Masjid Jami' Muntok, Tertua di Pulau Bangka.)
|
Bila berkunjung ke Pulau Bangka di propinsi
Bangka-Belitung, sempatkan berkunjung ke kota Muntok ibukota kabupaten Bangka
Barat. Di kota ini keukuranan beragama tidak sekedar basa basi atau retorika
politik, tapi telah berwujud nyata dalam kehidupan sehari hari sejak lebih dari
seratus tahun lalu. Adalah Masjid Jami’ Muntok menjadi salah satu bukti nyata
wujud kerukunan hidup beragama di pulau timah ini. Masjid Jami’ Muntok dibangun
bersebelahan dengan Kelenteng Kung Fuk Min di Kampung Tanjung, Kecamatan Muntok,
tidak jauh dari pelabuhan lama kota Muntok. Masjid Jami’ Muntok disebut sebut
sebagai masjid tertua di Pulau Bangka dan masih eksis hingga kini.
Bangunan Masjid
Jami Muntok ini berdiri sejak tahun 1879M,
atas inisiatif Tumenggung Kartanegara II (Abang M. Ali) sebagai wakil Kesultanan
Palembang, dibantu tokoh dan masyarakat setempat termasuk tokoh masyarakat
Thionghoa kaya yang sudah masuk Islam dan Mayor Chung A Thiam. Masjid ini
berdiri di atas lahan wakaf dari dari
Tumenggung Arifin dan H. Muhammad Nur seluas 7.500 M2. Dan lokasinya
persis bersebelahan dengan Kelenteng Kung Fuk Min. kedua bangunan bersejarah
ini kini dirawat dan masih menjalakan fungsinya dengan baik.
Alamat dan Lokasi
Masjid Jami’ Muntok
Masjid Jami’ Muntok
Jl. Imam Bonjol No. 1 Kampung Tanjung,
Kecamatan Muntok, Kabupaten Bangka Barat
Propinsi Bangka-Belitung – Indonesia
Masjid Jami Muntok dan Kelenteng Kung Fuk Min di Kampung
Tanjung, Kecamatan Muntok ini lokasinya tidakk seberapa jauh dari pelabuhan
lama Kota Muntok. Kota Muntok sendiri dapat di capai dari kota Palembang dengan
kapal cepat dengan waktu tempuh sekitar 2 jam, melewati sungai musi lalu
menyeberangi selat Bangka. Atau 2 jam berkendaraan darat dari Kota pangkal
Pinang, ibukota propinsi Bangka-Blitung.
Sejarah Masjid
Jami’ Muntok
Sekitar tahun 1724-1725 M, Sultan Mahmud Badaruddin I
memerintahkan kepada istrinya Mas
Ayu Ratu dan para petinggi Kesultanan untuk berangkat dan melihat serta memastikan
lokasi yang yang akan dipilih untuk tempat tinggal keluarga dari Siantan.
Setelah itu Sultan pun memerintahkan kepada Wan Akub serta keluarga dari
Siantan untuk mendirikan tempat tinggal di daerah tersebut.
simbol kerukunan bergama, masjid Jami’ Muntok
bersebelahan dengan kelenteng.
|
Pada perkembangan berikutnya, setelah terbentuk komunitas
kecil di daerah itu, maka disebutlah daerah itu dengan nama “Muntok” ,
sedangkan Tanjung yang pertama kali dilihat dan ditunjuk oleh Mas Ayu Ratu
diberi nama Tanjung Kelihatan yang selanjutnya lazim disebut “Tanjung Kelian”.
Kemudian diangkatlah Wan Akub sebagai Kepala Pemerintahan di daerah yang baru
dibuka itu. Atas perintah Sultan, maka untuk tahap pertama dibangun 7 (tujuh)
Bubung Rumah di daerah tersebut (Muntok). Setelah pembangunannya selesai, Wan
Akub diangkat menjadi Kepala Urusan Penambangan Timah yang berkedudukan di
Muntok dengan gelar Datuk Rangga Setia Agama.
