Dalam catatan sejarah Brunei, bangunan masjid memang
sudah sejak lama menjadi pemandangan utama di negeri itu. berdasarkan catatan
seorang pengelana Spayol bernama Alonso Beltran menyebutkan bahwa, di tahun
1578 ketika dia singgah ke Brunei
semasa kekuasaan Sultan Syaiful Rizal dia melihat sebuah bangunan masjid utama
yang disebutnya bersusun lima. Masjid Sultan Omar Ali Saifuddin yang kini
berdiri megah di pusat kota Bandar Seri Begawan
merupakan masjid modern pertama yang dibangun Brunei.
Di Abad ke 13 Brunei sempat memiliki wilayah
yang membentang diseluruh pulau Kalimantan, saampai ke jajaran kepulauan Sulu
dan pulau pulau lainnya di Filippina Selatan. Negara ini sempat mengalami
beberapa kali kejatuhan termasuk menjadi wilayah seberang lautan Majapahit di
abad ke 14 dan harus menyerahkan upeti tahunan berupa 40 kati kapur barus ke
Majapahit. Catatan terahir pengelana China tahun 1371 menyebutkan bahwa Brunei seluruhnya menjadi
wilayah Majapahit.
wilayah Brunei saat ini. |
Islam mengakar di Brunei di abad ke 16. Dan untuk
kedua kalinya Brunei
menguasai kembali wilayahnya di seluruh pulau Kalimantan hingga ke Filippina
selatan. Namun lagi lagi intervensi asing termasuk serbuan Spanyol dan Inggris
ahirnya menciutkan wilayah Brunei
hingga tersisa dia wilayah Brunei
saat ini yang terpisah oleh daratan Sarawak (Malaysia).
Merunut Masjid Pertama di Brunei Darussalam
Masuknya kekuatan spanyol ke Brunei tak lepas dari pertikaian internal di kalangan
Istana. Perebutan tahta kesultanan membuat salah satu anggota kerajaan
mengungang Spanyol menyerbu ke negara itu. Spanyol berhasil menaklukkan sultan Syaiful
Rijal atas permintaan saudaranya sendiri Pengiran Seri Lela dan Pengiran Seri
Ratna. Dalam masa itulah pengelana Spanyol, Alonso Beltran, di tahun 1578
mendiskripsikan bahwa dia melihat masjid besar bersusun lima di pusat kota
Brunei. Spanyol Ahirnya terusir dari Brunei namun meninggalkan
kerusakan parah bagi negeri itu, masjid besar milik kesultanan habis dibakar
oleh pasukan Spanyol.
Masjid Marbut Pak Tunggal atau Masjid Pekan Brunei, merupakan masjid utama yang berdiri di pusat Pekan Brunei (nama lama kota Bandar Seri Begawan). Masjid ini hancur semasa perang dunia kedua. |
Sebelum pecahnya perang dunia kedua, sudah
dibangun beberapa masjid di daerah daerah pedalam Brunei, dan hanya ada satu
masjid yang berdiri di ibukota (kala itu masih disebut sebagai Pekan Brunei –
Kini Bandar
Seri Begawan). Masjid tersebut bernama Masjid Marbut Pak Tunggal (juga
dikenal sebagai Masjid Pekan Brunei) yang dibangun semasa kekuasaan Sultan
Mohammad Jamalul Alam II, Sultan Brunei ke 26.
Lokasi Masjid Marbut Pak Tunggal berdiri
memang di sisi sungai Brunei, kira kira berada di lokasi masjid Sultan Omar Ali
Saifuddin saat ini. kala itu masjid tersebut dibuat dari bahan kayu dengan atap
asbes dilengkapi dengan menara kecil di atapnya. Bangunan utamanya dibangun
dalam bentuk rumah panggung beberapa senti lebih tinggi dari permukaan tanah
menggunakan tiang beton.
Keberadaan Masjid Marbut Pak Tunggal itu
tidak saja didasarkan dari kisah tutur dari para tetua tapi memang sempat
terekam dalam foto udara di kawasan tersebut yang diambil semasa perang dunia
kedua. Sayangnya bangunan masjid kayu tersebut hancur tak bersisa semasa
pendudukan tentara Jepang di Brunei.
Segera setelah berahirnya perang dunia ke
dua, sebuah masjid sementara, dibangun dengan kapasitas sekitar 500 jemaah di
lokasi sekitar tempat berdirinya TAIB Building dimasa kini. Bangunanya sama
sekali tak berbentuk masjid, baik masjid universal dengan kubah dan menara dan
juga tak berbentuk masjid Nusantara (Masjid Tradisonal Jawa) dengan atap limas
bersusun seperti masjid yang dilihat oleh Alonso Beltran di tahun 1578.
Tapi hanya sekedar bangunan sementara dengan
ruangan luas untuk tempat sholat berjamaah. Dindingnya menggunakan papan
sebagian lagi menggunakan anyaman bamboo dan daun nipah, atapnya juga
menggunakan daun nipah atau daun Kajang. Mungkin lebih tepat bila disebut
sebagai gubuk berukuran besar. Sejak dibangun masjid darurat itu tak pernah
diberi nama, hanya karena atapnya yang menggunakan daun kajang / Nipah maka
dikenal masyarakat dengan sebutan sebagai Masjid Kajang,
Ukuran masjid Kajang memang terlalu kecil
bagi jemaah muslim Pekan Brunei, pada pelaksanaan sholat sebagian besar jemaah
mengambil tempat di “padang” atau area terbuka luar bangunan, termasuk baginda Sultan
Haji Omar Ali Saifuddien bersama para petinggi kerajaan Brunei. Padang di sekitar masjid
Kajang tersebut kini menjadi Taman Haji Omar Haji Omar Ali Saifuddien di
komplek Masjid Sultan Omar Haji Omar Ali Saifuddien.
Bersambung ke Bagian 3
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Dilarang berkomentar berbau SARA