Masjid Azizi di Tanjung Pura, Kabupaten Langkat. Merupakan Masjid kesultanan
dimasa jaya Kesultanan Lankat.
|
Masjid Azizi merupakan satu satunya bangun peninggalan
kesultanan Langkat yang tersisa. Berada di kota Tanjung Pura yang merupakan
ibukota kesultanan Langkat di masa lalu. Tanjung Pura berjarak 100 km dari kota
Medan, 20 km dari Stabat, ibukota Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. Masjid ini
terletak di tepi jalan lintas Sumatera yang menghubungkan Medan dengan Banda
Aceh. Kebesaran kesultanan Langkat, kini diabadikan sebagai nama Kabupaten
Langkat, meski ibukota kabupaten tidak lagi berada di Tanjung Pura tapi di
Stabat.
Kesultanan Langkat pernah mencapai masa jaya nya hingga
menjadi kesultanan yang cukup disegani. Masjid Azizi ini menjadi bukti
kejayaannya. Mulai dibangun oleh Sultan Langkat Haji Musa pada tahun 1899,
selesai dan diresmikan oleh putra beliau, Sultan Abdul Aziz Djalil Rachmat Syah
pada tanggal 13 Juni 1902M. Keindahan Masjid Azizi ini kemudian dijadikan
rujukan pembangunan Masjid Zahir di Kedah, Malaysia, hingga kedua masjid
tersebut memiliki kemiripan satu dengan yang lain.
Masjid Azizi (1902) langkat, Sumatera Utara dan Masjid Zahir (1915) di Kedah, Malaysia. dua Masjid yang serupa karena memang masjid Zahir dibangun atas inspirasi dari Masjid Azizi. |
Kesultanan Langkat juga melahirkan putra terbaik bangsa,
salah satunya adalah mendiang Prof. Ing. H. Muhammad Immaduddin Abdurrahim,
PhD, MSc yang biasa disapa Bang Imad, beliau adalah tokoh pendiri
ICMI, Bank Muamalat, Guru Besar Teknik Elektro ITB, Pengajar Ilmu Tauhid,
Penasihat Presiden B.J. Habibie dan mendapat gelar Pahlawan Nasional.
Lokasi
Masjid Azizi Langkat
Masjid Azizi
Jl. Raya Lintas Sumatera, Medan –
Banda Aceh
Kecamatan Tanjungpura, Kabupaten
Langkat
Provinsi Sumatra Utara, Indonesia
Perjalanan dapat ditempuh dengan menggunakan
angkutan umum (bus) antarkota antar provinsi, mobil pribadi, atau mobil sewaan.
Perjalanan dengan angkutan umum (bus) dapat dimulai dari Bandara Polonia Medan
menuju Kota Stabat (Ibu Kota Kabupaten Langkat).
Dari Kota Stabat perjalanan dilanjutkan ke Tanjungpura berjarak sekitar 20 km
dengan waktu tempuh kira-kira 30 menit.
Sekilas
Sejarah Kesultanan Langkat
Nama
Langkat sendiri ada yang mengatakan berasal dari daerah Kuala Langkat. Tapi ada
yang percaya itu berasal dari nama
pohon Langkat yang waktu itu tumbuh subur disana. Pohon ini tinggi seperti
pohon Langsat, tapi buahnya terasa pahit
dan kelat. Sejarah asal usul
Langkat dimulai dari legenda tua Tambo Langkat yang menyebutkan bahwa cikal bakalnya berawal ketika Panglima Dewa Shahdan, atau Deva Shahdan, atau Datuk
Langkat yang merupakan seorang
panglima perang kerajaan Aru, secara
resmi mendirikan kerajaan Langkat di bagian utara kerajaan Aru pada tahun 1670
setahun setelah kerajaan Aru melepaskan diri dari kekuasaan Kesultanan Aceh
tahun 1669M.
Ketika Dewa
Shahdan wafat, putranya Dewa Sakti naik tahta menggantikan posisi ayahandanya sebagai penguasa wilayah luas
yang terbentang antara Sungai Seruwai di
Tamiang, hingga Sungai Batang Serengan. Belasan tahun kemudian, Sungai Batang Sarengan
bertemu titik dengan Sungai Wampu
yang kemudian menjadi sungai baru yang disebut Sungai Langkat.
Ketika Dewa
Sakti mangkat, posisinya diganti oleh Sultan Abdullah yang kemudian mashur
disebut sbg Mahrum Guri. Mahrum Guri digantikan oleh Raja
Kahar sekitar tahun 1673. Raja Kahar yang kemudian mengubah
Langkat dari kerajaan menjadi sebuah Kesultanan pada tanggal 12 Rabiull Awal 1163 H, atau
tepat tanggal 17 Januari 1750 Masehi. Langkat mencapai kemakmuran dengan ditemukannya
ladang minyak di Pangkalan
Brandan.
