua di Mesir dan di seluruh benua Afrika.
Dibangun oleh Amru bin Ash pada tahun 641
Masehi bertepatan dengan tahun ke 21 Hijirah tak lama setelah penaklukan Mesir.
Gubernur Amru bin Ash membuka
Mesir dan membangun kota Fusthat sebagai ibu kota Islam pertama di
Mesir pada 1 Muharram 20 H./8 November 641 M.
Selama
proses pembangunan masjid ini setidaknya melibatkan enam puluh orang sahabat
Rosulullah, mereka juga yang menentukan arah kiblat masjid ini. Diantara para
sahabat yang turut serta dalam pembangunan awal masjid ini adalah Zubair bin
Awam, alMiqdad, Ubadah Bin Shamat, Abu Darda, Abu Zar Al Gifari, Abu Bashrah,
Mahmiyah bin Jaza’ Azzubaidi, dan Nabih bin Shawwab Al Bashra, ridhwanullahi
alaihim dan lain lain.
Gerbang
utama masjid Amru Bin Ash.
|
Denah
bangunan masjidnya dibangun persegi panjang dengan ukuran panjang 28.9 meter
dan lebar 17.4 meter. Pada mulanya dibangun menggunakan dinding batu bata, beralaskan
batu kerikil dan beratapkan daun kurma, ditopang oleh pohon kurma sebagai
tiangnya, bangunan utamanya dilengkapi dengan enam pintu akses.
Masjid
Amru bin Al Ash diresmikan dengan melaksanakan shalat Juma’at pertama, pada 6
Muharram 21 H./ 17 Desember 642 M, masjid pertama di Mesir dan benua Afrika,
menjadi bangunan masjid ke empat di dunia, setelah masjid Nabawi, masjid
Bashrah dan masjid Kufah. Namun bangunan awal mesjid ini sudah tidak ada yang tersisa.
Renovasi dan Perluasan Masjid Amru Bin Ash
Foto
tua masjid Amru Bin Ash ketika belum di renovasi.
|
Orang
yang pertama merenovasi masjid Amru bin Al Ash adalah Maslamah bin Al-Anshori
Mukhallad Al Anshari selaku Wali Mesir pada masa kekuasaan Khalifah Muawiyah bin Abu Sufyan di tahun ke 53 Hijriah
(672/673M). Di masa itu bangunan asli masjid diperluas kemudian ditambahkan
empat menara di masing masing penjuru bangunan masjid dengan tangga di sisi
luarnya, sebagai tempat muazin mengumandangkan azan, setelah sebelumnya azan di
lantunkan dari atap masjid.
Penambahan
empat menara pada tiap sudut masjid ini merupakan perintah langsung dari Khalifah
Muawiyah bin Abu Sufyan yang berkedudukan di
Damaskus. Itu sebabnya beberapa sejarawan menyatakan bahwa penambahan empat
menara tersebut terinspirasi dari Masjid Agung Damaskus yang sudah lebih dulu
dibangun dengan empat menara. Sejak saat itu semua bangunan masjid di Mesir
dilengkapi dengan menara.
Jemaah masjid Amru Bin Ash di Halaman tengah masjid. bangunan berkubah kuning itu adalah area tempat air minum bagi jemaah. |
Kemudian
diperluas lagi oleh Abdul Aziz bin Marwan (gubernur Mesir ketika itu) tahun 79H/698M
dengan menambah luas ukuran masjid ini dua kali lipat. Di tahun 711 denah
mihrab yang sebelumnya berbentuk datar kemudian dibangun setengah lingkaran. Di
masa pemerintahan Khalifah Abdul Malik Bin Marwan masjid ini kembali diperbesar
oleh Abdullah Malik bin Thahir tahun ke 827M, beliau menambahkan tujuh banjar pilar
di dalam masjid ini, pilar paling depan dan belakang menempel ke tembok,
penambahan tersebut dengan sendirinya menggandakan ukuran masjid ini. Sampai
sekarang luasnya mesjid Amru
Bin Ash tidak berubah dari perluasan Abdul Malik Bin Thahir,
Di
abad ke 9 masehi masjid ini kembali direnovasi oleh Khalifah Al-Ma’mun dari
Dinasti Abbasiyah. Beliau menambahkan area baru di sisi barat daya masjid,
menambah luas keseluruhan masjid ini menjadi 120m x 112m. Pada masa kekuasaan Dinasti
Fathimiyah Masjid Amru Bin Ash memiliki lima buah menara, satu tambahan menara
dibangun di area gerbang utama namun menara ke lima ini kini sudah tidak ada
lagi.