Setelah Sultan Mahmud Badaruddin I wafat (tahun 1756),
maka Kesultanan Palembang digantikan oleh Ahmad Najamuddin, sedangkan keadaan
di Muntok pada saat itu juga sedang berkabung karena Menteri Rangga dan Wan
Muhammad juga wafat. Menyikapi keadaan yang demikian, maka Sultan Palembang
yang baru (Ahmad Najamuddin) mengangkat petugas kerajaan setingkat Tumenggung
untuk menjadi Kepala Pemerintahan di Muntok sekaligus menjadi kepala
pemerintahan Pulau Bangka. Pada waktu itu yang diangkat menjadi tumenggung
adalah Abang Pahang yaitu
salah seorang keturunan Wan Abdul Hayat yang selanjutnya oleh Sultan Palembang
diberi gelar Tumenggung Dita Menggala (Tumenggung
I Muntok).
tampak depan Masjid Jami' Muntok menjelang magrib tiba. |
Pada Masa Penjajahan Belanda untuk kepentingan sistem
navigasi pelayaran yang memasuki perairan Selat Bangka, pada tahun 1862 Belanda
membangun sebuah mercusuar di Tanjung Kelian, dengan mempekerjakan arsitek
Inggris. Pada saat Belanda menduduki Muntok, maka perkembangan Muntok sebagai
Pusat kota tampak begitu jelas, terutama ditandai dengan berdirinya beberapa
bangunan penting.
Diantaranya adalah; Eks Kantor Penambangan Timah Bangka di Muntok Pada Masa Penjajahan
Belanda BTW (Banka Tin Winning) yang dibangun pada tahun 1915, Eks Rumah
Residen Belanda Untuk Pulau Bangka Di Muntok Yang Dibangun Pada Tahun 1850 an,
Seiring dengan makin ramainya aktivitas di pelabuhan Muntok dengan arus
pendatang yang hilir mudik atau pulang pergi, maka pada tahun 1860 Belanda mendirikan
satu fasilitas lagi berupa dermaga atau jembatan panjang ke arah laut yang
disebut Ujung Brug. Layaknya
sebuah dermaga pada umumnya, jembatan Ujung Brug pun dimaksudkan untuk
menaikkan dan menurunkan penumpang di Muntok sekaligus juga dimaksudkan agar
memudahkan kapal-kapal besar Belanda untuk merapat di Muntok.
Masjid Jami Muntok dari arah klenteng-
Kuang Fuk miay
|
Serta dibangunnya Masjid Jami’ Muntok pada tahun 1879M (19 Muharam 1300H) yang kini menjadi kebanggaan ummat Islam
pada masa itu hingga masa sekarang. Masjid
Jami’ itu
merupakan masjid tertua di Pulau Bangka. Pembangunan masjid tersebut dilakukan
pada masa pemerintahan H. Abang Muhammad Ali dengan Gelar Tumenggung Karta
Negara II dengan dibantu oleh tokoh masyarakat Muntok pada saat itu yaitu H.
Nuh dan H. Yakub termasuk orang-orang Cina Kaya yang sebagian telah
masuk Islam dan Mayor Chung A Thiam.
Masjid Jami’ Muntok ini dibangun disebelah kelengteng Kuang Fuk Miay yang sudah
berdiri 83 tahun lebih dulu sebelum
Masjid dibangun, Kelenteng Kuang
Fuk Miay dibangun oleh orang-orang Cina dari suku Kuantang dan
Fu kien yan telah lama menetap di Muntok sejak 1820. Kelenteng ini merupakan
kelenteng Cina pertama di mentok dari Mayor A Tiom. Kompleks Kelenteng terdiri
dari 3 buah bangunan dengan bangunan utama berada di tengah. Bangunan utama
memiliki atap berbentuk pelana (saddleback-roof). Komponen lain dari bangunan
adalah gapura utama, pagar keliling, halaman, pagoda dan arca Singa. Kelenteng
ini pernah direnovasi pada Februari 1977.
lampion lampion menghias kelenteng Kuang Fuk Miay
disebelah Masjid Jami Muntok.
|
Dalam buku Sejarah Masjid Jamik Muntok yang ditulis Raden
Affan, tokoh masyarakat di Muntok, disebutkan, masjid yang usianya lebih dari
satu abad itu dibangun secara bergotong royong. Demi mendirikan masjid,
penduduk Muntok dan sekitarnya bekerja sukarela tanpa diupah. Dana untuk membangun masjid
dikumpulkan bersama. Para hartawan di Muntok menyumbang uang atau bahan
bangunan untuk keperluan masjid. Mereka mendatangkan ahli bangunan dari
berbagai daerah di Bangka dan Belitung, juga memesan bahan baku berkualitas
dari Jakarta, seperti genteng, batu bata, batu marmer, dan batu pualam.
