Halaman

Sabtu, 20 Oktober 2012

Islam & Masjid di Kamboja (bagian 2)

Peta Kerajaan Kamboja.

Muslim Kamboja di bawah Rezim Khmer Merah

Keadaan berubah ketika Khmer Merah yang berfaham Komunis mengambil alih kekuasaan negara di tahun 1975. Awalnya Khmer Merah berdiri di tahun 1968 sebagai organisasi cabang dari Tentara rakyat Vietnam yang kala itu berkuasa di Vietnam Utara.  Pergolakan politik di Kamboja memang cukup rumit. Setelah merdeka dari Prancis, Negara ini berkali kali mengalami pergolakan politik dan kudeta.
 
Di tahun 1970 tepatnya tanggal 18 Maret 1970 Jenderal Lol Nol bersama Pangeran Sisowath Sirik Matak dengan dukungan  Amerika melakukan kudeta dan menggulingkan kekuasaan pangeran Norodom Sihanouk, peristiwa yang terkenal dengan sebutan Cambodian coup . Tujuh bulan setelah itu tepatnya tanggal 9 Oktober 1970 mereka memproklamasikan pendirian Negara Republik khmer, Jenderal Lon Nol sebagai kepala Negara dan pangeran Sisowath Sirik Matak sebagai Perdana Menteri.
 
Negara Republik khmer berahir pada tanggal 17 April 1975 ketika pasukan Khmer Merah yang berkoalisi dengan pangeran Norodom Sihanouk berhasil menguasai kembali ibukota Phnom Penh. Khmer Merah kemudian mendirikan Negara Demokratik Kampuchea, pangeran Norodom Sihanouk bertindak sebagai kepala negara namun kemudian malah tersingkir tanggal 2 April 1976, Khmer Merah mengendalikan pemerintahan Negara secara utuh dibawah kendali Pol Pot, Nuon Chea, Ieng Sary, Son Sen, dan Khieu Samphan. Sedangkan Pol Pot bertindak sebagai Kepala Negara.

Khmer Merah berupaya mengembalikan kejayaan pertanian Kamboja seperti yang pernah terjadi di abad ke sebelas dengan mengerahkan seluruh kekuatan rakyat ke lahan pertanian. Yang terjadi selanjutnya justru adalah malapetaka tak terperikan bagi rakyat Kamboja. Khmer Merah melakukan pembantaian secara massif terhadap rakyat Kamboja selama mereka berkuasa dari tahun 1975 hingga tahun 1979. Diperkirakan dua juta rakyat Kamboja terbunuh, dan 500 ribu diantaranya adalah warga muslim Kamboja, di samping itu juga terjadi pembakaran masjid, madrasah dan mushaf serta pelarangan menggunakan bahasa Champa.
 
Khmer Merah  telah menghancurkan setidaknya 132 masjid, muslim dilarang beribadah. Paska keruntuhan Khmer Merah di Phnom Penh tersisa 6 masjid saja dan dari ratusan ulama Islam hanya tersisa 20 orang saja yang selamat dari pembantaian. Selama kekuasaan rezim Khmer Merah terjadi gelombang pengungsian besar besaran Muslim Champa di Kamboja ke Berbagai Negara. Sebagian kecil dari mereka tiba di Laos dan membentuk komunitas muslim dan menetap disana hingga kini sebagaimana sudah di ulas dalam tulisan sebelumnya. (Baca Islam dan Masjid di Laos bagian 1 dan bagian 2).
 
Kekuasaan Khmer merah berahir, ketika pasukan Vietnam menginvasi Kamboja, dan meletuskan perang Kamboja-Vietnam. Pasukan Vietnam berhasil menguasai ibukota Phnom Penh tanggal 7 Januari 1979, dan membentuk pemerintahan baru. Pasukan Vietnam bertahan di Kamboja hingga tahun 1989, sampai kemudian Pasukan Internasional dibawah kendali UNTAC mulai masuk ke Kamboja di tahun 1979 termasuk di dalamnya adalah Tentara Nasional Indonesia (TNI) dari Kontingen Pasukan Garuda XII.

Tahun 1979 Vietnam Menginvasi Kamboja, dan di tanggal 7 Januari 1979 pasukan Vietnam berhasil menguasai kota Phnom Penh, mengahiri kekuasaan rezim Khmer Merah yang kemudian menjalankan pemerintahan di pengungsian, namun perang baru justru baru di mulai.