Masjid Azizi dengan menara tunggalnya |
Kejayaan Kesultanan Langkat berahir kelam di tahun
1946 ketika revolusi sosial yang
motori oleh PKI meluluhlantakkah kesultanan kesultanan melayu di Sumatera Timur
termasuk kesultanan Langkat yang berpusat di Tanjung Pura. Dalam tragedi kelam
itu turut menjadi korban di eksekusi massa adalah salah seorang bangsawan
Langkat, Pahlawan Nasional, Tokoh sastrawan pujangga Baru Tengku Amir Hamzah
yang kemudian di makamkan disekitar Masjid Azizi bersama mendiang para Sultan
dan Bangsawan Langkat lainnya.
Sejarah
Masjid Azizi Langkat
Berdiri di atas tanah seluas 18.000 meter persegi, Masjid
Azizi dibangun atas anjuran Syekh Abdul Wahab Babussalam pada masa pemerintahan
Sultan Musa al-Muazzamsyah. Mulai dibangun pada tahun 1320 H (1899M) atau
setidaknya 149 tahun sejak Langkat resmi berdiri sebagai Kesultanan, namun
Sultan Musa wafat sebelum pembangunan masjid selesari dilaksanakan. Pembangunan
diteruskan oleh putranya yang bergelar Sultan Abdul Aziz Djalil Rachmat Syah
(1897-1927) Sultan Langkat ke-7.
Foto lama Masjid Azizi |
Rancangan masjid ditangani oleh seorang arsitek berkebangsaan
Jerman, para pekerjanya banyak dari etnis Tionghoa dan masyarakat Langkat
sendiri. Sedangkan bahan bangunan didatangkan dari Penang Malaysia dan
Singapura dengan menggunakan kapal ke Tanjungpura. Pada masa itu sungai Batang
Serangan masih berfungsi baik dan kapal-kapal dengan tonase 600 ton dapat
melayarinya.
Masjid Azizi diresmikan sendiri oleh Sultan Abdul Aziz
Djalil Rachmat Syah bertepatan dengan peringatan Maulid Nabi Muhammad Saw dan
peringatan perubahan Kerajaan menjadi kesultanan Langkat pada tanggal 12 Rabiul
Awal 1320H (13 Juni 1902M) menghabiskan dana sekitar 200,000 Ringgit, dan
dinamai masjid Azizi sesuai dengan nama Sultan Abdul Aziz Djalil Rachmat Syah.
Pada masa pemerintahan Sultan Abdul Aziz Djalil Rachmat Syah ini juga Istana Darul
Aman Langkat dibangun. Sultan menanamkan konsep pembangunan dengan memadukan
lima unsur kekuatan sebagai filosofinya yaitu kekuatan umara, kekuatan ulama,
kekuatan cerdik pandai (zuamah), kekuatan orang kaya harta (aghniyah) dan
kekuatan do'a (fukara).
Interior Masjid Azizi |
Syekh Abdul Wahab Babussalam, penganjur pembangunan masjid
Azizi adalah seorang tokoh ulama yang berpengaruh dan disegani pada zamannya
hingga saat ini, beliau juga merupakan guru dari Sultan Musa al-Muazzamsyah.
Pada tanggal 12 Syawal 1300 H (1883M) Syekh Abdul Wahab Babussalam mendirikan
Pondol Pesantren Babussalam di Besilam di atas lahan wakaf dari Sultan Musa.
Syekh Abdul Wahab juga dikenal dengan nama Tuan Guru
Babussalam dikaitkan dengan pesantren yang didirikannya, atau Tuan Guru Besilam
kaena mukim di Besilam, atau Syeikh Abdul Wahab Rokan Assyarwani yang merupakan
nama aslinya. Beliau adalah pendiri Thariqat Naqsyabandiah di Indonesia dan
salah seorang ulama penyebar agama Islam di pulau Sumatera dengan pengikutnya
yang tersebar diseluruh tanah air hingga ke manca negara.
Masjid Azizi
|
Di masa
kolonial Belanda, Syeikh Abdul Wahab Babusalam
bersama sejumlah pengikutnya juga ikut melakukan gerakan melawan kolonialisme Belanda. Makam
beliau berada di pondok pesantren Babussalam yang didirikannya di Desa Besilam,
Kecamatan Padang Tualang, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. Hingga kini makam
beliau hampir setiap hari ramai dikunjungi peziarah.
Renovasi
Masjid Azizi
Semenjak
berdirinya, masjid ini pernah direnovasi beberapa kali, Renovasi pertama dilakukan dengan
membangun menara majsid pada
tahun 1927 atas sumbangan dari Perkebunan
Maskapai Deli May. Renovasi
berikutnya pada tahun 1929, 1936 dan 1967. Tahun
1978/1979-1980/1981 Masjid Azizi dipugar dalam Proyek
Pembinaan dan Pemeliharaan Peninggalan Sejarah dan Purbakala Sumatera Utara dan
Proyek Pemugaran dan Pemeliharaan Peninggalan Sejarah dan Purbakala Sumatera
Utara.
Masjid Azizi, Tangjung Pura, Langkat, Sumut
|
Tahun
1990/1991 masjid dipugar oleh Pemerintah Daerah Tingkat I Sumatera Utara. Untuk pendanaan, sepenuhnya bersumber
dari sumbangan dan swadaya masyarakat yang peduli dengan kelestarian masjid
yang merupakan aset sejarah Kabupaten Langkat ini. Semenjak tahun 1991 hingga
2008, tidak pernah lagi diadakan renovasi, berkaitan dengan kondisi bangunan
yang masih bagus dan juga sumber pendanaan yang terbatas.