Pendirian rumah ibadah pada masa itu tidak hanya
melibatkan masyarakat Melayu yang beragama Islam. Zhong A Tiam, seorang mayor
China yang bertugas mengurus warga China perantauan di Muntok, ikut memperkokoh
bangunan masjid. Dengan harta pribadinya, sang mayor menyumbang empat tiang
utama penyokong bangunan masjid. Tiang itu terbuat dari kayu bulin yang konon
lebih kuat daripada kayu jati. Meski
A Tiam beragama Konghucu, ia ikut membantu lancarnya pelaksanaan ibadah di
masjid. Untuk keperluan beribadah pada malam hari, sang mayor menyuruh orang
untuk mengantarkan minyak kelapa sawit sebagai bahan bakar penerangan di masjid
yang selesai dibangun dalam kurun waktu dua tahun itu, yaitu pada tahun 1887.
dilindungi Undang undang, Masjid Jami Muntok kini masuk dalam daftar bangunan cagar budaya yang harus dilindungi |
Keberadaan Masjid Jami ini juga sangat berperan dalam masa perjuangan
kemerdekaan Indonesia lebih-lebih dalam periode mempertahankan kemerdekaan
Inodonesia. Versi cerita sesepuh masjid banyak terdapat bekas senjata yang
dipakai oleh pejuang untuk melawan penjajah. Para pejuangan kemerdekaan seperti
Bung Karno dan Bung Hatta sering datang ke Masjid Jami Muntok yang sejak dulu
dikenal sebagai bangunan termegah di Muntok dan membaur dengan masyarakat
Muntok.
Arsitektural
Masjid Jami Muntok
Masjid Jami Muntok dibangun menyerupai masjid Sultan
di Palembang, karena memang Pulau Bangka dan Belitung kala itu
masuk dalam wilayah kekuasaan kesultanan Palembang. Di era kemerdekaan pun dua
pulau penghasil timah ini masuk ke dalam wilayah propinsi Sumatera Selatan yang
berpusat di kota Palembang, sebelum kemudian menjadi propinsi mandiri terpisah
dari propinsi Sumatera Selatan.
Mimbar dan Mihrab di Masjid Jami Muntok
|
Masjid dengan atap limas ganda seperti kebanyakan
masjid masjid tanah air lainnya. Pembeda utama bentuk atap masjid tradisional
Jawa dengan masjid tradisional Palembang dapat di lihat pada bentuk ujung
atapnya yang tidak rata. Masjid masjid dengan sentuhan Palembang dibuat sedikit
melengkung dan di bagian ujung atapnya ditambahkan ornamen ornamen kecil yang
di adopsi dari bentuk ujung atap bangunan kelenteng. Masjid Jami’ Muntok yang
dibangun disebelah kelenteng ini akan benar benar tampak seperti bagian dari
Kelenteng disebelahnya seandainya saja warna yang digunakan juga warna merah
seperti kelenteng disebelahnya.
Pengaruh budaya eropa terlihat pada penggunaan pilar
pilar beton bundar pada masjid ini. ada 6 buah pilar beton bundar di bagian
depan masjid terlihat langsung dari luar. Dan 4 pilar beton bundar lainnya
berada di dalam masjid. Masjid Jami’ Muntok dilengkapi dengan 5 pintu
masuk berukuran 76x220cm kesemuanya
dibuat dari kayu bulian (kayu ulin) serta jendela jendela besar sebanyak 17
buah 120 x 220
cm.
Sama seperti masjid sultan di Palembang, masjid Jami’ Muntok inipun lantainya
dibangun jauh lebih tinggi dibandingkan dengan permukaan tanah disekitarnya.
Dan sederet anak tangga dibangun di sisi kiri dan kanan serambi depannya.
Interior Masjid Jami' Muntok - Bangka Barat |
Angka angka jumlah dari pilar, pintu dan jendela
masjid ini memilki makna masing masing masing. Enam pilar beton di serambi
masjid menyimbolkan enam rukun iman, sementara 4 sokoguru di dalam masjid
melambangkan empat khulafaur rasyidin, sahabat utama Rosulullah dan empat
mazhab Islam : Mazhab Syafi’I, Hanafi, Hambali dan Maliki. Lima pintu masjid
melambangkan lima rukun Islam sedangkan 17 jendela melambangkan 17 rekaat waktu
sholat wajib sehari semalam.
