Halaman

Rabu, 12 September 2012

Masjid Hastana Keraton Kartasura

Masjid Hastana Karaton Kartasura, dibangun oleh Pakubuwono X, di lokasi petilasan bekas Keraton Mataram Kartasura. Keratonnya sendiri kini sudah tak berbekas, hanya tersisa tembok benteng yang mengelilingi kawasan ini dan dijadikan sebagai Benda Cagar Budaya.

Di Kartasura pernah berdiri keraton kesultanan Mataram lengkap dengan berbagai fasilitas pendukungnya termasuk sebuah bangunan masjid milik keraton yang diberi nama Masjid Hastana Karaton Kartasura. Komplek Karaton Kartasura Hadiningrat ini dibangun pada masa pemerintahan Raja Mataram Pakubuwono X yang memindahkan pusat pemerintahan kesultanan Mataram dari Plered, Kotagede, Yogyakarta ke Keraton baru di Kartasura. Keseluruhan komplek keraton tersebut dikelilingi oleh benteng tebal dua lapis.

Bangunan Keraton Kartasura nya sendiri kini sudah tak bersisa, di bekas terataknya kini dibangun sebuah prasasti peringatan mengenang bahwa ditempat tersebut pernah berdiri sebuah keraton kerajaan Mataram. Kebesaran komplek keraton ini kini berubah menjadi komplek pemakaman keluarga keraton Kasunanan Surakarta. Namun bangunan masjid yang dibangun oleh Paku Buwono X masih kokoh berdiri hingga hari ini dan masih berfungsi dengan baik melayani masyarakat muslim di sekitar lokasinya berdiri.

Lokasi dan Alamat Masjid Hastana Karaton Kartasura

            Masjid Hastana Karaton Kartasura
Desa Siti Hinggil, Kelurahan Kartasura, Kecamatan Kartasura
Kabupaten Sukoharjo, Propinsi Jawa Tengah


Peninggalan PB X yang Menyejukkan Jiwa

Masjid Hastana Karaton Kartasura berada di dalam benteng Keraton Kartasura Hadiningrat di desa Sitihinggil, Kecamatan Kartasura, Kabupaten Sukoharjo, propinsi Jawa Tengah. Nama masjid ini terukir indah di gerbang masjid yang sangat khas. Bangunan masjid ini menjadi satu satunya bangunan yang masih utuh dari keseluruhan bekas komplek keraton Mataram Kartasura Hadiningrat.

Pembangunan masjid yang kini berdiri justru dilakukan setelah komplek keraton ini tidak lagi berfungsi sebagai keraton Kesultanan Mataram, bahkan jauh setelah seluruh aktivitas pemerintahan kerajaan dipindahkan ke Surakarta. Masjid yang dibangun pada tahun 1826 oleh Pakubiwono X ini ini sampai sekarang masih dipergunakan oleh umat muslim di sekitarnya dan dipercaya dapat memberikan kesejukan dan ketenangan jiwa setelah shalat di sini.

Gerbang Masjid Hastana ini bersebelahan dengan gerbang Hastana Karaton Kartasura.

Arsitektural Masjid Hastana Karaton Kartasura

Sejak pertama kal dibangun pada tahun 1826. Sebagian besar bangunan masjid masih asli dari pertama kali dibangun, seperti pintu, jendela, tiang penyangga, mimbar dan juga bedug masih asli. Hanya bagian teras dan beberapa peralatan elektronik yang beberapa kali dilakukan penggantian dengan yang baru. Pihak takmir masjid maupun warga sekitar mengaku tidak berani merubah ataupun merenovasi bangunan utama karena dilarang oleh pihak Keraton Surakarta. Namun demikian takmir masjid telah menambahkan bangunan serambi untuk menampung jamaah yang semakin banyak.

Di  atas pintu masuk dan jendela masih nampak ciri khas keraton surakarta dengan ukiran kayu berwarna biru dan merah dengan ornamen bunga kantil. Di tengah ukiran terdapat lambang mahkota yang bertuliskan aksara jawa yang bisa diartikan angka 1826. Sedangkan di sisi kanan bangunan masih terdapat sebuah bedug dan kentongan yang masih asli sejak ratusan tahun meskipun dalam beberapa tahun terakhir ini tidak pernah lagi dipakai.

Seperti Masjid Tradisional Jawa Lainnya Masjid Hastana juga beratap joglo dengan empat sokoguru di tengah masjid.

Meskipun sebagian besar bangunan sudah berumur ratusan tahun, namun masjid ini masih berdiri kokoh dan masih digunakan warga sekitar untuk keperluan beribadah. Seperti pada bulan puasa seperti ini, pihak takmir masjid mengaku saat shalat tarawih selalu dipenuhi jamaah. Namun pada siang hari tidak banyak yang melakukan shalat di masjid ini. Karena banyaknya jamaah yang ingin beribadah di masjid ini, pihak takmir masjid memasang beberapa peralatan elektronik tambahan seperti perangkat penyejuk ruangan.

Sejarah Masjid Hastana Karaton Kartasura

Keraton Kartasura didirikan oleh Sunan Amangkurat II pada September 1680. Sunan Amangkurat II adalah raja pengganti Sunan Amangkurat I, Raja Mataram di Keraton Plered, Kotagede, Yogyakarta yang melarikan diri dan meninggal di Tegal ketika terjadi serangan Trunajaya dari Sampang - Madura pada tahun 1677. Setelah Sunan Amangkurat II menjabat sebagai raja, beliau tidak mau menempati kraton di Plered karena menurut kepercayaan Jawa, Kerajaan yang sudah diduduki musuh berarti telah ternoda.

