Masjid Gedhe Kauman Yogyakarta |
Masjid
Gedhe Kauman atau juga disebut Masjid Raya Daerah Istimewa Yogyakarta atau
Masjid Kagungan Dalem Karaton Ngayokyakarta Hadiningrat, dibangun pada masa
pemerintahan Sri Sultan Hamengkubuwono I sebagai masjid sentral yang dibangun
di pusat kekuasaan Kesultanan Nyayokyakarta Hadiningrat. Masjid Agung Yogya sekaligus
menjadi poros sentral bagi lima Masjid Pahtok Negara Ngayokyakarta
Hadiningrat yang
dibangun di empat penjuru mata angin, sebagai penanda batas terluar wilayah
kesultanan.
Berdiri
megah di alun alun utara Yogyakarta, merupakan salah satu bangunan cagar budaya
Nasional berdasarkan Monumenten Ordonante 238/1931 dibangun pada hari Ahad 29
Mei 1773 menjadikannya sebagai salah satu masjid tua di pulau Jawa dan
Indonesia. Masjid yang sarat dengan sejarah kesultanan Jogja juga sejarah
nasional Indonesia. Gerakan Muhammadiyah yang merupakan salah satu organisasi
Islam terbesar dan tertua di tanah air lahir di Masjid ini.
Lokasi dan Alamat
Mesjid
Gedhe Keraton Yogyakarta
Jalan
Alun-alun Utara, Gondomanan
Yogyakarta 55133, Indonesia
Sudah
menjadi ciri khas kota pusat kekuasaan kerajaan kerajaan Islam tanah Jawa
dengan menjadikan alun alun sebagai titik sentral pusat kekuasaan. Keraton
sebagai pusat pemerintahan tempat bertahtanya sang Raja/Sultan berada di sisi
selatan alun alun menghadap ke utara, lalu pasar sebagai urat nadi
perekonomian, simbol kekuatan ekonomi berada di sisi utara dan Masjid Agung
sebagai pusat spiritual berada disisi barat alun alun. Komposisi tata letak
semacam ini tidak hanya berada di Jogjakarta. Hampir semua kerajaan jawa
memiliki komposisi tata letak semacam ini.
Masjid
yang juga dikenal dengan nama Masjid Gede Kauman ini terletak di sebelah barat
Alun- Alun Utara yang secara simbolis merupakan transendensi untuk menunjukkan
keberadaan Sultan di samping pimpinan perang atau penguasa pemerintahan
(senopati ing ngalaga), juga sebagai sayidina panatagama khalifatulah (khalifah
Allah) di dunia di dalam memimpin agama (panatagama) di kasultanan.
Sejarah Masjid Gedhe Kauman
Pembangunan
Masjid Gedhe Kauman dilaksanakan delapan belas tahun setelah berdirinya
kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat melalui perjanjian Giyanti 13 Februari
1755. Proses pembangunan-nya dilaksanakan atas perintah dari Sri Sultan
Hamengkubuwono I (1755-1792) dan selesai dibangun pada hari Minggu 29 Mei 1773
sebagai persembahan khusus dari Sultan kepada kaum duafa.
Di
bagian sisi selatan masjid bergaya tradisional Jawa ini, terdapat fasilitas
mandi dan mencuci untuk kaum dhuafa yang tidak memiliki tempat tinggal. Sultan
ingin melihat rakyatnya hidup layak. Bahkan, ketika mereka tinggal di sana,
kebutuhan makanan pun akan dipenuhi oleh masjid.
Ekterior Masjid Gedhe Yogyakarta |
Selain
membangun fasilitas bagi kaum dhuafa, di seputaran masjid juga dibangun
fasilitas bagi pengurus masjid. Para ulama, khotib, serta abdi dalem diberi
fasilitas perumahan di sekitar masjid yang diberi nama Kauman, yang berarti
"tempat para kaum". Sedangkan untuk penghulu keraton dan keluarga,
Sultan menyediakan perumahan di sisi utara yang dinamakan Pengulon.
Beliau
menunjuk arsitek K. Wiryokusumo untuk merancang masjid ini. dan Kyai Faqih
Ibrahim Diponingrat sebagai penghulu pertama. Kyai Faqih Ibrahim Diponingrat
atau Kyai Muhammad Faqih merupakan saudara ipar dari Sultan Hamengkubuwono I,
Kyai Muhammad Faqih menikah dengan putri pertama Ki Derpoyodo sedangkan Sultan
Hamengkubuwono I menikah dengan putri ke dua Ki Derpuyudo. Kyai Faqih yang
kemudian menyarankan kepada sultan agar diangkatnya para Pathok Kesultanan.