Sisi
mihrab Masjid Amru Bin Ash.
|
Masih
di masa dinasti Fathimiyah, Khalifah Al-Mustansir menambahkan ornamen dari
perak pada ruang mihrab masjid namun kemudian dibongkar pada saat restorasi
masjid di masa Sultan Salahudin Al-Ayubi. Pada tahun 1169M, Syawur, Menteri
khalifah Al Adhid li Dinillah, khalifah terahir Dinasti Fathimiyah
memerintahkan tentaranya untuk membumihanguskan kota Al Fushthath dan masjid
Amru bin Al Ash, sehingga terbakar sampai 53 hari, demi mengelabui Amuri, raja
Yarussalem yang bekerja sama dengan tentara perang salib, untuk menjajah Mesir.
Salahudin
Al-Ayubi yang kemudian berhasil merebut kembali kota ini setelah berhasil
mengalahkan pasukan Salib gabungan dari negara negara Eropa, beliau mulai
membangun kembali kota Fustath dari kehancuran termasuk merestorasi Masjid Amru
Bin Ash di tahun 568H/1172M sedangkan sumber lain menyebut angka tahun 1179M.
Di
dalam Masjid Amru Bin Ash.
|
Burhan
al-Din Ibrahim al-Mahalli pernah melakukan restorasi atas masjid ini dengan
biayanya sendiri di abad ke 14 Masehi. Pernah juga direstorasi oleh Amir Salar setelah
mengalami kerusakan akibat gempa di tahun 1303M, beliau yang menambahkan ornamen
stako pada sisi luar bangunan mihrab, namun kini ornamen tersebut sudah tidak
ada lagi.
Di
abad ke 18 Masehi, Murad Bey dari Dinasti Mamluk dengan terpaksa menghancurkan
masjid Amru Bin Ash karena kerusakan yang sudah teramat parah dan kemudian membangunnya
kembali di tahun 1796-1800, sebelum kedatangan ekspedisi militer Napoleon
Bonaparte dari Prancis ke Mesir. Murad Bey mengurangi jumlah baris pilar di
dalam masjid dari tujuh deret pilar menjadi enam deret pilar dan meluruskan
arah kiblatnya. Bangunan menara yang kini berdiri merupakan bangunan dari era
Murad Bey.
Jejeran
pilar pilar di dalam masjid ini menghasilkan lorong diantara masing masing
deret masing masing pilar tersebut
|
Di
tahun 1875 masjid ini kembali direnovasi oleh Sultan Muhammad Ali. Sedangkan di
abad ke 20 masehi semasa kekuasaan Abbas Hilmi II masjid Amru Bin Ash kembali
di restorasi. Bagian dari pintu gerbang utama di rekonstruksi pada tahun 1980. Masjid
Amru Bin Ash terakhir kali direnovasi pada masa pemerintahan Presiden Husni
Mubarak pada tahun 1998. Bagian paling tua dari masjid ini tersisa beberapa
bagian pada sisi sepanjang tembok selantan masjid yang kemungkinan besar
merupakan peningalan dari rekonstruksi tahun 827M.
Pusat Pendidikan Islam Pertama di Benua Afrika
Sebelum
masjid Al Azhar dibangun, masjid Amru bin Al Ash menjadi pusat pendidikan Islam,
para pengajarnya terdiri dari para shahabat Rasulullah saw. Di antaranya;
Abdullah bin Amru bin Al Ash (sebagai inisiator dan pendiri), Abdullah bin
Sa’ad bin Abi sarh Al Amiri, Azzubair bin Al Awwam, Al Miqdad bin Al Aswad,
Ubbadah bin Ashshamit, Abdullah bin Umar bin Al Khaththab, Kharijah bin Huzafah
Al Adawi, ridhwanullahi alaihim, dll.