Benteng Kraton Kartosuro ini kini menjadi benda cagar budaya meski nyaris tak terlihat bekas perawatan dan perlindungan terhadap bangunan bersejarah ini. Di teratak keratonnya di bangun penanda berupa dua buah batu besar sebagai penanda ditempat tersebut pernah berdiri kraton Kartasura. sementara foto kiri bawah adalah prasasti peringatan lokasi ini dan foto kanan bawah adalah tembok benteng yang bobol saat terjadi peristiwa geger pecinan.

Sunan Amangkurat II kemudian memerintahkan kepada Senopati Urawan untuk membuat Keraton baru di kawasan Pajang. Perintah ini dituruti dan akhirnya Senopati Urawan dibantu Nerang Kusuma dan rakyat berhasil mendirikan Keraton di sebelah barat Pajang yakni Wonokerto. Amangkurat II beserta para pengikutnya lalu menempati Keraton Baru itu yang diberi nama Kraton kartasura Hadiningrat.

Buku Babad Tanah jawi menggambarkan komplek keraton ini sangat kokoh. Bentengnya saja dibuat dua lapis, yakni Baluwarti di bagian terluar dan Sri Manganti pada bagian dalam.Di sekeliling Benteng Baluwarti terdapat parit lebar berair dan tanaman semak berduri sebagai alat pertahanan.

Sunan Amangkurat II juga yang mengganti namanya dari Wonokerto menjadi Kartasura. Sekaligus memindahkan ibu kota Negara Mataram ke tempat ini. Lebih kurang 23 tahun lamanya Sunan Amangkurat II bertakhta di keraton ini. Se-peninggalnya, pemerintahan diteruskan putranya, Pangeran Adipati Anom (Amangkurat III).

foto atas adalah bagian dari tembok benteng yang sama sekali tak terlihat bekas perawatan ataupun usaha konservasi terhadap benteng bersejarah tersebut. kanan bawah adalah pendopo yang dibangun juga oleh Pakubuwono X bagi para peziarah yang datang ke lokasi benteng ini yang dijadikan komplek pemakaman keluarga kraton Surakarta.

Pada tahun 1741 terjadilah pemberontakan Cina yang berakibat fatal bagi Kartasura. Pemberontakan kali ini dipimpin oleh RM.Garendhi yang bergelar Sunan Kuning (Sunan Amangkurat III) sewaktu menjadi raja. Amangkurat III bernasib justru lebih tragis. Beliau hanya memerintah kurang lebih selama 2 tahun (1703–1705) karena terusir oleh pangeran Puger (adiknya sendiri) yang kemudian menjadi raja dan bergelar Sinuhun Pakubuwana I. Amangkurat III sampai kemudian ditangkap belanda dan dibuang ke Sri Lanka sampai wafat disana.

Selanjutnya pada masa pemerintahan Sinuhun Pakubuwana II (1726–1749), Keraton Kartasura dipindahkan ke Solo tepatnya pada tanggal 17 Februari 1745 Kraton baru di Solo itu diberi nama Keraton Surakarta Hadiningrat. Keraton Kartasura tak lagi ditempati dan kawasan istana tersebut dijadikan sebagai komplek pemakaman keluarga kerajaan. masyarakat umum menyebut kawasan bekas istana tersebut sebagai kawasan petilasan. Para peziarah silih berganti datang ke tempat ini untuk berziarah.

Pada jaman Keraton Kasunanan Surakarta dipimpin oleh raja Paku Buwono Sepuluh, dibagun sebuah masjid di petilasan Keraton Kartasura tersebut. Masjid yang diberi nama Hastana ini dibangun untuk keperluan beribadah warga Kartasura dan juga kerabat istana yang masih sering mengunjungi petilasan tersebut. Masjid yang dibangun pada tahun 1826 ini sampai sekarang masih dipergunakan oleh umat muslim di sekitarnya dan dipercaya dapat memberikan kesejukan dan ketenangan jiwa setelah shalat di sini.

Komplek Keraton Kartasura Saat ini

Salah satu sudut benteng Kraton Kartasura

Tak ada lagi bangunan istana megah di sana. Satu-satunya yang tersisa di lahan seluas 2 hektare di Kelurahan Kartasura, Kecamatan Kartasura, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah, itu hanyalah Benteng Sri Manganti. Kendati relatif masih utuh, kondisi tembok batu bata setinggi 3 meter dengan tebal setengah meter itu memprihatinkan. Tanaman merambat dan lumut merayapi badannya. Beberapa bagian dinding bahkan ambrol termakan usia dan diterjang akar liar. Dulunya, Keraton Kartasura dibangun sangat megah.

benteng Baluwarti sudah hancur, hanya sekitar 100 meter yang masih berdiri, selebihnya telah menjelma jadi permukiman warga.Di dalam benteng Sri Manganti terdapat bangunan utama keraton, masjid agung, gedong obat tempat menyimpan mesiu, dan sejumlah bangunan pendukung lain. Di sisi utara benteng terdapat alun-alun dan taman kerajaan yang kini dikenal dengan nama Gunung Kunci.

Sejak wafatnya Pakubuwono X praktis tempat ini nyaris tak terawat lagi meski abdi dalem dari keraton Surakarta masih bertugas disini sebagai juru kunci namun karena terbatasnya pendanaan baik dari keraton maupun dari pemerintah Jawa Tengah membuat kawasan bekas keraton ini se akan akan meranan. Sejak 2005 pihak Keraton Surakarta tidak lagi mengizinkan ada aktivitas ziarah malam Jumat ke tempat ini.***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Dilarang berkomentar berbau SARA