Beranda Masjid Agung Mataram Kotagede. |
Arsitektural Masjid Agung Mataram Kotagede
Bangunan
inti Masjid Kotagede merupakan bangunan Jawa dengan atap limasan. Sedangkan
ruangan masjid ini terbadi dua yaitu inti dan serambi. Sebelum memasuki area
Masjid, disebelah barat Masjid berdiri gapura besar yang disebut Gapura
Padureksa. Diatas gapura ini terdapat sebuah hiasan Kala seperti halnya ornamen
dekoratif yang banyak dijumpai pada bangunan candi kuno bergaya Hindu.
Di
kiri kanan jalan menuju gapura Gapura Padureksa, berjajar sejumlah rumah
tradisional Dondhongan. Ini adalah tempat tinggal keluarga Dondhong keturunan
dari Nyai Peringgit, para abdi dalem yang bertugas membersihkan halaman masjid.
Selain Gapura Padureksa di sisi timur, masih terdapat 2 buah gapura sejenis
yang terdapat di sisi utara dan selatan. Gapura yang berada di sisi selatan,
menghubungkan halaman Masjid dengan kompleks Makam Senopaten.
Sebuah
parit yang mengelilingi masjid akan dijumpai sebelum memasuki bangunan inti
masjid. Parit itu di masa lalu digunakan sebagai saluran drainase setelah air
digunakan wudhu di sebelah utara masjid. Memasuki halaman di depan serambi akan
di temui beberapa pohon sawo kecik serta prasasti pembangunan Masjid berlambang
Kasunanan
Surakarta.
Bangunan
Utama dan Bangunan Tambahan. Bangunan utama masjid berbentuk limasan yang
terbuat dari batu bata, semen, pasir dan kayu. Bagian serambinya ditopang oleh
26 buah tiang kayu jati. Lantai serambi dari tegel abu-abu. Sedangkan, atap
serambi yang berbentuk tumpang terbuat dari sirap. Di serambi ini tersimpan
kentongan dan Beduk hadiah dari Nyai Peringgit.
Parit yang mengelilingi masjid Agung Mataram Kotagede. |
Bedug yang usianya tak kalah tua dengan masjidnya itu merupakan hadiah dari Nyai Pringgit yang berasal dari desa Dondong (wilayah di Kabupaten Kulon Progo). Atas jasanya memberikan bedug itu, keturunan Nyai Pringgit diberi hak untuk menempati wilayah sekitar masjid yang kemudian dinamai Dondongan. Sementara bedug pemberiannya, hingga kini masih dibunyikan sebagai penanda waktu sholat. Beduk tersebut berukuran panjang 184 sentimeter dengan diameter 85 sentimeter sedangkan kentongannya berukuran panjang 114 sentimeter dengan diameter 40 sentimeter.
Atap
bangunan mesjid bertingkat dua. Atap tersebut terbuat dari kayu dan ditutup
dengan genteng. Atap tingkat atas berbentuk segi tiga dengan sudutnya yang
runcing. Sedangkan, atap tingkat bawah seperti segi tiga yang terpotong bagian
atasnya. Puncak atap diberi mahkota yang disebut pataka. Sementara, bangunan
tambahan yang terdapat dalam kompleks mesjid ini ada di sebelah utara bangunan
induk. Bangunan tambahan ini dipergunakan sebagai tempat wudlu yang berukuran
3,47x2,20x1,94 meter dan dilengkapi dengan dua buah kamar mandi. Bangunan ini
merupakan hasil perbaikan karena bangunan yang asli telah rusak.
Pintu
Masjid. Pintu masuk masjid terdapat di sisi timur, utara dan selatan. Ada tiga
pintu di sisi timur masjid semuanya terbuat dari kayu jati. Masing-masing pintu
dilengkapi dua daun pintu. Pintu utama berada di tengah-tengah. Pada ambang
atas pintu utama terdapat tulisan huruf Jawa yang sudah agak aus, namun masih
dapat terbaca yang berbunyi : “kamulyaaken tahun Ehe ngademken cipto sawaraning
jalmi”. Masih ada lagi pintu masuk di
sisi utara dan selatan masing-masing dua pintu yang juga terbuat dari kayu
jati. Sedangkan dua pintu di sisi selatan menghubungkan ruang utama dengan
tempat wudlu.
Interior Masjid Agung Mataram Kotagede dengan mihrab dan mimbarnya yang khas. |
Ruang utama. Ruang Utama Masjid ini berukuran panjang 15,22x14,19 meter, ditopang oleh empat soko guru utama terbuat dari kayu jati. Lantai ruang utama ditutup ubin teraso berukuran 30x 30 sentimeter. Dindingnya terbuat dari tembok dengan delapan jendela, masing masing enam jendela dilengkapi dengan jeruji besi dan dua jendela dengan jeruji kayu. Di dalam ruang utama ini terdapat mihrab berukuran panjang 1,60x2,18x2,92 meter. Mihrab itu diperindah dengan tiang semu yang pada bagian atasnya mempunyai sekumpulan bingkai. Di atas bingkai ini terdapat papan dari kayu jati yang penuh dengan ukir-ukiran dengan motif sulur daun.
Mimbar Dari Palembang. Mimbar tua dari kayu berukir di
diletakkan dibelah mihrab dalam masjid ini berasal dari Palembang, konon
disebutkan bahwa pada saat Sultan
Agung menunaikan ibadah haji, ia mampir ke Palembang untuk menjenguk salah
satu adipati disana. Sebagai penghargaannya, adipati Palembang memberikan
mimbar tersebut. Mimbar itu kini jarang digunakan karena sengaja dijaga agar
tidak rusak. Sebagai pengganti mimbar itu, warga setempat menggunakan mimbar
kecil untuk kepentingan ibadah sehari-hari.
