Suasana di Masjid As-Salam Wapena, Wina, Austria sesaat setelah peresmian masjid oleh Duta Besar RI untuk Austria & Slovenia, Bapa I Gusti Agung Wesaka Puja. |
Muslim
Indonesia yang tinggal di Indonesia kini dapat berbangga hati setelah masjid
Indonesia pertama di Austria di resmikan pada bulan Januari 2012 yang baru
lalu. Masjid tersebut diberi nama Masjid As-Salam Wapena yang bermakna keselamatan atau kedamaian, diharapkan jamaah yang menjalani
ibadah di masjid ini akan menemukan suasana hati penuh kedamaian dan
ketentraman. Selain itu juga, Salam juga bisa diartikan menyapa. Para
pengurus dan jemaah Masjid As-Salam ingin
menyapa kepada semua umat muslim Austria untuk beribadah di masjid As-Salam.
Membangun
masjid bukanlah perkara mudah di Austria, tidak saja menyangkut masalah
perizinan yang begitu rumit ditambah lagi dengan biaya yang dibutuhkan sangatlah
mahal. Itu sebabnya dari puluhan masjid yang ada di kota Wina dan wilayah
Austria lainnya berupa masjid masjid yang menempati ruang apartemen sewaan,
atau yang memang dibeli untuk kemudian di alih fungsi sebagai masjid. Begitupun
dengan masjid As-Salam milik komunitas Muslim Indonesia di Wina ini. hingga
kini di kota Wina hanya ada satu saja bangunan masjid yang benar benar berwujud
sebagai masjid seperti yang kita kenal lengkap dengan kubah dan menaranya,
yakni Masjid
Islamic Center Wina.
Pak Dubes RI untuk Austria dan Ketua Wapena saat penandantanganan plakat peresmian Masjid As-Salam Wapena, Wina, Austria |
Meski dibentuk
dan dikelola oleh muslim Indonesia di kota Wina – Austria, Alhamdulillah masjid
ini juga diramaikan oleh muslim serantau melayu termasuk muslim Malaysia dan
Singapura yang tinggal di Wina. Duta besar Malaysia untuk Austria pun turut
hadir dalam upacara peresmian Masjid As-Salam yang dilakukan oleh Duta Besar RI
untuk Austria, Bapak I Gusti Agung Wesaka Puja. Upacara peresmian itu dihadiri
oleh ratusan muslim tak hanya warga Indonesia di Wina tapi juga beberapa muslim
warga Pakistan, Malaysia, Singapura, Turki dan beberapa muslim Austria.
Berdirinya
Masjid As-Salam menambah khasanah masjid masjid komunitas muslim Indonesia di
Eropa setelah sebelumnya telah berdiri Masjid
Al-Hikmah di Den Hag yang dibangun dari gedung bekas sebuah
gereja, lalu masih di Belanda juga ada Masjid Nasuha di kota Rotterdam, serta Masjid
Al-Falah di Berlin-Jerman, yang kesemuanya merupakan masjid
masjid yang dibangun dan dikelola oleh komunitas muslim Indonesia yang tinggal
di Eropa.
Masjid As-Salam Wapena
Setelah
sekitar sepuluh tahun menjadi wacana, akhirnya warga muslim Indonesia yang
bermukim di Wina dan sekitarnya meneguhkan jati dirinya dengan mewujudkan
sarana ibadah yang dinamakan masjid As-Salam Wapena. Sebuah apartemen sederhana
yang terletak di Distrik 12 Meidling jalan Malfattigasse 18 A-1120 Wien telah
diubah fungsinya menjadi tempat bernaung melantunkan doa-doa dan harapan.
Peresmian masjid ini dilakukan oleh Duta Besar Indonesia untuk Austria dan
Slovenia, Bapak I Gusti Agung Wesaka Puja, pada 21 Januari 2012.
Duber RI untuk Austria bersama pengurus Wapena di depan pintu Masjid As-Salam Wapena sesaat setelah peresmian masjid. |
Sejarah Masjid As-Salam Wapena
Warga
Pengajian Wina atau disingkat Wapena
merupakan kelompok pengajian (majelis ta’lim) muslim Indonesia yang tinggal di
kota Wina, Austria. Saat ini ada sekitar 180 hingga 200 warga muslim Indonesia
yang tinggal di Austria. Pengajian rutin mingguan diselenggarakan di kantor
perwakilan Indonesia di Wina. Pengajian Wapena
kemudian juga di ikuti tidak saja oleh muslim Indonesia, tapi turut pula
diramaikan oleh muslim Malaysia dan Singapura yang tinggal di Austria. Bahkan
Duta besar Malaysia untuk Austria, Datuk
Mohammad Daud pun acap kali mengikuti acara pengajian tersebut yang
tentu saja menjadi motor penggerak bagi muslim Malaysia di Wina.
Wacana untuk
mendirikan masjid sebenarnya sudah mengemuka sejak sepuluh tahun lalu. Namun
mendirikan masjid di kota Wina bukanlah perkara mudah, disamping urusan
perizinannya yang tidak gampang tapi juga membutuhkan dana yang sangat besar.