Halaman
tengah Masjid Amru Bin Ash di siang hari pada hari biasa dibiarkan terbuka tanpa
hamparan karpet merah sebagai sajadah.
|
Demikian
pula dengan Imam Syafi’I, pendiri mazhab Syafi’i, setelah datang ke Mesir, dia
mengajar di masjid Amru bin Al Ash sampai meninggal di Mesir. Imam Syafi’I dilahirkan
di Ashkelon, Gaza, Palestina, pada tahun 150 H / 767M dan wafat serta dimakamkan di Fusthat, Mesir tahun
204H / 819M. Hingga hari ini Masjid Amru Bin Ash masih digungakan oleh para
mahasiswa Universitas Al-Azhar untuk belajar dan menghafal Al-Qur’an.
Ulama
Mesir yang terkenal, jebolan Masjid Amru bin Al Ash, di antaranya; Pangeran
Abdul Aziz bin Marwan bin Al Hakam Al Umawi, Yazid bin Habib (Suwaid Al Azdi
Abu Raja’ Al Misri), Abu Abdirrahman Abdillah bin Luhaiah Al Hadhrami, dan
Allaist bin Saad bin Abdirrahman Al Fahmi.
Kisah
Wanita Tua Yahudi dan Amru bin Ash
Suasana
Iktikaf di masjid Amru Bin Ash
|
Sisi lain
dari sejarah Masjid Amru Bin Ash adalah kisah tentang seorang wanita tua Yahudi
yang mengadukan Amru bin Ash ke Khalifah Umar
di Madinah. Sebuah kisah teladan yang begitu berharga. Kisah ini pernah menjadi
topik ceramah kyai sejuta ummat (alm) Zainudin MZ. Disebutkan bahwa Gubernur Amru bin Ash berniat untuk membangun
masjid besar di atas tanah yang cukup luas tak jauh dari kediaman resminya.
Hanya
saja di atas lahan tersebut terdapat sebuah gubuk milik seorang Yahudi tua. Amru bin Ash sudah melakukan negosiasi
langsung dengan-nya namun Yahudi tua tersebut menolah untuk menyerahkan tanah
milik-nya, hal tersebut membuat Gubernur Amru bin Ash naik pitam dan
memerintahkan pembongkaran paksa atas gubuk reot tersebut. Dalam keputus-asa-an
menghadapi kesewenangan gubernurnya, Yahudi tua tersebut memutuskan untuk
mengadu ke Khalifah Umar Bin Khattab di Madinah.
Selain
nyaman untuk sholat, masjid ini juga nyaman untuk ngaso sejenak, beberapa dari
jemaah bahkan meluangkan waktu sejenak untuk tidur siang di masjid ini.
|
Peristiwa
setelah itu mengubah segalanya. Yahudi tua tersebut sama sekali tak menduga
bahwa Khalifah yang ditemuinya adalah seorang yang sangat sederhana jauh dari
kemewahan, lebih terheran heran lagi ketika setelah mengadukan masalahnya,
khalifah Umar ternyata marah besar dan meminta-nya untuk mengambil sepotong
tulang, lalu dengan ujung pedangnya Umar menorehkan garis lurus di potongan
tulang tersebut dan meminta Yahudi tua tersebut memberikan tulang itu langsung
ke Gubernur Amru bin Ash di Mesir.
Seketika
setelah menerima potongan tulang dari Yahudi tua itu, Gubernur Amru bin Ash pucat pasi dan serta merta
memerintahkan semua bawahannya untuk mengentikan pembangunan masjid di lahan
Yahudi tua tersebut dan memerintahkan menghancurkan bangunan masjid yang sudah
setengah jadi berdiri disana. Kontan saja tindakan itu membuat Yahudi tua itu
terhenyak dalam keheran yang bertubi tubi sejak dia bertemu dengan Khalifah
Umar bin Khattab di Madinah.