Perluasan Masjid
dan Pembangunan Sarana Pendukung
Masjid Jami’ muntok kini dilengkapi dengan pesantren
dengan nama Pesantren Al-Jami’I Muntok atau Ma’had Al-Islamiyah Al-Jami’i
Muntok yang dikelola oleh yayasan Al-Jami’i Bangka Barat. Struktur yayasan ini
terdiri dari Pembina dengan ketua nya Andi Hamzah dan M. Sholeh Assegaf, S.Ag
sebagai Anggota. Lalu ada pengawas dengan ketua Imam Ar-Rozi Zulkafriadi dan
anggota Samsuddin Al-Mustawwa. Dan pengurus harian diketuai oleh Fahmi Azwari,
wakil ketua Hamdi Bamazzruk, sekretaris Isriyanto, Bendahara : Suhendra, Amd,
dan anggota anggota.
Masjid Jami' Muntok tak jauh dari terminal lama kota Muntok - Bangka Barat |
Program
perluasan masjid ini, dilaksanakan oleh kepengurusan Masjid Jaami’ masa bakti
2007 – 2010 melanjutkan program kerja dari pengurus periode sebelumnya. Proses
perluasan lahan masjid Jami Muntok ini diaksanakan dengan membebaskan lahan
disekitar masjid untuk kemudian dibangun gedung pesantren serta lahan
pekarangan masjid yang memadai. Tercatat lahan lahan yang dibebaskan antara
lain. rumah Ami Lood (Salim Ahmad) (posisi sebelah kiri depan masjid), Lahan
kantor KUD Muntok (posisi depan masjid), Petak Toko di samping KUD Muntok
(posisi sebelah depan masjid) dan rumah ibu Erlita (posisi sebelah kiri
belakang masjid).
Dalam program tersebut juga dilaksanakan proses
revitalisasi halaman masjid Jami termasuk landscaping dan revitalisasi bangunan
utama masjid Jami’ Mentok ke Bentuk aslinya demi menjaga warisan sejarah dan
pembangunan madrasah sdan ruangan serba guna berikut fasiltas fasiltas
pendukung lainnya. Semua proyek tersebut di perkirakan menghabiskan dana
sebesar Rp. 3.3 Milyar Rupiah.
Foto Foto Masjid Jami Muntok
Proyek pembangunan Pesantren Al-Jami'i |
Keceriaan santri santri Al-Jami'i Masjid Jami' Muntok |
Masjid Jami Muntok
|
sedikit mau bertanya, penyebutan yg benar masjid jami muntok atau mentok ya?
BalasHapusMuntok lh.. kan sejak thn 2004,, sdh di tetapkan bahwa namanya Muntok..
Hapussama saja mas... kota solo atau sala ?
BalasHapussiapa ketua masjid jami''
BalasHapusAdalah aib budaya, menukar nama Mentok menjadi Muntok.
BalasHapusSejak dilahirkan bernama MENTOK, bermarwah sebagai jatidiri Negeri Melayu Madani... Masyarakatnya dari dulu sampai sekarang masih tetap menyebut nama negerinya ini MENTOK...Jelas tertulis dalam manuskrip Tumenggung Kerta Negara beraksara Jawi /Arab Melayu.
Pada thn 1816 Belanda resmi menjajah Bangka. Untuk kepentingan administratif, Belanda menulisnya dengan Muntok, tapi dilafalkan /diucapkan tetap M(e)ntok...seperti halnya Bandung ditulis Bandoeng.
Jadi tidak ada kata Muntok itu dalam bahasa Indonesia...Muntok itu produk penjajah Belanda... Setelah merdeka, kembali menjadi MENTOK dan telah ditegaskan dalam UU No. 5/2003, tetcatat dlm Lembaran Negara RI.
Perda Muntok adalah cacat hukum dan mengganti MENTOK menjadi MUNTOK adalah MENGADA-ADA, serta mengangkangi sejarah budaya negeri yg beradab, cikal bakal peradaban negeri Melayu Mentok Madani...
Sekali lagi, Muntok itu negeri imajiner dan Muntok adalah produk Penjajah Belanda yg salah kaprah penggunaannya !
Generasi milenial wajib mengerti sejarah diri negerinya.
Sekarang, mari kita pilih pemimpin yg mengerti dan nalar sejarah, menghapus Perda Muntok kembali menjadi MENTOK kembali.
# MENTOK atau MUNTOK bukan pilih yang mana atau bukan voting, tapi MENTOK "YES" dan MUNTOK "NO"...
terimaksih infonya bang.
BalasHapus