Muslim Kamboja Hari ini

Paska peristiwa mengerikan tahun 1970-an tersebut, secara umum keadaan penduduk Kamboja mulai membaik dan kaum Muslimin dapat melakukan kegiatan keagamaan mereka dengan bebas, mereka telah memiliki 268 masjid, 200 mushalla, 300 madrasah Islamiyyah dan satu markaz penghafalan Al Qur’anulkarim. Selain itu mulai bermunculan organisasi-organisasi keislaman, diantaranya adalah Islamic National Movement for Democracy of Cambodia, yang di ketuai oleh Sary Abdullah.

Kemiskinan masih mendera Negara Kamboja termasuk sebagian besar muslim disana. Diperparah lagi dengan keterpencilan mereka dari pusat pemerintahan Negara. Rendahnya akses terhadap kebutuhan infrastuktur yang mendasar seperti jalan raya, air bersih, listrik telekomunikasi hingga surat kabar.  Masalah finansial turut mendera pendidikan bagi anak anak muslim disana, gaji para tenaga pengajar tidak mencukupi kebutuhan keluarga mereka, kurikulum pendidikan agama sangat kurang dan tidak baku.

Setiap sekolah ditangani oleh seorang guru yang membuat kurikulum sendiri yang umumnya masih lemah dan kurang, bahkan ada beberapa sekolah diliburkan lantaran guru-gurunya berpaling mencari pekerjaan lain yang dapat menolong kehidupan mereka. Mereka juga sangat membutuhkan adanya terjemah Al Qur’anulkarim dan buku-buku Islami, khususnya yang berkaitan dengan akidah dan hukum-hukum Islam.

Muslimah Kamboja dapat dikenali dengan busana muslim yang mereka pakai, tampak hadir bersama masyarakat Kamboja lainnya dalam perayaan hari jadi raya Kamboja yang diselenggarakan secara nasional.

Hal tersebut sejalan dengan yang disampaikan oleh Nos Sles (Nuh Saleh), Director of Deparatment of Education and Human Resources di Cambodian Muslim Development Foundation saat berkunjung ke PBNU Jakarta, Jumat, 5 Oktober 2012 yang lalu. Nos Sles menjelaskan Muslim Kamboja masih hidup di bawah garis kemiskinan. Rata-rata adalah petani, dan sebagian menjual kue kecil-kecilan. Ia sangat berharap, lembaga-lembaga pendidikan Islam di Indonesia bisa memberikan beasiswa kepada anak-anak muda Muslim Kamboja. Lebih jauh, Nos Sles menceritakan umat Muslim di Kamboja. Selama ini, yang banyak memberikan bantuan dalam pendidikan adalah Malaysia dan negara-negara Timur Tengah.

Hingga tahun 2005, jumlah pemukiman Muslim di Kamboja telah mencapai 417 desa, dengan rata-rata tiga hingga tujuh sekolah Islam di setiap desa. Saat ini kaum Muslimin Kamboja berpusat di kawasan Free Campa bagian utara sekitar 40 % dari penduduknya, Free Ciyang sekitar 20 % dari penduduknya, Kambut sekitar 15 % dari penduduknya dan di Ibu Kota Pnom Penh hidup sekitar 30.000 Muslim. Di kota Phnom Penh sendiri terdapat setidaknya enam Masjid, yang terbesar adalah Masjid Nurul Ikhsan atau Lebih dikenal sebagai International Dubai Phnom Penh Mosque di tepian Danau Boeng Kak, kota Phnom Penh.

Pemerintah Kamboja kini berinisiatif  memuluskan toleransi bagi muslim di Kamboja. Dari pihak pemerintah, Perdana Menteri Hun Sen memerintahkan pembangunan masjid dan memberi saluran udara gratis bagi Muslim untuk menyiarkan program-program khusus Islam. Beberapa waktu lalu, pemerintah setempat mengijinkan siswa Muslim yang ingin mengenakan atribut Islam termasuk jilbab. Tak hanya itu, Muslim pun menikmati hak-hak politik mereka. Ada lebih dari selusin Muslim yang kini bertugas di lembaga-lembaga politik papan atas negara, mulai dari Senat, Dewan Perwakilan. Senator Premier (salah satu anggota senat) pun memiliki penasihat khusus urusan Muslim.

suasana Sholat Zuhur di Masjid Al-Azhar, salah satu masjid di Kota Phnom Penh, Ibukota Kamboja.