Arsitektural
Masjid Azizi
Masjid Azizi bercorak campuran Timur Tengah dan India dengan banyak kubah dengan daya tampung sekitar 2000 jemaah sekaligus.
Bangunan induk berukuran 25 × 25 m dan tinggi ± 30 m. Ketiga sisi Masjid dilengkapi dengan serambi masing
masing di sisi timur, utara dan selatan, masing
masing serambi ini berhubungan langsung dengan koridor di tiga sisi masjid dan
langsung menuju ke pintu masuk. Tiang serambi yang berdiri di sisi kiri dan
kanannya berbentuk persegi delapan mirip menara dalam ukuran kecil dengan
bagian ujungnya berbentuk kuncup bunga. Serambi dan teras masjid dilengkapi
dengan pilar pilar dan lengkungan khas timur tengah dihias dengan kaligrafi,
bentuk bentuk geometris dan ukiran floral.
lebih dekat ke fasad masjid Azizi |
Ruang
utama masjid dindingnya
empat persegi panjang berukuran 20 × 20 m. Lantai ruang utama tadinya berlapis keramik tapi kini diganti dengan marmer, sisanya lantai keramiknya masih dapat
dilihat di bagian tengah lantai ruang utama. Bagian dinding luar ruang utama
dihiasi dengan kaligrafi al-Qur'an,
hiasan geometris, dan floraral.
Dinding bagian dalam ruang utama penuh dengan hiasan, sisi bawahnya dilapisi marmer, sedangkan sisi atasnya dihiasi kaligrafi al-Qur'an, bentuk geometris dan
floral. Mihrab dan mimbar masjid Azizi terbuat dari marmer.
Menara masjid terletak di timur laut masjid dengan tinggi sekitar 60 meter. Bagian
bawah menara dilengkapi sebuah
pintu. Bagian kedua dihiasi dengan sebuah jendela lengkung pada setiap sisinya.
Bagian atapnya berbentuk kubah dengan bulan di puncaknya. Secara keseluruhan
arsitektural masjid Azizi ini memiliki beberapa kemiripan dengan masjid
raya Al Mashun dan masjid Al Osmani di Medan,
terutama pada rancang bangun kubahnya yang khas.
Makam pahlawan nasional Tengku Amir Hamzah di Komplek
Masjid Azizi
|
Makam
Sultan Langkat dan Keluarga
Di halaman rumput sebelah kanan masjid, di tengahnya terdapat empat makam pahlawan Langkat yang
masih berdarah Sultan yaitu T Harun Azis Bin Sultan Abdul Aziz Abdul Djalil
Rachmad Shah (wafat saat revolusi tahun 1946), T Abdurrahman (wafat 1909), T
Soelaiman bin Tengku Syahruddin bin Tengku Al Haj Aminulah dibunuh saat
huru-hara 1946 dan di sampingnya T Rusian bin T Ahmad Alfatiha.
Di halaman samping kanan masjid juga terlihat makam tokoh pujangga baru,
sekaligus pahlawan nasional, Tengku Amir Hamzah. Makam ini kondisinya cukup terawat. Tengku
Amir merupakan sastrawan angkatan Pujangga Baru yang dikenal lewat beragam
karyanya antara lain Buah Rindu, Bhagawad
Gita dan Nyanyi Sunyi. Selain
dikenal sebagai sastrawan, Amir Hamzah juga dikenal sebagai ahli sufi, yang
bekas-bekasnya bisa dilihat dari banyak karangannya.
Masjid Azizi, Tanjung Pura
|
Di sebelah kiri kuburan keluarga Tengku Amir Hamzah, melewati pagar tembok dan
begitu memasuki sisi kanan masjid, bersemayam tiga makam dari Kesultanan
Langkat yang memerintah negeri Melayu. Mereka yaitu Tengku Sultan Haji Musa, Tengku
Sultan Abdul Aziz dan Tengku Sultan Mahmud yang dikelilingi makam anak dan
cucunya. Semua makam ini sudah dipagar khusus.
Tradisi
Masjid Azizi
Setiap
tahunnya diadakan Festival Azizi di masjid ini. Kegiatannya beragam, mulai dari
lomba barzanzi, azan, marhaban, dan baca puisi. Festival tersebut diselenggarakan untuk memperingati wafatnya Tuan Guru
Besilam Babussalam Syeikh Abdul Wahab Rokan, yang dikenal sebagai ulama
penyebar Tariqat Naqsabandiah. Pengikutnya menyebar hingga ke Aceh, Sumut,
Sumbar, Riau, Jambi, dan negara-negara Asia Tenggara. Festival bernuansa Islami itu
sebenarnya tidak ada hubungannya dengan Masjid Azizi dan sejarahnya. Hanya
karena bertempat di Masjid Azizi, maka disebut Festival Azizi.***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Dilarang berkomentar berbau SARA