Seorang
lelaki tua sedang serius membaca kitab Suci Al-Qur’an di Masjid Amru Bin Ash.
|
Gubernur
Amru bin Ash yang kemudian menjelaskan
semuanya setelah meminta maaf atas kesewenang wenangnannya. Beliau menjelaskan
bahwa tulang yang diserahkan Yahudi tua itu adalah perintah langsung dari
Khalifah kepada dirinya selaku gubernur, untuk senantiasa bertindah adil,
bertindak lurus baik dari kalangan atas sampai kalangan paling bawah seperti
hurup alif yang digoreskan khalifah Umar di atas tulang tersebut, bilamana tak
mampu menjalankan amanah dengan adil maka pedang khalifah Umar sendiri yang
akan memenggal kepalanya. Itu sebabnya Gubernur Amru bin Ash langsung pucat pasi
menerima peringatan langsung dari Khalifah tersebut.
Alih
alih gembira dengan keputusan gubernurnya yang menghentikan pembangunan masjid
di atas lahan miliknya, Yahudi tua tersebut malah meminta khalifah untuk
menghentikan pembongkaran bangunan masjid yang sedang dibangun itu. Dia mengaku
sangat kagum dengan kepemimpinan Khalifah Umar yang begitu adil dan sangat
kagum dengan ajaran Islam dan karenanya dia ridho menyerahkan lahannya untuk
dibangun masjid dan meminta Gubernur Amru bin Ash untuk membimbingnya masuk
Islam. Subhanallah.
Aktivitas
Masjid Amru Bin Ash
Ukiran
halus menjadi penghias di lengkungan dalam di Masjid Amru Bin Ash.
|
Masjid
Amr bin Ash atau Gami Amru begitu
orang-orang Mesir biasa menyebutnya. Telah menjadi salah satu tujuan wisata
utama di kota Kairo. Sebagai tempat wisata, areal masjid ini pun dijaga oleh mabahist. Memasuki
pelataran masjid ini pengunjung disambut ramah oleh suara cericit burung yang
terbang bebas di areal Masjid.
Burung-burung
itu berloncatan di langit-langit mesjid, menukik tajam lalu terbang menerobos
ventilasi yang ada di dinding Masjid dan telah menjadikan areal masjid ini
sebagai habitatnya. Burung-burung tersebut bersarang di lampu-lampu gantung
yang terletak disekeliling masjid. Mungkin karena tidak adanya hutan di Mesir,
sehingga burung-burung itu pun memilih gedung-gedung tua untuk dijadikan tempat
berhabitat.
dan ini adalah salah satu sudut masjid yang disediakan bangku panjang bagi jemaah yang membutuhkannya. |
Sepanjang
hari masjid ini tak pernah sepi dari pengunjung, baik yang datang untuk
menuaikan sholat hingga yang sekedar berkunjung seperti yang dilakukan oleh
para turis non muslim yang datang lalu pergi lagi, termasuk juga kunjungan dari
anak anak sekolah yang dipandu oleh gurunya masing masing. Mahasiswa dari
Universitas Al-Azhar pun masih banyak yang melanjutkan tradisi belajar di
masjid ini. Karena memang masjid itu terletak tepat di keramaian, dan dekat
dengan kampus
Masjid
Amru Bin Al Ash, khususnya pada hari Jum’at selalu ramai dikunjungi jemaah untuk
shalat Jum’at, dan lebih khusus lagi pada bulan puasa, tanggal 27 Ramadhan,
orang Mesir baik dari dalam maupun dari luar kota Kairo, berlomba-lomba datang
untuk shalat taraweh dan Khatamul Alquran yang dipimpin/diimami oleh Imam Syekh
Muhammad Jibril.***
Kembali ke Bagian
1
----------
Baca Juga Artikel Masjid Masjid
di Dunia Arab Lainnya
Mesjid ini dahulu menghadap ke Yerusalem karena mesjid ini sama seperti sejarah mesjid kiblaten yang awalnya menghadap ke arah Yerusalem kemudian setelah arah kiblat berubah barulah menghadap ke Mekah.
BalasHapus