Ekterior Masjid Ghede Kauman Yogyakarta |
Pathok
yang dimaksud oleh Kyai Muhammad Faqih ketika itu adalah Para ulama yang
bertugas memberikan pendidikan moral kepada masyarakat yang dapat mengajar dan
menuntun akhlak dan budi pekerti. Kyai Muhammad Faqih sendiri pada ahirnya juga
diangkat sebagai Pathok oleh Sultan Hamengkubuwono I. Dan salah satu masjid
Pathok Negara Jogya, yaitu Masjid Pathok Negara Taqwa Wonokromo didirikan pertama kali oleh Kyai
Muhammad Faqih di atas tanah perdikan pemberian Sultan Jogya.
Dan
keseluruhan ada lima Masjid Pahtok yang dibangun di empat penjuru mata angin
yakni, Lima masjid pathok tersebut adalah : Masjid Pathok Taqwa Wonokromo dan Masjid Pathok Nurul Huda Dongkelan di selatan, Masjid Pathok Ad-Darojat Babadan di timur, Masjid Jami' An-Nur Mlangi di barat, dan Masjid Pathok Sulthoni Plosokuning di utara. Kelima masjid tersebut di
pimpin oleh seorang imam yang juga menjadi perangkat peradilan Keraton Yogya di
lokasinya berada dan menginduk kepada Masjid Agung Kauman di Alun Alun Yogya.
Masjid
Agung Kauman bersama masjid masjid Pathok Negara menjadi bagian dari masjid
Kerajaan sehingga menjalankan fungsi ketakmiran bersama-sama. Kedudukan para
imam/pengulu/kyai pengulu masjid juga menjadi anggota al-Mahkamah al-Kabirah
(Badan Peradilan Kesultanan Yogyakarta) dalam tingkat Peradilan Agama Islam.
Imam Besar Masjid Agung kauman menjadi ketua Mahkamah yang bergelar Kanjeng
Kyai Penghulu. Dalam sistem hukum dan peradilan Kerajaan, Sultan tetap memegang
kekuasaan kehakiman tertingi.
Masjid
Agung Yogya merupakan masjid utama kerajaan yang berfungsi sebagai tempat beribadah,
upacara kesagamaan, pusat syiar Islam, dan tempat penegakan tata hukum Islam. Sejak
awal mula hingga sekarang Masjid Agung Keraton Yogyakarta merupakan masjid yang
sangat penting tidak saja untuk tempat peribadatan umat Islam secara umum,
namun juga untuk penyelenggaraan upacara-upacara adat Keraton Yogyakarta.
Kawasan
di sekitar masjid merupakan kawasan pemukiman para santri ataupun ulama.
Pemukiman tersebut lebih dikenal dengan nama Kauman dan Suronatan. Dalam
perjalanan sejarah Yogyakarta, kehidupan religius di kampung tersebut menjadi
inspirasi dan tempat yang kondusif bagi tumbuh dan berkembangnya gerakan Muhammadyah pada tahun 1912 M yang dipimpin oleh K.H.Ahmad Dahlan.
Arsitektural Masjid Agung Keraton Yogyakarta
Masjid
Agung Keraton Yogya dibangun tak jauh berbeda dengan masjid masjid di tanah
jawa yang lebih dulu dibangun sebelumnya, seperti Masjid Agung Demak di kesultanan Demak yang masih eksis
hingga kini bersama alun alun dan pasarnya meskipun keraton kesultanan Demak
sudah tak bersisa karena dibumi hanguskan oleh penjajah Belanda. Bangunan
Masjid Agung Keraton Yogyakarta berada di areal seluas kurang lebih 16.000
meter persegi.
Interior Masjid Ghede Kauman Yogyakarta |
Seluruh
kompleks Masjid ini dikelilingi oleh pagar tembok tinggi, pada bagian utara dibangun
Dalem Pengulon yaitu tempat tinggal Penghulu Keraton dan
keluarga Sultan serta kantor pengelola masjid. Abdi dalem pengulon inilah yang
membawahi para abdi dalem bidang keagamaan lainnya, seperti abdi dalem
pamethakan, suronoto, modin. Disekitar masjid juga dibangun fasilitas bagi para
pengurus masjid, ulama dan khatib serta para abdi dalem yang diberi nama Kauman yang berarti "tempat para kaum". Sedangkan
di sebelah barat masjid terdapat beberapa makam yang diantaranya adalah makam
Nyai Ahmad Dahlan.,
Seperti
halnya masjid-masjid lain di Jawa, masjid ini beratap limas bersusun tiga,
dalam tradisi Jawa disebut sebagai Tajuk Lambang Teplok, lengkap dengan mastaka/mustoko
yang mirip dengan daun kluwih/daun simbar dan gadha di ujung atap tertinggi. Makna
daun Kluwih adalah linuwih, atau punya kelebihan yang sempurna, sementara gadha
yang berarti tunggal, hanya mengakui ke-esaan Allah SWT. Sistem atap tumpang
tiga ini memiliki makna kesempurnaan hidup melalui tiga tahapan kehidupan
manusia yaitu, Syariat, Makrifat dan Hakekat. Keseluruhan struktur atap utama ditopang oleh
empat sokoguru utama dari kayu jati Jawa utuh berumur lebih dari 200 tahun
berdiri kokoh di ruang sholat utama.