Karenanya Wapena kemudian berusaha mewujudkan mimpi memiliki masjid sendiri dengan
meniru pola yang sudah dilakukan oleh muslim Indonesia di Jerman yang membangun
Masjid
Al-Falah Berlin di lantai dasar sebuah gedung
apartemen di pusat kota Berlin.
Sebagaimana
dijelaskan oleh Andi
Ahmad Junirsah (Acha),
ketua Wapena, bahwa pada saat
mematangkan rencana pendirian masjid, mereka mencoba
realistis. Dalam mewujudkan keinginan memiliki masjid sendiri,
termasuk masalah dana yang
diperlukan harus bisa
dijangkau. Gayung bersambut, terdengar kabar bahwa komunitas
muslim Pakistan akan menutup aktivitas Masjid Makki yang mereka kelola seiring
dengan rencana kepulangan Dr. Raffi yang selama ini mengetuai masjid tersebut.
Begini suasana betapa hangatnya persaudaraan Muslim Indonesia di Wina, Austria, di Bulan suci Ramadhan. |
Mengetahui
akan adanya kabar tersebut, Acha berkoordinasi dengan pengurus Wapena
lainnya,
langsung cek ke
lokasi, dan setelah berbicara dengan pengelola masjid, dalam hitungan hari,
diputuskan untuk
melanjutkan pengelolaan masjid Muslim Pakistan tersebut dengan beberapa pertimbangan
yang menguntungkan, diantaranya adalah terkait urusan perizinan. Fungsi bangunan tersebut sudah terdaftar sebagai tempat ibadah
sehingga tidak perlu lagi mengurus perizinan pendirian tempat ibadah baru, dan Wapena
sebagai calon pengelola baru, telah
resmi terdaftar di kepolisian dan pemerintah kota Wina. Sehingga status Wapena hanya melakukan pengalihan dari
pengelola masjid lama.
Sebelum
menjadi masjid, ruangan tersebut dulunya merupakan sarana olahraga semacam
fitness center. Warga muslim Bosnia dan Makedonia yang
pertama menjadikannya sebagai masjid, lalu pada awal tahun 2011 warga muslim Pakistan yang
diketuai Dr. Rafi melanjut estafet pengelolaan masjid tersebut. Sebagai pengelola
baru, muslim Pakistan
menamainya dengan nama masjid
Makki, sebutan lain untuk kota suci Makkah. Hanya saja,
belum satu tahun
mengelola, kegiatan peribadahan di masjid Makki terancam dihentikan
seiring rencana kepulangan Dr. Raffi ke Pakistan. Kesempatan baik yang tak
disia siakan oleh Wapena.
Untuk
mengambil alih pengelolaan masjid, pihak Wapena
harus menyiapkan dana sedikitnya 5.000 Euro atau sekitar Rp. 60 Juta (1 Euro = Rp12
ribu). Dana tersebut diperlukan untuk uang jaminan sebesar 2 bulan sewa kepada
pemilik apartemen, sewa satu bulan pertama sebesar 750 Euro (Rp. 9 Juta), biaya
administrasi sebesar satu bulan sewa, dan renovasi ruang. Antusiasme muslim
Indonsia sangat luar biasa dalam upaya tersebut. Dukungan juga datang dari
muslim Malaysia dan Singapura.
Pada tanggal
21 Januari 2012 Masjid As-Salam Wapena secara resmi dibuka oleh Duta Besar
Republik Indonesia untuk Austria dan Slovenia Bapak I Gusti Agung Wesaka Puja
yang hadir beserta istri beliau. Turut hadir dalam upacara peresmian tersebut
Duta Besar Malaysia untuk Austria, Datuk Muhammad Daud yang memang sejak lama
acap kali hadir di pengajian yang diselenggarakan di KBRI Wina dan menjadi
motor penggerak bagi muslim Malaysia di Austria. Bapak I Gusti Agung Wesaka
Puja, memberikan appresiasi kepada Datuk Muhammad Daud dengan menyerahkan
potongan nasi tumpeng kepada beliau.
Acara tersebut
dihadiri oleh sekitar 100 orang warga. Mereka yang hadir tak hanya muslim asal
Indonesia yang bermukim di Wina saja, tapi ada juga yang dari kota di
sekitarnya. Termasuk muslim Malaysia, Pakistan, Turki serta beberapa muslim
Austria. Hadir pula perwakilan warga muslim Indonesia dari Jerman dan pengurus Masjid
Al-Falah Berlin yang merupakan masjid indonesia di Jerman,
saat ini pengurus Masjid
Al-Falah Berlin sedang berusaha mengurus kepemilikan atas
bangunan yang kini difungsikan sebagai Masjid
Al-Falah.