Mimbar
tersebut berukuran 2,19x1,40x2,65 meter, berdiri di atas lapik yang tersusun
bertingkat. Lapik paling bawah berukuran 2,50x1,30 meter. Di atasnya ada lapik
yang lebih masuk ke dalam yang berukuran 2,30x1,15 meter, sedangkan yang paling
atas berukuran 2,10x1,05 meter. Bagian bawah mimbar merupakan perpaduan
pelipit. Pelipit yang pertama adalah pelipit rata dan di atasnya adalah pelipit
padma.
Bagian tembok kuno Masjid Agung Mataram Kotagede. |
Bangunan Pawetren. Di sisi selatan bangunan utama, terdapat ruang shalat khusus untuk jemaah perempuan (pawestren), berukuran 12,50 x 6,50 m. Lantai ruang pawestren dilapis dengan ubin teraso. Antara pawestren dan ruang utama dihubungkan sebuah pintu.
Makam
di Komplek Masjid Kotagede. Di halaman masjid ini ada beberapa bangunan makam
yang terdiri dari tiga bagian, yaitu: bagian depan yang disebut Prabayaksa,
bagian tengah (Witana), dan bagian belakang (Tajug). Bangunan Prabayaksa
dikelola oleh keraton Surakarta,
sedangkan bangunan Witana dan Tajug dikelola oleh keraton Yokyakarta.
Di
dalam bangunan Prabayaksa terdapat 64 makam yang salah satunya adalah makam
Sultan Sedo Ing Krapyak. Di dalam bangunan Witana terdapat 15 makam yang di
antaranya adalah makam Kyai dan Nyai Ageng Senopati, dan makam Ki Juru Mertani.
Sedangkan, di dalam bangunan Tajug hanya terdapat tiga buah makam, yaitu: makam
Nyai Ageng Enis, makam Pangeran Joyoprono, dan makam Datuk Palembang.
Makam
yang terbagi dua. Selain makam-makam tersebut ada satu makam lagi, yaitu makam
Ki Ageng Mangir Wonoboyo yang letaknya sebagian di dalam dan sebagian lagi
diluar bangunan Prabayaksa. Hal ini memberi makna bahwa Ki Ageng Mangir adalah
seorang musuh, tetapi dalam hubungan keluarga ia diterima sebagai menantu
Panembahan Senopati. Konon, sewaktu Ki Ageng Mangir akan dimakamkan, rombongan
yang mengangkut jenazahnya tidak diperkenankan melalui gapura serta tidak boleh
seluruh jasadnya dimakamkan di dalam kompleks masjid ini. Oleh karena itu,
sebagian tembok yang berada di sisi utara kompleks masjid terpaksa dirobohkan
untuk mengubur jasad Ki Ageng Mangir.
Benda Cagar Budaya . |
Tembok
yang mengelilingi bangunan masjid memiliki dua karakter yang berbeda karena
memang dibangun oleh dua tokoh yang berbeda. Tembok bagian kiri terdiri dari
batu bata yang ukurannya lebih besar, warna yang lebih merah, serta terdapat
batu seperti marmer yang di permukaannya ditulis aksara Jawa, dibangun pada
masa Sultan Agung tanpa
bahan semen melainkan menggunakan perekat dari air aren yang dapat membatu
sehingga lebih kuat. Sementara tembok yang lain memiliki batu bata berwarna
agak muda, ukuran lebih kecil, dan polos. merupakan hasil renovasi Paku Buwono
X.
Aktivitas Masjid Agung Mataram Kotagede
Masjid
yang usianya telah ratusan tahun itu hingga kini masih terlihat hidup. Warga
setempat masih menggunakannya sebagai tempat melaksanakan kegiatan keagamaan.
Bila datang saat waktu sholat, akan dilihat puluhan warga menunaikan ibadah. Di
luar waktu sholat, banyak warga yang menggunakan masjid untuk tempat
berkomunikasi, belajar Al Qur'an, dan lain-lain.
Selain
itu, masjid ini juga selalu dikunci rapat dan hanya akan dibuka ketika tiba
menjelang waktu shalat. Dan setelah selesai waktu shalat pintunya akan kembali
dikunci. Tujuannya, tidak lain adalah demi menjaga keamanan barang inventaris
masjid. Karena, berdasar pengalaman, telah sering terjadi kasus kehilangan di
dalam masjid. Mulai dari kitab Alqur’an hingga perangkat sound system atau
peralatan pengeras suara.
Kembali
ke Bagian
2
Kembali
ke Bagian
1
Disampaikan terimakasih banyak untuk informasinya..
BalasHapusKebetulan sabtu kemarin (5/7/2022) saya mampir ke lokasi.
Ketika berkunjung, ada beberapa pertanyaan yang bikin penasaran, diantaranya (1) adanya monumen PB X (padahal secara administratif, masjid berada di Provinsi Yogyakarta), (2) kayu atap yang nampak baru, (3) alasan kenapa pagar dan pintu depan berbentuk seperti pura, (4) ketiadaan menara adzan dan beberapa hal lain.
(kebetulan catatan kunjungan itu saya abadikan di nabrismuftia.medium.com)
Rangkaian artikel ini menjawab beberapa pertanyaan saya.
Sekali lagi, disampaikan terimakasih banyak.
Nabris Mufti A. a.k.a nobi, warga
( instagram.com/poplilak )