Halaman

Minggu, 09 September 2012

Masjid Agung Mataram Kotagede, Yogyakarta (bagian 3)

Beranda Masjid Agung Mataram Kotagede.

Arsitektural Masjid Agung Mataram Kotagede

Bangunan inti Masjid Kotagede merupakan bangunan Jawa dengan atap limasan. Sedangkan ruangan masjid ini terbadi dua yaitu inti dan serambi. Sebelum memasuki area Masjid, disebelah barat Masjid berdiri gapura besar yang disebut Gapura Padureksa. Diatas gapura ini terdapat sebuah hiasan Kala seperti halnya ornamen dekoratif yang banyak dijumpai pada bangunan candi kuno bergaya Hindu.

Di kiri kanan jalan menuju gapura Gapura Padureksa, berjajar sejumlah rumah tradisional Dondhongan. Ini adalah tempat tinggal keluarga Dondhong keturunan dari Nyai Peringgit, para abdi dalem yang bertugas membersihkan halaman masjid. Selain Gapura Padureksa di sisi timur, masih terdapat 2 buah gapura sejenis yang terdapat di sisi utara dan selatan. Gapura yang berada di sisi selatan, menghubungkan halaman Masjid dengan kompleks Makam Senopaten.

Sebuah parit yang mengelilingi masjid akan dijumpai sebelum memasuki bangunan inti masjid. Parit itu di masa lalu digunakan sebagai saluran drainase setelah air digunakan wudhu di sebelah utara masjid. Memasuki halaman di depan serambi akan di temui beberapa pohon sawo kecik serta prasasti pembangunan Masjid berlambang Kasunanan Surakarta.

Bangunan Utama dan Bangunan Tambahan. Bangunan utama masjid berbentuk limasan yang terbuat dari batu bata, semen, pasir dan kayu. Bagian serambinya ditopang oleh 26 buah tiang kayu jati. Lantai serambi dari tegel abu-abu. Sedangkan, atap serambi yang berbentuk tumpang terbuat dari sirap. Di serambi ini tersimpan kentongan dan Beduk hadiah dari Nyai Peringgit.

Parit yang mengelilingi masjid Agung Mataram Kotagede.

Bedug yang usianya tak kalah tua dengan masjidnya itu merupakan hadiah dari Nyai Pringgit yang berasal dari desa Dondong (wilayah di Kabupaten Kulon Progo). Atas jasanya memberikan bedug itu, keturunan Nyai Pringgit diberi hak untuk menempati wilayah sekitar masjid yang kemudian dinamai Dondongan. Sementara bedug pemberiannya, hingga kini masih dibunyikan sebagai penanda waktu sholat. Beduk tersebut berukuran panjang 184 sentimeter dengan diameter 85 sentimeter sedangkan kentongannya berukuran panjang 114 sentimeter dengan diameter 40 sentimeter.

Atap bangunan mesjid bertingkat dua. Atap tersebut terbuat dari kayu dan ditutup dengan genteng. Atap tingkat atas berbentuk segi tiga dengan sudutnya yang runcing. Sedangkan, atap tingkat bawah seperti segi tiga yang terpotong bagian atasnya. Puncak atap diberi mahkota yang disebut pataka. Sementara, bangunan tambahan yang terdapat dalam kompleks mesjid ini ada di sebelah utara bangunan induk. Bangunan tambahan ini dipergunakan sebagai tempat wudlu yang berukuran 3,47x2,20x1,94 meter dan dilengkapi dengan dua buah kamar mandi. Bangunan ini merupakan hasil perbaikan karena bangunan yang asli telah rusak.

Pintu Masjid. Pintu masuk masjid terdapat di sisi timur, utara dan selatan. Ada tiga pintu di sisi timur masjid semuanya terbuat dari kayu jati. Masing-masing pintu dilengkapi dua daun pintu. Pintu utama berada di tengah-tengah. Pada ambang atas pintu utama terdapat tulisan huruf Jawa yang sudah agak aus, namun masih dapat terbaca yang berbunyi : “kamulyaaken tahun Ehe ngademken cipto sawaraning jalmi”.  Masih ada lagi pintu masuk di sisi utara dan selatan masing-masing dua pintu yang juga terbuat dari kayu jati. Sedangkan dua pintu di sisi selatan menghubungkan ruang utama dengan tempat wudlu.

Interior Masjid Agung Mataram Kotagede dengan mihrab dan mimbarnya yang khas.

Ruang utama. Ruang Utama Masjid ini berukuran panjang 15,22x14,19 meter, ditopang oleh empat soko guru utama terbuat dari kayu jati. Lantai ruang utama ditutup ubin teraso berukuran 30x 30 sentimeter. Dindingnya terbuat dari tembok dengan delapan jendela, masing masing enam jendela dilengkapi dengan jeruji besi dan dua jendela dengan jeruji kayu. Di dalam ruang utama ini terdapat mihrab berukuran panjang 1,60x2,18x2,92 meter. Mihrab itu diperindah dengan tiang semu yang pada bagian atasnya mempunyai sekumpulan bingkai. Di atas bingkai ini terdapat papan dari kayu jati yang penuh dengan ukir-ukiran dengan motif sulur daun.

Mimbar Dari Palembang. Mimbar tua dari kayu berukir di diletakkan dibelah mihrab dalam masjid ini berasal dari Palembang, konon disebutkan bahwa pada saat Sultan Agung menunaikan ibadah haji, ia mampir ke Palembang untuk menjenguk salah satu adipati disana. Sebagai penghargaannya, adipati Palembang memberikan mimbar tersebut. Mimbar itu kini jarang digunakan karena sengaja dijaga agar tidak rusak. Sebagai pengganti mimbar itu, warga setempat menggunakan mimbar kecil untuk kepentingan ibadah sehari-hari.