Berdirinya
masjid As-Salam di Austria ini menjadi tempat berhimpunnya muslim Indonesia
disana, bersama sama dengan muslim Malaysia dan Singapura, serta tak lupa
pengurus masjid As-Salam juga mengajak muslim Pakistan yang merupakan jemaah
ataupun pengurus masjid sebelumnya untuk tetap bergabung, dan tentu saja masjid
ini pun terbuka bagi semua muslim. Selain dari itu, kehadiran masjid As-Salam
Wapena di kota Wina ini menambah khasanah masjid masjid Indonesia di daratan
Eropa setelah sebelumnya telah lebih dulu berdiri dua masjid di Belanda yakni Masjid
Al-Hikmah di Den Hag dan Masjid Nasuha di kota Rotterdam, serta
Masjid
Al-Falah di Berlin-Jerman.
Operasional
masjid selama satu bulan diperkirakan memakan dana sekitar 1.000 Euro (Rp12
juta) untuk biaya sewa tempat, biaya
gas, listrik, dan perawatan. Dukungan warga baik moral dan material, sangat
luar biasa terhadap Masjid As-Salam. Bahkan, dukungan tersebut tidak hanya
datang dari warga muslim Indonesia. Negara tetangga seperti Malaysia dan
Singapura juga mendukung berdirinya Masjid As-Salam.
Masjid ini
memiliki ruang utama berukuran sekitar 70m2. Selain menjadi tempat pelaksanaan
sholat berjamaah lima waktu, juga menjadi tempat melaksanakan pertemuan rutin
mingguan komunitas Muslim Indonesia, Malaysia dan Singapura yang tergabung
dalam komunitas Warga Pengajian Wina (Wapena). Selain itu juga masjid ini merupakan tempat
pelaksanaan rutin shalat Jum'at, dan khusus minggu terakhir setiap bulannya
dilaksanakan shalat jum'at dengan khutbah dalam bahasa Indonesia dan Inggris.
Sebuah catatan
kecil di penyelenggaraan sholat jum’at pertama di masjid As-Salam ini pada
tanggal 27 Januari 2012 lalu yang diikuti oleh . Puluhan warga muslim Indonesia
mulai dari pejabat KBRI/PTRI Wina, pekerja di organisasi PBB, hingga pelajar
dan mahasiswa menjalani salat fardhu ain di masjid Indonesia pertama di ibu
kota Austria tersebut. Selain warga Indonesia, beberapa jamaah dari
negara-negara Islam seperti Pakistan, Bosnia, dan Mesir juga mengikuti ibadah
wajib tersebut, dalam kesempatan itu ketua Warga Pengajian Wina (Wapena), Andi
Ahmad Junirsah bertindak sebagai khatib dengan menggunakan Bahasa indonesia.
Ba’da sholat
Jum’at hari itu masjid As-Salam kedatangan tamu, Dia adalah Gottfried Klug. Warga Austria yang
menikahi wanita Indonesia ini meminta kepada pengurus masjid As-Salam untuk
memandunya masuk Islam. Hadir sebagai saksi dalam proses tersebut di antaranya,
Penasehat Wapena, Dewanto
Saptoadi, dan Minister Counsellor Pensosbud KBRI/PTRI Wina S. Djati Ismojo.
Acha selaku ketua Wapena memandu Gottfried membaca dua kalimat Syahadat.
Sebagai Masjid
yang dibangun oleh komunitas muslim Indonesia dan negeri serantau, Masjid
As-Salam berupaya menghadirkan bahasa Indonesia dalam khutbah Jum’atnya
setidaknya sekali dalam sebulan. Selain
itu digunakan bahasa inggris sebagai bahasa pengantar. Untuk kegiatan salat
lima waktu, pihak Wapena masih mengandalkan pengelola masjid sebelumnya, yang
merupakan jemaah muslim Pakistan.
Masjid
As-Salam juga menyelenggarakan Taman Pendidikan Al-Quran (TPA) bagi warga
muslim. Kegiatan ini dilaksanakan setiap Sabtu. Ada tiga kelas TPA. Kelas I
untuk usia 4-6 tahun, kelas II usia 7-11 tahun, dan kelas III 12 tahun ke atas.
Selain itu Pengurus Wapena juga menggelar pengajian rutin setiap minggu.
Kegiatan ini tidak hanya untuk warga muslim Indonesia, tapi juga terbuka bagi
sahabat-sahabat dari Malaysia dan Singapura.
Sebelum masjid
ini berdiri, Wapena
secara rutin melakukan pengajian bersama warga Malaysia dan Singapura di ruang
serba guna KBRI. Kegiatan tersebut kini dilanjutkan di masjid As-Salam, Selain
di akhir pekan, ada juga kegiatan Islami di hari-hari kerja. Salah satunya
pengajian bersama yang dilakukan oleh ibu-ibu muslim Indonesia. Ada juga kajian
Islami after work yang digelar kalangan mahasiswa. pihak Wapena tidak hanya
membuka pintu bagi warga muslim Indonesia untuk menggunakan fasilitas masjid
sebagai tempat aktivitas Islami, tapi juga kepada warga muslim asal
negara-negara tetangga.***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Dilarang berkomentar berbau SARA