Tiga Kelompok Muslim Kamboja

Sebagaimana dijelaskan oleh Sary Abdullah dari Islamic National Movement for Democracy of Cambodia, muslim Kamboja terbagi dua kelompok, yakni Muslim Suni yang menjalankan Islam sesuai dengan syariat sama seperti yang dilaksanakan oleh muslim Arab, dengan persentase sekitar 70% dari keseluruhan Muslim Kamboja. Dan ada kelompok ke dua yakni sekelompok muslim Fojihed sekitar 5% dari Muslim Kamboja yang masih mengikuti ajaran dan tradisi lama sebelum Islam terutama dalam hal supranatural dan kekuatan sihir. Sebuah tradisi yang juga menjangkiti sebagian kecil dari muslim Indonesia.

Selain dari itu bila di elaborasi lebih jauh berdasarkan latar belakang etnis (asal negara serta bahasa ibu yang digunakan) serta tata cara peribadatan mereka sehari hari, dapat dikelompokkan ke dalam tiga kelompok yakni : dua kelompok muslim yang tadi sudah dijabarkan oleh Sary Abdullah. Serta kelompok ketiga yang disebut kelompok muslim Chvea, yang merupakan muslim Kamboja bukan dari etnis Champa, juga tidak berbahasa Champa. Muslim Chvea ini adalah muslim yang berasal dari Indonesia terutama dari tanah Jawa, jumlah mereka ada sekitar 20 hingga 25% dari total keseluruhan muslim Kamboja saat ini. Mayoritas dari mereka tinggal di sekitar Battambang. Pemerintah Kamboja menyebut keseluruhan Muslim Kamboja ini sebagai “Khmer Muslim”.

Suasana Kampong Cham.
Hubungan Indonesia dan Kamboja

Indonesia dikenang dengan manis oleh rakyat Kamboja. Menjelang kemerdekaannya, Indonesia banyak membantu negara Kamboja ini. Buku - buku taktik perang karangan perwira militer Indonesia banyak digunakan oleh militer Kamboja. Oleh karenanya, para calon perwira di militer Kamboja, wajib belajar dan dapat berbahasa Indonesia. Semasa bergejolaknya perang saudara di Kamboja, tahun 1992-1993 Indonesia secara resmi lima kali mengirimkan pasukan penjaga perdamaian ke Kamboja yang tergabung dalam Kontingen Garuda XII/A,B,C,D dan  Garuda XII (Civpol) di bawah misi UNTAC.

Selain masalah politik, Indonesia juga memiliki peran besar dalam bidang kebudayaan yakni dalam program restorasi Candi Angkor Wat yang lapuk dimakan zaman dan rusak akibat perang. Candi Angkor Wat yang sudah terkenal ke mancanegara itu dibangun oleh Suryawarman II putra dari Raja Jayawarman II tahun 7770, setelah menimba ilmu arsitektur cukup lama di kerajaan Mataram Hindu di pulau Jawa. Maka tak heran bila kemudian Kalangan sejarawan seperti David Chandler, menganggap bahwa Angkor Wat itu merupakan pasangan dari Candi Borobudur. 

KBRI di Phnom Pehn telah sejak lama membuka Pusat Kebudayaan Indonesia dengan program kursus bahasa Indonesia, tari dan drama, diikuti oleh puluhan warga Kamboja. Mereka menunjukkan minat yang besar terhadap kebudayaan Indonesia. Muslim disana berharap masyarakat Islam Indonesia khususnya bisa memberikan beasiswa bagi para siswa Muslim Kamboja, terutama yang berada di Kampong Cham. Hingga kini kitab kitab tulisan Ulama Indonesia masih menjadi rujukan pengajaran Islam disana termasuk penggunaan aksara Jawi (aksara arab pegon). Diantara kitab kitab yang masih dipakai adalah Tanbihul Ghofilin, kitab fiqah (fikih) Sabilul Muhtadin karya Syekh Arsyad Al Banjari (Banjar Kalimantan Selatan). Suatu hal yang menunjukkan begitu dekatnya muslim Kamboja dengan Muslim Indonesia.***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Dilarang berkomentar berbau SARA