Mimbar tersebut berukuran 2,19x1,40x2,65 meter, berdiri di atas lapik yang tersusun bertingkat. Lapik paling bawah berukuran 2,50x1,30 meter. Di atasnya ada lapik yang lebih masuk ke dalam yang berukuran 2,30x1,15 meter, sedangkan yang paling atas berukuran 2,10x1,05 meter. Bagian bawah mimbar merupakan perpaduan pelipit. Pelipit yang pertama adalah pelipit rata dan di atasnya adalah pelipit padma.

Bagian tembok kuno Masjid Agung Mataram Kotagede.

Bangunan Pawetren. Di sisi selatan bangunan utama, terdapat ruang shalat khusus untuk jemaah perempuan (pawestren), berukuran 12,50 x 6,50 m. Lantai ruang pawestren dilapis dengan ubin teraso. Antara pawestren dan ruang utama dihubungkan sebuah pintu.

Makam di Komplek Masjid Kotagede. Di halaman masjid ini ada beberapa bangunan makam yang terdiri dari tiga bagian, yaitu: bagian depan yang disebut Prabayaksa, bagian tengah (Witana), dan bagian belakang (Tajug). Bangunan Prabayaksa dikelola oleh keraton Surakarta, sedangkan bangunan Witana dan Tajug dikelola oleh keraton Yokyakarta.

Di dalam bangunan Prabayaksa terdapat 64 makam yang salah satunya adalah makam Sultan Sedo Ing Krapyak. Di dalam bangunan Witana terdapat 15 makam yang di antaranya adalah makam Kyai dan Nyai Ageng Senopati, dan makam Ki Juru Mertani. Sedangkan, di dalam bangunan Tajug hanya terdapat tiga buah makam, yaitu: makam Nyai Ageng Enis, makam Pangeran Joyoprono, dan makam Datuk Palembang.

Makam yang terbagi dua. Selain makam-makam tersebut ada satu makam lagi, yaitu makam Ki Ageng Mangir Wonoboyo yang letaknya sebagian di dalam dan sebagian lagi diluar bangunan Prabayaksa. Hal ini memberi makna bahwa Ki Ageng Mangir adalah seorang musuh, tetapi dalam hubungan keluarga ia diterima sebagai menantu Panembahan Senopati. Konon, sewaktu Ki Ageng Mangir akan dimakamkan, rombongan yang mengangkut jenazahnya tidak diperkenankan melalui gapura serta tidak boleh seluruh jasadnya dimakamkan di dalam kompleks masjid ini. Oleh karena itu, sebagian tembok yang berada di sisi utara kompleks masjid terpaksa dirobohkan untuk mengubur jasad Ki Ageng Mangir.

Benda Cagar Budaya .

Tembok yang mengelilingi bangunan masjid memiliki dua karakter yang berbeda karena memang dibangun oleh dua tokoh yang berbeda. Tembok bagian kiri terdiri dari batu bata yang ukurannya lebih besar, warna yang lebih merah, serta terdapat batu seperti marmer yang di permukaannya ditulis aksara Jawa, dibangun pada masa Sultan Agung tanpa bahan semen melainkan menggunakan perekat dari air aren yang dapat membatu sehingga lebih kuat. Sementara tembok yang lain memiliki batu bata berwarna agak muda, ukuran lebih kecil, dan polos. merupakan hasil renovasi Paku Buwono X.

Aktivitas Masjid Agung Mataram Kotagede

Masjid yang usianya telah ratusan tahun itu hingga kini masih terlihat hidup. Warga setempat masih menggunakannya sebagai tempat melaksanakan kegiatan keagamaan. Bila datang saat waktu sholat, akan dilihat puluhan warga menunaikan ibadah. Di luar waktu sholat, banyak warga yang menggunakan masjid untuk tempat berkomunikasi, belajar Al Qur'an, dan lain-lain.

Selain itu, masjid ini juga selalu dikunci rapat dan hanya akan dibuka ketika tiba menjelang waktu shalat. Dan setelah selesai waktu shalat pintunya akan kembali dikunci. Tujuannya, tidak lain adalah demi menjaga keamanan barang inventaris masjid. Karena, berdasar pengalaman, telah sering terjadi kasus kehilangan di dalam masjid. Mulai dari kitab Alqur’an hingga perangkat sound system atau peralatan pengeras suara.

Kembali ke Bagian 2
Kembali ke Bagian 1



1 komentar:

  1. Disampaikan terimakasih banyak untuk informasinya..

    Kebetulan sabtu kemarin (5/7/2022) saya mampir ke lokasi.

    Ketika berkunjung, ada beberapa pertanyaan yang bikin penasaran, diantaranya (1) adanya monumen PB X (padahal secara administratif, masjid berada di Provinsi Yogyakarta), (2) kayu atap yang nampak baru, (3) alasan kenapa pagar dan pintu depan berbentuk seperti pura, (4) ketiadaan menara adzan dan beberapa hal lain.

    (kebetulan catatan kunjungan itu saya abadikan di nabrismuftia.medium.com)

    Rangkaian artikel ini menjawab beberapa pertanyaan saya.

    Sekali lagi, disampaikan terimakasih banyak.

    Nabris Mufti A. a.k.a nobi, warga
    ( instagram.com/poplilak )

    BalasHapus

Dilarang berkomentar berbau SARA