Masjid ini mempunyai dua bagian utama, ruang sholat utama dan serambi Al Makalah Al Kabiroh. Ada juga Pagongan di sebelah utara dan selatan halaman luar masjid yang merupakan tempat gamelan. Setiap bulan Maulid tiba, gamelan ini akan dimainkan mengiringi dakwah para ulama. Jamaah yang datang ke masjid ini diharapkan dapat berbuat baik kepada sesama. Harapan ini sudah muncul ketika pengunjung menginjakkan kaki di depan pintu gerbang masjid, Gerbang yang dikenal dengan nama Gapuro ini berbentuk Semar Tinandu yang melambangkan seorang punakawan yang tugasnya mengasuh, menjaga, dan memberi teladan yang baik. Masjid Agung Jogja dilengkapi lima gerbang untuk memasuki halaman masjid. Dua gerbang di sisi utara dan selatan. Sedangkan gerbang utama yakni Gapuro Semar tinandu berad di sisi timur.
Bangunan
serambi masjid berbentuk denah empat persegi panjang. Serambi didirikan di atas
batur setinggi satu meter. Pada serambi ini terdapat 24 tiang berumpak batu
yang berbentuk padma. Umpak batu tersebut berpola hias motif pinggir awan yang
dipahatkan. Atap serambi masjid juga berbentuk limasan.
Pada
tahun 1867 terjadi gempa besar yang meruntuhkan bangunan asli serambi Masjid
Gedhe Kauman, lalu diganti dengan menggunakan material yang khusus
diperuntukkan bagi bangunan keraton. Tidak ketinggalan pula lantai dasar masjid
yang terbuat dari batu kali kini telah diganti dengan marmer dari Italia.
Pesona dari Masjid Gedhe Kauman terletak pada beberapa keunikan salah satunya
pemasangan batu kali putih pada dinding masjid tidak menggunakan semen dan unsur
perekat lain.
Samping
kiri belakang mihrab terdapat maksura yang terbuat dari
kayu jati bujur sangkar dengan lantai marmer yang lebih tinggi serta dilengkapi
dengan tombak. Maksura difungsikan sebagai tempat pengamanan raja apabila Sri
Sultan berkenan sholat berjamaah di Masjid Gedhe Kauman. Tidak jauh dari mihrab
terdapat Mimbar yang berbentuk singgasana berundak sebagai tempat bagi khotib
dalam menyampaikan khotbah Jumat. Mimbar dibuat dari kayu jati berhiaskan
ukiran indah dengan ornamen floral berwarna emas.
Sebagai Masjid Keraton, Lambang kebesaran Keraton Yogya terpampang Jelas di gerbang utama Masjid Ghede Kauman Yogyakarta ini. |
Selain
ruang inti masjid induk juga dilengkapi dengan berbagai ruangan yang memiliki
fungsi berbeda, seperti pawestren (tempat khusus
bagi jamaah putri), yakihun (ruang khusus
peristirahatan para ulama, khotib, dan merbot, blumbang (kolam), dan tentu saja
serambi masjid. Bagian lain dari kompleks Masjid Gedhe pada masa sekarang
adalah KUA, kantor Takmir, Pagongan yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan
gamelan Sekaten, Pajagan yang dulunya digunakan sebagai tempat prajurit kraton
berjaga dan terletak memanjang di kanan kiri gapura, serta regol atau gapura
yang berbentuk Semar Tinandu dan merupakan pintu gerbang utama kompleks masjid.
Tak
jauh berbeda dengan masjid atau mushalla pada umumnya, menyambut bulan Ramadhan
Masjid Gedhe juga menyiapkan rangkaian acara dan takjilan buka bersama yang
tiap harinya dikunjungi hingga 600 orang jamaah. Panitia Ramadhan Masjid Gedhe,
bahkan terdapat hari khusus dengan menu spesial. "Setiap hari Kamis
panitia khusus menyembelih kambing dan menyediakan Gulai Kambing sebagai menu
buka puasa". Jika anda bukan penderita tekanan darah tinggi akut, penulis
rasa, menu special tersebut patut untuk dicoba dan jangan lupa untuk membawa
kamera jika Anda tidak ingin melewatkan wisata religi dari nilai sejarah serta
kemegahan yang unik dari arsitektur masjid tertua di Jogja tersebut.***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Dilarang berkomentar berbau SARA